Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Dibunuh, Kuasa Hukum Walhi Tangani Kasus Perizinan Pembukaan Kawasan Hutan untuk PLTA dan Pembalakan Liar

Kompas.com - 09/10/2019, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

Bibi Golfrid yang mendampingi Resmi, Serdiana Sitompul, mengatakan sedianya jenazah Golfrid akan dimakamkan pada hari itu. Namun, keluarga mendapat kabar dari kepolisian bahwa jenasah Golfrid akan diautopsi untuk memastikan penyebab kematiannya.

Serdiana menambahkan keluarga menduga Golfrid meninggal bukan karena kecelakaan, seperti yang dilaporkan sebelumnya. Mereka merasa janggal dengan luka yang hanya ditemukan pada bagian kepala, sementara itu tidak ditemukan luka di sekujur badan.

"Kalau keluarga yang di kampung itu, mereka bilang ini bukan korban tabrakan, karena kepalanya ini yang hancur, soalnya luka [kepala] ke bawah tidak ada. Kalau tabrakan pasti ada [luka dari kepala] ke bawah," ujar Serdiana kepada wartawan.

Baca juga: Diduga Dibunuh, Kuasa Hukum Walhi Sumut Tewas dengan Luka Parah di Kepala

Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, yang merujuk keterangan rekan sejawat yang mendampingi korban selama di rumah sakit, menemukan "sangat banyak kejanggalan pada kejadian dan tubuh korban."

Cedera pada tubuh korban merupakan akibat dari trauma benda tumpul yang terkonsentrasi di kepala, terutama tengkorak bagian belakang remuk dan mata sebelah kanan bengkak.

Selebihnya, di tubuhnya tidak ditemukan luka-luka yang lain.

Selain itu, pakaian yang dikenakan korban tidak ditemukan bekas lecet seperti orang jatuh dari motor.

Baca juga: Korban Demo Mahasiswa di Palembang Berjumlah 49 Orang, Walhi Buka Posko Pengaduan


Dugaan penganiayaan

Zenzi merasa hal ini janggal karena merujuk pada keterangan pengemudi becak motor yang membawa korban ke rumah sakit, korban ditemukan di jalanan beraspal. Justru di celananya ditemukan bekas lumpur.

"Untuk cedera yang parah di kepala, kalau jatuh itu tidak mungkin tidak ada kerusakan di motornya. Justru motornya tidak mempunyai kerusakan berarti. ini yang membuat kita menduga sepertinya ini bukan kecelakaan," jelas Zenzi.

Lagipula, lanjut Zenzi, ketika ditemukan barang berharga milik Golfrid raib, termasuk laptop, dompet, ponsel dan cincin yang dia kenakan.

Baca juga: Walhi: Negara Seolah Menyubsidi Pelaku Kejahatan Lingkungan

Pada Sabtu (5/10/2019) silam, Walhi Sumut melaporkan kejadian ini ke kepolisian atas dugaan penganiayaan, namun menurut Zenzi, laporan ini ditolak oleh Polsek Deli Tua yang menganggap penyebab kematian Gilfrid adalah kecelakaan lalu lintas.

Baru pada Minggu (6/10/2019) malam, kasus ini diambil alih oleh Polrestabes Medan untuk memastikan penyebab kematian Golfrid.

Kabid Humas Polda Sumut, Tatan Dirsan Atmaja mengungkapkan, selain menunggu hasil autopsi, kepolisian saat ini sedang mengumpulkan alat-alat bukti, termasuk rekaman CCTV rumah sakit dan lokasi kejadian, serta jejak digital ponsel korban.

"Di samping itu kita juga mengumpulkan berbagai saksi, kemudian membuka percakapan telpon dan melacak percakapan handphone yang dilakukan yang bersangkutan," jelas Tatan.

Baca juga: Walhi Sebut Karhutla Terjadi karena Manusia Tak Mau Beradaptasi dengan Alam


Daftar hitam kekerasan pegiat lingkungan

Salah satu kasus yang ditangani oleh Golfrid adalah kasus perizinan pembukaan kawasan hutan Batang Toru di Tapanuli untuk proyek PLTA Batang Toru yang dikhawatirkan akan mengancam habitat orangutan tapanuli Rivan Awal Lingga/ANTARA Salah satu kasus yang ditangani oleh Golfrid adalah kasus perizinan pembukaan kawasan hutan Batang Toru di Tapanuli untuk proyek PLTA Batang Toru yang dikhawatirkan akan mengancam habitat orangutan tapanuli
Golfrid yang merupakan manajer kajian hukum Walhi Sumut dilaporkan tengah menangani kasus hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup di wilayah Sumatra Utara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com