Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pelajar SD Anak Penjual Kerupuk Jadi Korban Bullying, Takut Sekolah hingga Depresi

Kompas.com - 08/10/2019, 21:50 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - RS, seorang pelajar SD Negeri di wilayah Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mengalami depresi berat setelah diduga menjadi korban perundungan (Bullying) oleh beberapa teman sebangkunya.

Ironis, siswa kelas 6 SD tersebut disebut sebut telah menerima bullying baik verbal dan fisik mulai sejak kelas 4 SD atau dua tahun ini.

Sejak saat itu kondisi psikis bocah berusia dua belas tahun itu mulai tak stabil, tak seperti biasanya. Ia lebih memilih berdiam diri di rumah hingga takut bertemu dengan seseorang.

Ibunda RS, Masrikah (49), menyampaikan, terhitung selama dua tahun ini, keluarganya telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan terapi psikologis terhadap RS.

Terlebih lagi, kondisi perekonomian keluarga yang pas-pasan. Bapak RS, Kasnawi (54) bekerja sebagai buruh bangunan.

Baca juga: Hendi: Tekan Kasus Bullying, Sekolah Harus Jadi Rumah Kedua Bagi Siswa

Meski sudah berkali-kali berobat, sambung dia, sejauh ini kondisi kesehatan mental RS tak kunjung kembali seperti sedia kala.

"Kami berharap pihak sekolah sudi membantu menyokong biaya pengobatan psikis anak saya. Kami sudah habis banyak uang untuk akomodasi dan sebagainya. Kami ini orang tak mampu," tutur penjual kerupuk ini saat ditemui Kompas.com di rumahnya di Kelurahan Wirosari, Kecamatan Wirosari, Grobogan, Selasa (8/10/2019) sore.

Gara-gara memecahkan jam dinding

Dijelaskan Masrikah, persoalan awal hingga berujung anak bungsunya tersebut menjadi korban bullying terjadi pada saat RS duduk di bangku kelas 4 SD.

Ketika itu, saat jam pelajaran kosong, RS dan teman-temannya bermain sepakbola di dalam kelas.

Nahas, saat itu bola yang ditendang RS mengenai jam dinding kelas hingga terjatuh di lantai.

"Jam dinding pecah dan kami belum bisa ganti karena kata pihak sekolah harganya Rp 300 ribu. Sejak saat itu anak saya selalu di-bully. Bahkan pernah disekap di kelas oleh teman-temannya sekelas. Rambutnya dijambak, diludahi, disiram air dan kekerasan lain. Kami sudah konfirmasi ke sekolah, namun respon tak baik. Bahkan suami saya diusir," tutur Masrikah.

Baca juga: Hari Anak Nasional, KPAI Ingatkan Masyarakat Jangan Anggap Remeh Kasus Bullying

Mulai saat itu, kepribadian RS pun berubah drastis. RS tak lagi bersemangat untuk menempa ilmu di sekolah. RS tak mau bersekolah lagi. 

RS juga tak lagi rajin mengaji seperti dulu. Ujung-ujungnya RS sering mengeluh kesakitan pada bagian kepala. Kejanggalan inilah yang membuat pihak keluarga terheran-heran. 

"Awalnya tak mengaku, setelah kami desak RS akhirnya mengaku telah dibully teman-temannya. Sejak saat itu RS sering tak masuk sekolah, apalagi harus periksa kesana kemari. Periksa ke dokter syaraf kepala hingga psikiater.  Kata dokter depresi," ungkap Masrikah sembari menunjukkan bukti surat-surat pemeriksaan medis RS.

"Kalau sakit kepala akibat dijambak dengan keras. Saat ini kondisi anak saya lumayan membaik, kami bawa ke kiai dan medis. Meski demikian anaknya masih ketakutan untuk sekolah." 

Baca juga: Polres Sumedang Ajak Pelajar Jauhi Bullying dan Tidak Terpancing Kabar Hoaks

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com