Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Pengungsi Gempa di Seram Barat, Mau Dapat Bantuan Harus Angkat Parang...

Kompas.com - 07/10/2019, 21:30 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

AMBON, KOMPAS.com - Ribuan pengungsi korban gempa yang  tersebar di sejumlah lokasi pengungsian di pedalaman hutan Kecamatan Inamosul, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku hanya bisa pasrah di lokasi pengungsian.

Meski sudah hampir dua pekan mengungsi pascagempa berkekuatan 6,8 magnitudo mengguncang wilayah tersebut, namun bantuan untuk pengungsi di wilayah itu masih sangat minim, bahkan banyak pengungsi yang sama sekali belum menerima bantuan apapun.

Kondisi mereka sangat memprihatinkan lantaran. Selain tak mendapatkan bantuan, banyak pengungsi yang kini mulai terserang berbagai macam penyakit seperti ISPA, demam, pilek, kurang darah hingga diare.

Ironisnya lantaran tersebar di gunung-gunung dan hutan yang jauh dari perkampungan mereka sulit dijangkau tim medis.

Baca juga: Susahnya Korban Gempa di Seram Barat, Sakit-sakitan, Tidur Beralaskan Tanah

“Kita warga Inamosul yang mengungsi akibat gempa seperti hidup di zaman batu,”kata Ely salah satu warga kilometer 9 saat ditemui Kompas.com di Kairatu, Seram Bagian Barat, Minggu (6/10/2019).

Mengungsi di hutan dan pegunungan karena trauma

Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Seram Bagian Barat, di kecamatan Inamosul ada puluhan rumah warga yang mengalami kerusakan parah dan sedang termasuk juga gedung gereja yang berlokasi di kilometer 9.

Menurut Ely sampai saat ini warga yang rumah-rumahnya rusak memilih mengungsi ke hutan-hutan dan pegunungan karena mereka masih merasa trauma dan terus merasakan adanya gempa susulan yang terus terjadi.

Minimnya bantuan kepada para pengungsi di kecamatan itu membuat warga terpaksa mengandalkan hasil kebun untuk kebutuhan makan selama berada di lokasi pengungsian.

Sementara untuk pengungsi yang sakit dan ibu hamil hanya bisa pasrah karena tidak ada obat-obatanan dan asupan gizi untuk ibu hamil.

Baca juga: 11 Hari Mengungsi, Korban Gempa di Seram Barat Masih Tidur Beralaskan Tanah

“Sampai hari ini katong (kita) yang agak dekat hanya dapat 2 kg beras dan dua bungkus Supermie, yang mengungsi jauh dari kampung itu belum dapat sama sekali,”ujarnya.

Pengungsi lain, David Pattipawae mengatakan untuk mendapatkan kebutuhan bayi dan juga kebutuhan lainnya di pengungsian, warga harus turun gunung dan menempuh perjalanan lebih dari 20 km menuju Kairatu dan Desa Waimital untuk sekedar membeli kebutuhan tersebut.

Dia mengaku ada banyak relawan yang ikut menyalurkan bantuan, namun sayang bantuan itu hanya disalurkan ke lokasi pengungsian yang berada dekat dengan akses jalan raya.

Sementara mereka yang mengungsi di wilayah pegunungan sama sekali tidak tersentuh bantuan.

“Tapi seng (tidak) apa-apa katong (kita) dari dulu juga seng pernah diperhatikan pemerintah daerah, katong pasrah saja, kalaupun dong (mereka) mau membantu, katong terima kalau seng jua (juga) seng apa-apa,”ujarnya.

Baca juga: 4 Ibu Hamil Melahirkan Bayi di Lokasi Pengungsian Gempa di Seram Barat

Tersebar di hutan, pakai tenda darurat

David mengaku pengungsi yang tersebar di hutan-hutan wilayah tersbut mendirikan tenda-tenda darurat yang dibeli dengan uang sendiri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com