Menurut Parlin, cita rasa dan resep baksonya tidak jauh berbeda dengan Bakso Pak Dhi milik Pardi.
Sebab, kata dia, sejak awal merintis memang sang kakak yang mengajarinya cara membuat bakso.
Dari situ pula, Parlin kemudian bisa hidup secara mandiri dan tidak lagi bergantung dengan Pardi.
"Dulu yang ngajarin saya bikin bakso, ya Pak Dhi. Jadi semua resepnya dari Pak Dhi. Jadi cita rasanya sama," kata dia.
Sebelum berjualan bakso, ia sering mencangkul sawah di kampung halamannya di Sragen, Jawa Tengah.
Kemudian, Parlin diajak untuk merantau ke Surabaya oleh Pardi tahun 1980-an. Menurut Parlin, Pardi yang mengajarinya berjualan.
"Saya di kampung masih nyangkul terus diajak ke sini diajarin jualan. Saya dibikinin rombong pakai sepeda ontel yang digonceng di belakang itu," ujar dia.
"Jadi kayak tukang sayur begitu rombongnya dan keliling-keliling di perumahan situ (perumahan dosen ITS). Kalau siang ke sini (ITS). Nanti kalau enggak habis keliling lagi, sampai tahun 1997," ujar dia.
Berjualan di ITS
Sejak tahun 1997 hingga saat ini, Bakso Pak Parlin menjadi langganan mahasiswa hampir di semua jurusan.
Letak kantin yang berada di tengah-tengah kampus, membuat mahasiswa semua jurusan di ITS memilih makan bakso Pak Parlin.
"Mahasiswa selalu ramai ke sini. Tapi, kalau libur memang agak sepi, tapi saya tetap jualan karena masih ada yang beli. Termasuk alumni-alumni masih cari saya, sampai sekarang pun kadang-kadang masih kangen katanya. Kangen baksonya Pak Parlin," ujar dia.
Semenjak jualan bakso menetap di ITS, ia membebaskan para pembeli untuk mengambil makanan sendiri.
Parlin juga menuliskan harga pentol, tahu goreng, siomai, gorengan hingga lontong, di samping gerobak baksonya.
Baca juga: Bakso Pak Dhi, Makanan Legendaris Mahasiswa dan Alumni ITS
Harga pentol kecil Rp 1.000 rupiah, pentol besar puyuh Rp 2.000, pentol besar kasar Rp 2.000, pentol besar keju Rp 2.000, tahu goreng, siomai, dan gorengan Rp 5.000, serta lontong atau ketupat Rp 2.000.
Namun, karena mahasiswa sudah mengetahui harga macam-macam pentol dan turunannya, papan harga kemudian tidak lagi dipasang.
"Kadang-kadang setelah membayar, mahasiswa ambil kembalian sendiri. Karena kadang saya repot cuci piring, jadi tak suruh ambil kembalian sendiri, sudah saya siapin," kata Parlin.
Ia mengaku, tidak khawatir ada yang berbuat curang, karena ia berjualan dengan ikhlas dan tidak memiliki prasangka buruk terhadap para pembeli.
"Ya, mungkin ada yang lupa satu dua orang ya, tapi sudah wajar. Namanya orang itu enggak ada yang sempurna. Bagi saya ikhlas saja," tutur Parlin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.