Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Bantu Rosma, Bocah Lumpuh yang Ditelantarkan Ibu Kandung

Kompas.com - 07/10/2019, 11:23 WIB
Robertus Belarminus

Editor

KOMPAS.com - Suara tangisan anak kecil yang menyayat hati kerap terdengar kala warga melintasi rumah kecil berukuran 7x7 meter di Desa Nglobar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Itu adalah suara tangisan Rosma, anak perempuan berusia 10 tahun penderita lumpuh. Rosma tercatat mengalami kelainan sejak lahir. Tubuhnya kaku dan tak bisa bergerak.

KOMPAS.com menggalang dana untuk membantu adik Rosma. Sisihkan sebagian rezeki kita untuk membantu sesama, klik di sini untuk donasi melalui Kitabisa.com.

Bahkan, Rosma yang seharusnya sudah duduk di bangku kelas IV SD itu pertumbuhan fisiknya sangat lambat.

Panjang tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki hanya seukuran lima jengkal orang dewasa.

Baca juga: Derita Rosma, Bocah Penderita Lumpuh yang Ditelantarkan Ibu Kandung

Sekujur tubuhnya pun kurus kering kerontang. Ia tak seberuntung bocah sebayanya yang bisa berbicara, bermain, dan belajar.

Setiap hari, gadis mungil itu hanya bisa terbaring lemas di atas kasur. Tatapannya nampak kosong melihat bagian atap rumah tak berplafon itu.

Sesekali, Rosma pun merengek kencang, tak jelas apakah itu yang diinginkannya.
Entah karena kesakitan dengan penyakit yang bersarang di tubuhnya ataukah ada penyebab lain.

Nenek Rosma, Mbah Rani (75), pun hingga saat ini tak paham.

Terkadang, tangis Rosma berhenti ketika neneknya itu menggendongnya untuk beberapa saat.

Selama ini, Mbah Rani tinggal sebatang kara merawat Rosma di kediamannya yang jauh dari kesan mewah itu.

Konstruksi bangunan rumah Mbah Rani sudah reot atau aus dimakan usia.
Dindingnya hanya berupa anyaman bambu yang telah rapuh dan berlubang di mana-mana.

Pun demikian dengan beberapa kayu penyangga rumah yang sudah keropos.
Rumah Mbah Rani tidak berlantai keramik, tapi tanah liat.

Miris, bahkan Mbah Rani tak memiliki kamar mandi dan WC.

Di depan rumah, hanya ada bilik kecil tanpa atap beranyamkan bambu yang di dalamnya diletakkan ember, yang dianggapnya sebagai kamar mandi.

Dibuang ibunya

Di usianya yang sudah renta, Mbah Rani yang semestinya lebih banyak meluangkan waktu untuk beristirahat justru harus menanggung beban berat.

Mbah Rani begitu tulus dan ikhlas merawat Rosma meski tanpa ada campur tangan dari orangtuanya.

Tangan keriput itu begitu berhati-hati dan pelan mengusap dahi Rosma yang berkeringat karena cuaca panas.

"Bagaimanapun ini cucu kandung saya, sudah seperti anak sendiri. Saya itu kadang tak kuasa menangis melihat nasib Rosma," ujar Mbah Rani.

Ayah Rosma, Rustomo, sudah lima tahun ini meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya.

Sementara ibunda Rosma, Sumarni, kabur begitu saja meninggalkan anak kandungnya tersebut.

Sesuai dengan penuturan Mbah Rani, semula, saat Rosma berumur dua tahun, Sumarni datang dari Serang, Banten, bermaksud hendak silaturahim berkunjung ke rumah Mbah Rani, mertuanya itu.

Saat itu, tanpa sepengetahuan suaminya, Rustomo, Sumarni datang sendirian membawa Rosma dengan menumpang angkutan umum.

"Namun, baru beberapa jam datang, Sumarni tiba-tiba pamitan mau keluar sebentar. Saat itu saya percaya saja. Namun, Sumarni tak juga kembali hingga delapan tahun ini. Tidak ada kabar juga sampai saat ini. Kirim uang juga tidak pernah. Malah saya dapat kabar dari tetangga di Serang jika anak saya, Rustomo, masuk rumah sakit dan meninggal dunia lima tahun lalu," kata Mbah Rani.

Mbah Rani memiliki empat anak yang kesemuanya sudah berkeluarga.

Anak keduanya adalah Rustomo yang tak lain adalah ayah dari Rosma.

Sejak remaja, Rustomo yang lulusan SD itu sudah merantau ke Serang, Banten, sebagai buruh bangunan.

Di perantauannya itu, Rustomo menikahi Sumarni warga setempat dan dikaruniai tiga anak termasuk si bungsu, Rosma.

"Dua anaknya normal dan satu anaknya cacat. Ibunya Rosma itu perangainya jahat. Bahasa kasarnya, Rosma itu dibuang dan tidak dikehendaki. Rustomo, anak saya, dulunya marah saat mengetahui Rosma ditinggal begitu saja di sini. Kan dia tak tahu kelakuan istrinya. Namun, belum sempat diambil sudah keburu meninggal dunia. Kini ibunya Rosma sudah menghilang jejak dan tak bisa dihubungi," kata dia.

Baca juga: Miris,19 Siswa SMK Ini Gagal Kuliah karena Ditelantarkan Sekolah

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Mbah Rani mengandalkan hidup dari bertani.

Ia menggarap lahan sawah kecil peninggalan suaminya tak jauh dari rumahnya.

Rutinitas itulah yang membuat Rosma terpaksa ditinggal di rumah sendiri untuk beberapa jam. Mbah Rani beranjak ke sawah saat subuh hingga pagi.

"Mau gimana lagi, saya harus bekerja ke sawah. Cucu saya sudah biasa saya tinggal. Pulangnya saya gendong dan saya suapin makan. Rosma itu makannya yang lembut. Seperti nasi dan tahu. Sehari tiga kali makannya," kata Mbah Rani.

Kompas.com membuka donasi untuk adik Rosma melalui kitabisa.com.

Penggalangan dana dibuka sejak Minggu (6/10/2019) yang akan berlangsung selama 30 hari ke depan.

Mari sisihkan sebagian rezeki kita untuk membantu meringankan beban Nenek dalam merawat Rosma yang lumpuh, klik di sini untuk donasi.

(KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO)

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com