Dimulai saat ia tidak menyelesaikan sekolahnya di SMKN 10 Bandung. Saat itu ia memilih keluar karena merasa tidak kuat.
Rupanya, keluar dari SMK tidak membuatnya gampang diterima sekolah lain. Berkali-kali ia ditolak saat memutuskan melanjutkan sekolah. Hingga akhirnya ia mengikuti ujian paket C.
Lulus paket C, ia membantu usaha orangtuanya sebagai distributor oleh-oleh Bandung. Beberapa tahun kemudian, usaha orangtua bangkrut, berbarengan dengan meninggalnya sang ibu.
Ia kemudian bekerja di perusahaan legulator gas dengan gaji Rp 15 juta. Namun karena jiwa bisnisnya sudah terbangun sejak kecil, ia merasa tidak betah jadi karyawan.
Doni memutuskan untuk berhenti kerja dan ditentang oleh keluarganya. Apalagi saat itu, Doni menjadi tulang punggung keluarga. Ia harus menghidupi enam orang, yakni orangtua, istri, dan adik-adiknya.
Dengan uang Rp 500.000, ia kemudian membuka bisnis mi setan di atas gerobak tak jauh dari rumahnya. Dibantu satu orang pegawai, sehari ia hanya bisa menjual 10 porsi.
“Bawa uang ke rumah Rp 10.000 per hari,” ucap Doni.
Melihat itu, keluarganya terguncang. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, ia menguras tabungan, meminjam ke mertua, hingga terjebak pinjaman rentenir.
Meski demikian ia tetap bertahan. Doni terus berinovasi mengembangkan produk, pemasaran, dan lainnya.
Hingga akhirnya ia bisa endorse, jualan online, hingga bekerja sama dengan Go Food dan Grab Food.