“Kami mempunyai tim mitra desa yang memang berasal dan bekerja di desa-desa dengan tingkat konflik manusia-orangutan yang tinggi” ujarnya.
Dia melanjutkan, dengan kemitraan seperti ini, orangutan masih bisa diselamatkan, dan tidak diapa-apakan oleh para masyarakat. Tetapi karena hutan di sekitar kebun sudah terbakar, jadi tidak ada alternatif lain, dan orangutan ini harus ditangkap dan ditranslokasikan ke hutan yang aman.
Jika kondisi lahan tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan mitigasi, tim penyelamat orangután harus diterjunkan untuk melakukan proses evakuasi dan translokasi.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor mengatakan, penyelesaian konflik satwa dan manusia memerlukan kebijakan dan langkah yang lebih bersifat komprehensif dan berjangka panjang.
Penyelamatan dalam bentuk rescue atau pun relokasi tidak menjawab kebutuhan jangka panjang penyelamatan satwa liar.
"Untuk itu, pemerintah bersama para mitra dan masyarakat harus lebih berani berdialog merumuskan langkah nyata di lapangan yang mampu menjawab permaslaahan konflik satwa dan manusia," ucapnya.
Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez menambahkan, mereka sangat membutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari masyarakat untuk memastikan bahwa orangutan yang masuk di kebun atau di areal manusia, tidak diganggu, tidak disakiti dan tidak diburuh.
Menurut dia, bukan hanya karena ada undang-undangnya, tetapi karena kita juga harus memahami bahwa orangutan sedang mengalami ancaman yang cukup besar, dan habitatnya semakin berkurang.
"Kami sangat apresiasi kerjasama dari Tim Mitra serta masyarakat setempat yang segera melaporkan keberadaan orangutan ini," tutupnya.
Baca juga: Kisah Bara dan Arang, Orangutan di Atas Pohon di Lahan Terbakar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.