KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menyepakati pengesahan sejumlah qanun, Jumat malam (27/9/2019), termasuk pengelolaan satwa liar, dengan hukuman tembak di tempat untuk pemburu yang melawan, langkah yang menurut pakar hukum menyalahi prosedur.
Ketua Komisi II, DPR Aceh Nurzahri, yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan mengatakan pengesahan menjelang tengah malam termasuk "tembak di tempat" yang akan dilakukan melalui "prosedur apabila pemburu melakukan perlawanan dan menggunakan senjata api."
Baca juga: Polisi di Aceh Tengah Berselawat untuk Hadapi Demonstran
Nurzahri mengatakan hukuman tembak di tempat untuk pemburu liar dilakukan dengan mempersenjatai polisi kehutanan, dengan pengaturan tentang penggunaan senjata api di bawah mekanisme dan sesuai peraturan kepolisian.
"Jumlah polhut 30 orang, pamhut (satuan pengamanan hutan) di kita 1000 orang, dengan jumlah yang sedikit maka akan sangat butuh senjata api dalam perlindungan," kata Nurzahri.
Nurzahri mengatakan qanun pengelolaan satwa liar ini akan efektif mulai berlaku sejak Januari 2020 untuk mendengar akan ada masukan dan revisi dari kementerian dalam negeri.
Baca juga: Cerita Puluhan Siswa Ditolak Bergabung Saat Demo Mahasiswa di Aceh
Selain tembak di tempat, qanun pengelolaan satwa liar ini juga mencantumkan hukuman cambuk untuk para pelaku sebanyak 100 kali cambukan serta untuk pejabat yang lalai dalam mengurus permasalah satwa dan lingkungan dan menyebabkan kematian satwa.
Dalam sidang ini, semua faksi menyepakati qanun terkait satwa liar ini dengan latar belakang keprihatinan anggota dewan yang mencatat maraknya perburuan gajah dan satwa liar lain.
Alasan di balik disahkannya qanun ini yang diangkat DPRA termasuk data sejak 2012 dengan ditemukannya "45 ekor gajah yang mati tanpa gading" serta maraknya perdagangan satwa," lapor Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: Penipuan Online Marak di Aceh, Polisi Terima Laporan 10 Kasus
Pegiat dari World Wide Fund for Nature (WWF) Aceh, Dede Suhendra, mengatakan pemberlakuan dan pengesahan qanun ini dapat memberikan efek jera bagi para pemburu satwa sehingga menjaga keberlansungan satwa dan hutan di Provinsi Aceh.
"Efektifnya sosialiasi yang harus dilakukan secara terus menerus, jadi dari sejak pengesahan sampai qanun ini berlaku PR besarnya ialah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar mereka tau," kata Dede Suhendra, Manager Lansekap Northern Sumatera WWF Indonesia
.
Dede menambahkan, pemberlakuan qanun pengelolaan satwa liar juga harus mengatur regulasi yang lebih jelas tentang tupoksi antara penegak hukum dengan polisi hutan serta diskusi khusus karena tidak mudah pemberlakuan untuk sangsi tembak ditempat serta mempersenjatai polhut.
Baca juga: DPR Aceh Sepakat dengan Mahasiswa Tolak UU KPK Baru
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.