Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suratmo, Penjual Angkringan yang Bayar Sekolah Anaknya dengan Uang Koin

Kompas.com - 29/09/2019, 10:04 WIB
Wijaya Kusuma,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Siang itu, sebuah warung angkringan di depan Asrama Putra Nurul Ummah, Prenggan Utara, Kotagede, Kota Yogyakarta, terlihat ramai. Anak-anak datang untuk membeli minum dingin karena cuaca siang itu begitu terik.

Tak hanya itu, beberapa anak juga membeli makan maupun cemilan. Tampak dua orang pria dan perempuan mengenakan kaos, sibuk melayani anak-anak tersebut. Dengan ramah dan sabar, keduanya melayani satu per satu pesanan.

Pria ini adalah Suratmo (67) dan istrinya, Wartinah (52). Pasangan suami istri ini sudah cukup lama berjualan angkringan di depan rumahnya.

Berjualan angkringan inilah satu-satunya sumber pendapatan bagi pasangan suami istri ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasangan suami istri ini dianugerahi tiga orang anak.

Baca juga: Viral, Warga Beli Motor Honda CRF Pakai Uang Koin Rp 1.000 Hasil Tabungan Anak

Dua anaknya saat ini sudah lulus sekolah dan bekerja. Sementara anak nomor tiga masih sekolah di SMK Negeri di Yogyakarta.

Pendapatan dari warung angkringan yang tidak menentu, membuat Suratmo harus mempunyai cara untuk bisa membiayai anaknya sekolah. Cara yang dilakukan oleh Suratmo adalah dengan rajin mengumpulkan uang koin.

Bahkan beberapa waktu lalu, dengan uang koin yang dikumpulkannya itu, Suratmo membayar uang sekolah anaknya sebesar Rp 1,2 juta.

Suratmo menceritakan awalnya, ia bekerja di pembuat kancing anting-anting. Sembari bekerja itu, ia juga berjualan gorengan di pinggir Lapangan Karang, Kotagede, Kota Yogyakarta.

"Terus kan ada krismon (krisis moneter) itu, terus sepi order yang kancing suweng (anting-anting)," ujar Suratmo saat ditemui di warung angkringanya, di Prenggan Utara, Kotagede, Kota Yogyakarta, Jumat (27/09/2019).

Suratmo lantas memutuskan untuk berjualan bubur dan nasi di depan rumahnya. Hal itu dilakukannya seiring dengan lahirnya anak ketiga. Sementara saat itu, anak pertamanya masih duduk di SMK dan anak kedua SMP.

"Anak pertama (lahir tahun) 84, anak kedua 88 anak ketiga itu 2001," ungkapnya.

Penghasilanya berjualan bubur dan nasi yang tidak menentu membuat Suratmo ikut bekerja sebagai tukang bangunan. Saat menjadi tukang bangunan itu, ia kepikiran untuk membuka warung angkringan.

Uang hasil bekerja sebagai tukang bangunan itulah yang digunakannya sebagai modal awal membuka angkringan.

"Saya beberapa hari jadi tukang itu dapat uang Rp 20.000. Terus saya bilang ke istri, tolong ke pasar beli bahan-bahan, nanti sore saya mau buka angkringan," urainya.

Keterbatasan ekonomi membuat Suratmo harus berpikir panjang ke depan. Terutama untuk kelangsungan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com