Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Sanksi Menristekdikti bagi Rektor dan Dosen Gerakan Demo Dinilai Mirip Orba

Kompas.com - 27/09/2019, 18:50 WIB
Zakarias Demon Daton,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com - Ancaman sanksi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir bagi rektor dan dosen yang menggerakan aksi mahasiswa mendapat penolakan sejumlah dosen di Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai, pernyataan Menristekdikti adalah politik birokrasi yang meredam gelombang unjuk rasa mahasiswa, termasuk dosen dan civitas akademika lainnya.

"Ini mirip gaya Orde Baru (Orba) ketika menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) di kampus-kampus," kata dia, melalui rilis resmi yang diterima Kompas.com, di Samarinda, Jumat (27/9/2019).

Baca juga: 100 Polwan Berjilbab Putih Hadapi Demo Mahasiswa di Medan

Dosen Fakultas Hukum Unmul ini mengatakan, ancaman tersebut adalah pembatasan hak yang melanggar hak konstitusional setiap warga negara, untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945.

"Tugas Presiden dan Menristekdikti seharusnya menjamin agar kebebasan tersebut terpenuhi dengan baik, bukan malah membatasinya," ujar dia.

Ancaman pembatasan tersebut, lanjut dia, bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan akademik yang diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Di situ secara lugas menyebutkan bahwa kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.

"Pembatasan kebebasan akademik itu menandakan demokrasi kampus sedang terdesak mundur, di mana kritik hendak dibungkam dengan cara-cara otoriter. Ini menandakan negara telah gagar membangun tradisi berpikir kritis di kampus," terang dia.

Seharusnya, kata dia, unjuk rasa mahasiswa dan sivitas akademika lainnya, menolak apapun kebijakan pemerintah harus dilindungi dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh ada pembatasan dan intimidasi.

"Ketika upaya-upaya intimidatif terus dijadikan pilihan kebijakan oleh negara, maka niscaya embrio otoritarian akan terus berkembang dan jadi benalu bagi keberlangsungan demokrasi kita," ujar dia.

Baca juga: Demo Mahasiswa di Surabaya, 2 Siswa SD Ditangkap Bawa Botol Menyerupai Bom Molotov

Diketahui, ancaman sanksi disampaikan Menrestikdik Muh Nasir usai menggelar pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Secara umum, ada dua poin yang disampaikan Nasir. Pertama, Presiden meminta Menristekdikti untuk menghimbau mahasiswa agar tidak turun ke jalan karena akan dibuka ruang dialog.

Kedua, Nasir mengancam akan ada sanksi bagi rektor dan dosen yang tak bisa meredam gerakan mahasiswanya.

Ancaman sanksi berupa surat peringatan pertama maupun kedua. Apabila dalam aksinya menyebabkan kerugian negara dan sebagainya, bisa ditindak hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com