Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Perempuan Penakluk Api: Kami adalah Penjaga Hutan Kalimantan

Kompas.com - 25/09/2019, 12:52 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sumarni dan Sola adalah dua di antara sekian banyak relawan perempuan yang turun ke tengah bara api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan.

Dorongan untuk terjun langsung membantu proses pemadaman itu bersifat naluriah bagi Sumarni Laman.

"Selama ratusan tahun kami menjaga hutan kami, hutan Kalimantan," ujar perempuan berusia 23 tahun itu saat rehat di atas lahan gambut yang hangus di perbatasan Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau, Rabu (18/09).

Baca juga: Hujan Turun, Kabut Asap di Riau Mulai Berkurang

"We are the guardians of the forests (Kami adalah para penjaga hutan)," tambahnya.

Sumarni yang asli suku Dayak memang lahir dan tumbuh di Kalimantan Tengah. Ia tak pernah membayangkan harus menyemprotkan ribuan liter air ke hektare demi hektare lahan yang membara di 'rumah'nya sendiri, demi bisa bernapas lega.

"Banyak banget terjadi kebakaran, jadi untuk membantu memadamkan api, kami juga turun langsung," imbuhnya.

Baca juga: Akhir September, Kepekatan Asap Karhutla di Sumatera Diperkirakan Berkurang Signifikan

We are the guardians of the forests (Kami adalah para penjaga hutan), tambahnya.BBC News Indonesia We are the guardians of the forests (Kami adalah para penjaga hutan), tambahnya.

Seperti Sumarni, Sola Gratia Sihaloho (22) juga tak habis pikir dengan kebakaran hutan dan lahan yang terus menerus terjadi.

Tak lekang dari ingatannya aroma asap dan kabut 'abu' pekat yang menyelimuti kampung halamannya di Ketapang, Kalimantan Barat, sejak bertahun-tahun lalu.

"Setiap tahun tuh pasti ada (kabut asap)," ujar Sola.

Tanda tanya itu tumbuh semakin besar setelah ia menyaksikan sendiri dua rekan kerjanya menjadi korban asap kebakaran hutan dan lahan.

"Teman dan atasan (saya) pernah sakit, sampai ada yang meninggal," imbuhnya.

Baca juga: Kabut Asap Berkurang, Cuaca di Pekanbaru Siang Ini Cerah

 

'Jangan sampai ini kena keluargaku'

Sola mempraktikkan ilmu yang didapatnya dari pelatihan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang ia ikuti sebelum bergabung dengan Tim Cegah Api, kita kan nggak bisa sembarang siram. BBC News Indonesia Sola mempraktikkan ilmu yang didapatnya dari pelatihan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang ia ikuti sebelum bergabung dengan Tim Cegah Api, kita kan nggak bisa sembarang siram.
Sola melintasi lahan gambut gosong dan berlumpur bersama beberapa orang relawan Greenpeace lainnya. Kamis (19/09) pagi itu, timnya mendatangi titik api di kawasan Jembatan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau.

Dengan mengenakan pakaian pemadam kebakaran lengkap, ia melingkarkan gulungan selang air di pundak sambil mengangkat kakinya tinggi-tinggi setiap kali melangkah - menerka mana gambut yang kopong, mana yang cukup padat untuk diinjak.

Baca juga: Cerita Syakila, Balita yang Sakit ISPA Satu Minggu Akibat Terpapar Asap di Padang

Ia masuk semakin dalam ke tengah semak belukar di atas gambut yang kering dan menghitam, ke kawasan dengan asap yang masih membumbung tinggi.

"Kita diajaringimana sih tipe-tipe tipikal gambut, terus gimana cara kita menanggulanginya," tutur Sola. "Kita kan nggak bisa sembarang siram."

Di sana-sini, para petugas dari satuan maupun kelompok lain tengah memadamkan api. Kobarannya memang kerap tak tampak, karena api biasanya membara di bawah permukaan gambut yang kedalamannya sulit ditebak.

Baca juga: Kabut Asap Masih Selimuti Palembang, Jam Kerja ASN Dipangkas

Sola (kiri) bersama sejumlah relawan lain memadamkan api di atas lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (19/09) BBC News Indonesia Sola (kiri) bersama sejumlah relawan lain memadamkan api di atas lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (19/09)

Sebelumnya, Sola dan relawan lain dari lembaga swadaya masyarakat yang berpusat di Belanda itu sudah diberi pelatihan khusus untuk bisa bergabung dengan Tim Cegah Api Karhutla.

"Kita dilatih sama teman-teman dari Rusia, pelatih dari Rusia. Kita diajarin bagaimana teknik (pemadaman)nya," ungkapnya.

Setelah tiba persis beberapa meter dari asap yang mengepul tebal, Sola dan teman-temannya - dibantu sejumlah tentara - mulai memasang dan menyalakan mesin pompa air untuk menyedot air tanah dari sumur galian terdekat.

Baca juga: Hujan Buatan Dinilai Berhasil Atasi Karhutla Kalimantan dan Sumatera

"Tarik selangnya, tarik," teriak salah satu tentara yang suaranya berkejaran dengan bising mesin pompa.

Sola mengambil posisi terdepan. Ia memegang nozzle alias mulut pipa dan mengarahkannya ke area yang ditarget.

"Kita pakai nozzle yang satu arah, alasannya karena efektif di lahan gambut," tuturnya sambil sesekali membenamkan ujung nozzle ke dalam gambut, membiarkan air menerobos sela-sela akar yang saling melilit.

"Kita melakukan pembuburan, di mana pembuburan itu dilakukan untuk mengambil bara yang di bawah. Jadi kita mematikan bara yang di bawah."

Baca juga: Selain Ulah Manusia, BPPT Sebut Penyebab Karhutla Godaan Alam

Sola berdiri di tengah lahan gambut yang terbakar di Pulang Pisau. Tahun 2019 adalah kali ketiganya bergabung dengan Tim Cegah Api Greenpeace untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. BBC News Indonesia Sola berdiri di tengah lahan gambut yang terbakar di Pulang Pisau. Tahun 2019 adalah kali ketiganya bergabung dengan Tim Cegah Api Greenpeace untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan.

Ini adalah tahun ketiga Sola menjadi relawan Tim Cegah Api. Sebelumnya, pada tahun 2017, ia terjun di kampung halamannya, Ketapang, Kalimantan Barat. Tahun 2018, ia terbang ke Pontianak untuk membantu pemadaman.

Bagi Sola, karhutla tahun 2015 merupakan titik baliknya. Pada saat itu, ia menyaksikan teman dan atasannya menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang begitu parah akibat menghirup kabut asap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com