Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kakek 75 Tahun Ikut Padamkan Kebakaran Gunung Slamet, Jalan Kaki 10 Jam dan Makan Sekali Sehari

Kompas.com - 25/09/2019, 06:36 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
Khairina

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Tubuhnya yang renta tak menyurutkan semangat Sumodiharjo (75) untuk bergabung dengan Tim Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Gunung Slamet.

Sebagai warga yang selama ini menggantungkan hidupnya dari alam di sekitar lereng Gunung Slamet, Sumo merasa terpanggil untuk turut membantu memadamkan api. Baginya, hutan adalah rumah kedua.

Rumah Sumo sendiri berada di ujung permukiman Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Rumahnya berbatasan langsung dengan kawasan hutan di kaki Gunung Slamet.

"Saya diberitahu mendadak Sabtu (21/9/2019) pukul 19.00 WIB, diminta jadi penunjuk jalan, tim kedua katanya. Saya langsung mengiyakan saja," kata Sumo saat ditemui selepas mencari rumput di bawah Curug Jenggala, tak jauh dari rumahnya, Selasa (24/9/2019) sore.

Baca juga: Kebakaran Gunung Slamet Meluas, Ganjar Siapkan Water Bombing

Malam itu juga, tepat pada pergantian hari, Minggu (22/9/2019 dini hari, Sumo berangkat bersama 30 orang lain dari unsur TNI, Polri, dan warga lokal menyusuri hutan belantara. Sumo merupakan yang tertua di tim tersebut.

"Saya memutuskan berangkat agar yang muda-muda (dari warga lokal) mau ikut naik juga. Kalau yang muda tidak naik kan tidak pantas, wong yang tua saja berangkat," ujar Sumo.

Selain Sumo, kedua anaknya, Sikun dan Carisun juga turut bergabung dalam tim karhutla yang lain. Bahkan Carisun naik hingga dua kali.

Tak banyak waktu yang dimiliki Sumo untuk persiapan. Dua bungkus nasi, empat botol air mineral, dua bungkus mie instan, tiga bungkus kopi dan empat bungkus rokok menjadi bekal perjalanannya. Senjata tajam menyerupai sabit juga telah di genggaman tangan.

"Saya sampai sekitar pukul 10.00 WIB, perjalanan 10 jam, itu baru sampai Pos 8, belum sampai ke lokasi kebakaran, tapi api sudah kelihatan," tutur Sumo.

Sumo mengungkapkan dari total 31 anggota tim, hanya tujuh orang warga lokal yang berhasil mencapai lokasi, termasuk dirinya.

"Banyak yang saya tinggal, kalau nungguin mereka terlambat. Saya sempat nunggu lama di Pos 2, dari keringatan sampai kedinginan, datang-datang (anggota tim yang lain) langsung tiduran. Waktu saya pulang juga tidak ketemu mereka lagi," kata Sumo.

Sesampainya di lokasi, Sumo bersama rekan-rekannya membuat sekat bakar raksasa. Sumo sendiri membuat sekat bakar dengan lebar 3 meter sepanjang kurang lebih 2 kilometer.

"Hari itu saya kerja cuma makan sekali, saya kan bawa dua bungkus nasi, satu dimakan saat perjalanan malam hari, satunya dimakan paginya. Habis itu cuman minum saja sampai pulang," tutur kakek dengan sembilan cucu ini.

Sumo menceritakan, lahan yang terbakar cukup luas. Lahan tersebut berisi pohon-pohon kering dengan jumlah bermeter-meter kubik dan sebagian pohon-pohon besar serta savana.

"Saya hanya buat sekat, tidak berani memadamkan dengan ranting pohon, karena apinya besar. Kalau kena angin tingginya bisa melebihi saya. Sisa kebakaran diinjak-injak pakai sepatu juga susah sekali padamnya," kata Sumo.

Baca juga: Jatuh Bangun Petugas Padamkan Kebakaran Gunung Slamet, Tulang Retak hingga Kena Hipoksia

Setelah bekerja seharian, Sumo akhirnya dapat bernafas lega setelah tim berikutnya tiba pada petang hari. Sumo bersama rekan-rekan yang lain sekitar pukul 18.00 WIB turun dan tiba di rumah sekitar pukul 23.00 WIB.

"Waktu berangkat tidak terasa capek, yang penting cepat sampai. Setelah sampai, baru membayangkan gimana pulangnya harus melewati tiga punggungan. Pulangnya cepat, seperti lari pokoknya, saya sama anggota yang lain disuruh di tengah, kasihan mungkin," ujar Sumo.

Moro, anak ketiga Sumo mengaku sempat khawatir dengan kondisi fisik bapaknya. Meski hafal medan kawasan hutan, namun Sumo kini sudah berusia lanjut dan anggota tim yang berangkat bersama Sumo usianya jauh di bawahnya.

Sementara itu, Bendahara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita Desa Ketenger, Rasim menurunkan, warga setempat sudah terbiasa naik turun Gunung Slamet.

"Warga sini sudah biasa naik turun gunung, sudah biasa jadi relawan. Kalau ada kebakaran, orang Perhutani pasti minta bantuan ke sini, warga sini semangatnya luar biasa untuk melestarikan alam di sekitar gunung," kata Rasim.

Seperti diketahui, kebakaran hutan Gunung Slamet di wilayah Kabupaten Brebes meluas ke Kabupaten Banyumas sejak Kamis (19/9/2109). Hingga Selasa (23/9/2019) terpantau masih terdapat empat titik api.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com