KOMPAS.com - Kerusuhan di Wamena, Jayawijaya Senin (23/09) menyebabkan setidaknya 17 orang meninggal dan 66 luka-luka akibat "kena bacok, parah, panah" kata Komandan Kodim Jayawijaya Candra Dianto.
Candra mengatakan pencarian korban akan dilanjutkan Selasa (24/09) di tengah sejumlah rumah dan ruko yang terbakar.
Dari korban meninggal yang sudah diidentifikasi, satu orang dari masyarakat setempat dan selebihnya masyarakat "pendatang yang saat ini berada di RSUD Wamena."
Baca juga: Saat Kerusuhan Wamena, Aparat Sempat Kontak Senjata dengan KKB
"Besok kita akan lanjutkan pencarian korban karena ada beberapa ruko dan rumah yang hangus terbakar yang belum lakukan pemeriksaan. Sehingga besok kita akan maksimalkan dan malam ini juga akan melaksanakan patroli gabungan," kata Letkol Infantri Candra Dianto dalam keterangan tertulis.
Tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, sebelumnya mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa aksi pembakaran berlangsung di kantor bupati, kantor PLN, dan sejumlah ruko.
"Jadi tadi kantor bagian keuangan di kantor bupati dibakar, PLN juga dibakar. Dan beberapa kios kecil di pinggir rumah jalan, itu dibakar," kata tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, melalui sambungan telepon kepada BBC Indonesia, Senin (23/9/2019).
Baca juga: Wamena Papua Lumpuh, Masyarakat Lebih Memilih Mengungsi
Namun, Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menegaskan aksi unjuk rasa di Wamena sudah dilokalisir oleh personel Brimob yang diperbantukan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Unjuk rasa itu sudah dilokasir oleh Brimob, kemudian Bupati Jayawijaya juga sudah mendekati mereka (pendemo) supaya tidak lagi lakukan tindakan anarkis," katanya.
Jhon Djonga--sapaan Yohannes Djonga--mengatakan aksi ini dipicu oleh pernyataan rasial dari seorang guru kepada seorang siswa di SMA PGRI, Sabtu (21/9/2019). Karena tidak terima, siswa di SMA PGRI kemudian berencana untuk berunjuk rasa Senin (23/9/2019).
Baca juga: 7 Fakta Rusuh di Wamena: Hoaks, Korban Jiwa, hingga Dugaan Disusupi KNPB
Menurut keterangan Jhon Djonga, aksi ini juga melibatkan hampir seluruh siswa di SMA Wamena lantaran para siswa SMA PGRI mendatangi sekolah-sekolah lain dan mengajak seluruh pelajar untuk berdemonstrasi.
"Mereka (rencana awal) ke kantor polisi, ke polres, tapi kemudian karena tidak teroganisir ada yang ke polres ada yang ke kantor bupati," tambah Jhon Djonga.
Baca juga: Korban Tewas Kerusuhan Wamena Bertambah Jadi 21 Orang
Tetapi Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menyebutkan bahwa insiden rasial di SMA PGRI adalah isu hoaks dan membantah kerusuhan ini akibat insiden rasial.
Ia menyebut keributan yang terjadi di Wamena karena tawuran antar pelajar.
"Pada Minggu lalu ada isu bahwa ada seorang guru mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas melakukan aksi demonstrasi atau unjuk rasa pagi tadi," kata Rudolf di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/9/2019), kepada kantor berita Antara.
"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan dia katakan tidak pernah keluarkan kata-kata atau kalimat rasis, itu sudah kita pastikan," lanjutnya.
Baca juga: Fakta Lengkap Kerusuhan di Wamena, 21 Warga Tewas hingga 1.500 Mengungsi
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan kepada wartawan bahwa situasi "sedang ditangani oleh aparat polri dan TNI untuk meredam dan mitigasi agar tidak meluas tindakan anarkis oleh massa."
Menurutnya, "saat ini masih dapat dikendalikan oleh aparat keamanan".
Kericuhan ini menyebabkan operasional Bandara Wamena, Senin (23/9) dihentikan sementara, kata Kepala Bandara Wamena Joko Harjani kepada Antara.
Baca juga: Dandim Jayawijaya: Demo Anarkistis Pelajar SMA di Wamena Disusupi KNPB
Penghentian operasional bandara dilakukan sekitar pukul 10.30 WIT dengan menerbangkan tiga pesawat cargo yang sebelumnya berada di Bandara Wamena.
"Saat ini sudah tidak ada pesawat di bandara," kata Joko seraya menambahkan, bandara akan dibuka bila ada permintaan dari pihak kepolisian atau militer.
Bandara Wamena yang terletak di Lembah Baliem setiap hari melayani 120 penerbangan dari dan ke Wamena. Tingginya aktivitas penerbangan itu disebabkan Wamena menjadi pintu masuk ke beberapa kota dan kampung di Kawasan Pegunungan Tengah, kata Joko Harjani.
Baca juga: Rusuh di Wamena, Pemerintah Batasi Akses Internet