Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Aksi #GejayanMemanggil, Ada Masalah Serius di Republik Ini

Kompas.com - 23/09/2019, 21:12 WIB
Wijaya Kusuma,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Para mahasiswa juga menyoroti tentang kebakaran hutan yang terjadi di beberapa daerah.

Negara harus mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.

"Kita di Yogya memang tidak merasakan kebakaran hutan, tetapi sebagai sebuah bangsa, sebagai saudara se tanah air, kami harus melakukan sesuatu untuk saudara-saudara di Kalimantan, di Sumatera yang mengalami kebakaran hutan," ujar dia.

Diungkapkanya, para mahasiswa selalu mempunyai harapan untuk Indonesia yang lebih baik.

Harapan itulah yang membuat para mahasiswa dan masyarakat sipil berkumpul di Simpang Tiga Kolombo.

"Apakah kebijakan akan berubah, apakah keputusan elit politik akan berubah itu mari kita lihat. Tetapi yang paling penting kami berkumpul dengan damai dan tertib, karena kami punya harapan untuk Indonesia," ujar Obet.

Baca juga: UGM dan Universitas Sanata Dharma Tegaskan Tak Dukung Aksi #GejayanMemanggil

Obet menegaskan aksi Aliansi Rakyat Bergerak yang digelar di simpang tiga Kolombo tidak ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Aksi ini murni suara mahasiswa dan masyarakat sipil di Yogyakarta.

"Sangat tidak benar. Aliansi ini tidak ditunggangi kelompok tertentu, sayap kanan maupun sayap kiri, ini murni suara mahasiswa dan masyarakat sipil yang melihat ada masalah di negeri ini," ujar dia.

Koordinator Umum Aliansi Rakyat Bergerak Rico Tude mengatakan, aksi ini bagian dari kegelisahan masyarakat.

"Regulasi-regulasi yang dibuat oleh negara baik legislatif maupun eksekutif, tidak memihak kepentingan rakyat, RKUHP, UU KPK yang disahkan, UU Pertanahan dan mendorong segera disahkan UU PKS," ucap dia.

Para mahasiswa juga mendorong ruang demokrasi yang dibuka seluas-luasnya di Indonesia. Hal itu sebagai jaminan rakyat Indonesia tidak takut bersuara.

Sebab sampai saat ini banyak aktivis-aktivis yang ditangkap, dipenjarakan dan dikriminalisasi karena bersuara.

"Sejatinya kami menganggap, pendapat hanya boleh dilawan dengan pendapat. Ketika pendapat dilawan dengan penjara dan kriminalisasi itu bentuk dari sikap otoriter negara," ujar Rico.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com