Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan bagi Tubuh Manusia?

Kompas.com - 23/09/2019, 14:52 WIB
Agie Permadi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa tempat di Indonesia telah menyedot perhatian publik.

Pasalnya, asap pekat kebakaran ini tak hanya mengganggu aktivitas warga di sekitarnya, tetapi juga sangat berdampak bagi kesehatan warga.

Lalu, seberapa bahaya kabut asap akibat kebakaran hutan bagi tubuh manusia?

Dokter spesialis ahli penyakit dalam subspesialis pernapasan dan paru Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Hendarsyah Suryadinata mengatakan, kebakaran sangat berimbas pada lingkungan dan makhluk hidup di sekitarnya.

Baca juga: Kebakaran Hutan Belum Selesai, Gubernur Sumsel Kunjungan ke Malaysia

Dampak khususnya dirasakan warga sekitar yang terpaksa menghirup asap pekat yang disebabkan kebakaran itu.

Menurut Hendarsyah, terdapat sistem koloid dalam kabut asap ini.

"Sistem koloid itu pencampuran, proses pendiversian dua zat, yang dimaksud asap adalah pencampuran atau proses diversi satu zat pendiversinya adalah gas, sedang zat yang terdiversinya padat," kata Hendarsyah kepada Kompas.com, Senin (23/9/2019).

Hendarsyah mengatakan, semua zat yang terkandung pada asap ini bisa berimbas pada tubuh seseorang.

Namun, hal itu tergantung dari lama paparan dan konsentrasi asap.

"Tentu penduduk yang dekat sumber asap tersebut akan mengalami paparan asap lebih pekat dibanding yang jauh," ujar Hendarsyah.

Hendarsyah mengatakan, sejumlah organ tubuh akan langsung terdampak asap.

Pertama, tubuh bagian luar seperti kulit.

Kemudian, kedua adalah mukosa tubuh yang ada di beberapa tempat di antaranya pada mata dan kelopaknya.

Lalu, mukosa pada sistem hidung, pada bibir, mulut, dan lainnya.

"Kemudian yang lebih bahaya apabila paparan tersebut masuk ke saluran pernapasan melalui hidung ataupun lewat mulut," kata Hendarsyah.

Asap yang molukelnya di atas 10 mikron, akan banyak tertumpuk di daerah tenggorokan.

Adapun yang di bawah 10 mikron bisa masuk sampai saluran napas paling bawah yang disebut dengan alveolus.

Sebelum ke alveolus, asap-asap ini akan memengaruhi sistem pertahanan tubuh.

Ketika daya tahan tubuh lemah, akan merangsang proses peradangan.

Baca juga: Kabut Asap Tutup Keindahan Lanskap Pegunungan dan Danau Laut Tawar

Apabila, asap partikel itu terserap masuk ke alveolus, akan terdeposit ke paru, dan hal itu akan merangsang proses reaksi yang menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh.

Menurut Hendarsyah, seseorang yang mengisap asap kebakaran sama dengan mengisap rokok yang bisa menimbulkan penyakit paru obstruktif kompulsif (PPOK).

Namun, hal itu membutuhkan waktu yang lama untuk menimbulkan kelainan.

"Kalau pada kabut asap ini, paling sering menimbulkan permasalahan pada saluran napas. Itu menimbulkan infeksi," kata dia.

Infeksi saluran pernapasan bisa menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi lemah sehingga lebih mudah terserang virus.

"Karena paparan zat tersebut bisa mencetuskan proses alergi itu. Misal orang yang tadinya tidak memiliki asma justru bisa terkena apabila terpapar asap itu," kata dia.

Sebagai upaya penanggulangan, sumber asap itu harus dihentikan sehingga tidak terhirup warga.

Selain itu, perlu proteksi diri dengan mengurangi interaksi atau aktivitas di luar ruangan, dan menggunakan alat pemurni udara atau air purifier.

Selain itu, menggunakan masker yang direkomendasikan seperti masker N95.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com