Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Lengkap Dokter soal Bayi 4 Bulan Diduga Meninggal karena Asap Karhutla

Kompas.com - 17/09/2019, 15:26 WIB
Aji YK Putra,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Ar-Rasyid Palembang Toni Siguntang mengatakan, hasil diagnosis penyebab bayi berumur empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal, karena mengalami radang paru-paru serta radang selaput otak.

“Kecurigaan kita meninggalnya pasien itu akibat peradangan selaput otak. Apakah penyebabnya karena kabut asap, kita tidak tahu,” kata Toni, Selasa (17/9/2019).

Diuraikan Toni, anak dari pasangan Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) yang merupakan warga Desa Talang Bulung, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, itu pertama kali datang ke RSI Ar-Rasyid Palembang pada Minggu (15/9/2019) sekitar pukul 11.50WIB.

Bayi itu langsung masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Ketika itu, kondisi kesadaran Elsa terus menurun. Bayi itu pun diketahui mengalami demam dan batuk pilek sejak sepekan sebelumnya.

"Saat dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang di IGD, terdapat napas cuping hidung dan terdengar suara bronchi di daerah paru-parunya. Itu menunjukkan adanya infeksi saluran pernapasan bawah. Dari laboratorium menunjukkan tanda-tanda infeksi. Leukosit (sel darah putih)-nya tinggi,” jelas Toni.

Baca juga: Sebanyak 1.704 Warga Batam Menderita ISPA Akibat Kebakaran Hutan di Riau

Tim dokter sempat melakukan tindakan awal dengan memberikan oksigen serta antibiotik serta melaporkan kondisi Elsa ke dokter spesialis anak.

Elsa sempat disarankan oleh dokter anak untuk segera dirujuk ke RSUP dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Namun, sistem informasi rujukan terintegrasi (sisrute) online menujukkan kondisi ruang pediatric intensive care unit (PICU) penuh sehingga harus menunggu.

Elsa pun dirawat di bangsal anak sembari menunggu rujukan. Kemudian pada pukul 17.45, saat dokter spesialis anak memeriksa Elsa, kondisi kesadarannya terus menurun.

Dokter akhirnya meningkatkan dosis oksigen, antibiotik, serta pemberian steroid sembari persiapan merujuk ke RSMH.

Akan tetapi sekitar pukul 18.40, denyut jantung bayi Elsa tidak terdengar dan dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh dokter jaga.

“RJP yang diberikan tidak direspons pasien hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia oleh dokter jaga, disaksikan oleh perawat ruang rawat inap,” ujar jelasnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Anak RSI Ar-Rasyid Azwar Aruf mengungkapkan, mereka tidak bisa menyimpulkan penyakit mana yang lebih dominan antara radang selaput otak dan radang paru-paru yang menyebabkan Elsa meninggal.

Menurutnya, proses infeksi kedua penyakit tersebut, bisa saling menyebabkan dan memperberat sehingga memberikan dampak komplikasi serta menyebabkan bayi Elsa meninggal.

“Faktor pemicu pneumonia banyak, bisa ketularan batuk pilek dari lingkungan, orang terdekat atau paling pumum enyebabnya dari bakteri saluran pernapasan. Kabut asap saya tidak mendapatkan informasi mengenai faktor lingkungannya," ujarnya.

Cuma dilihat dari sudah demam satu minggu, batuk pilek, kemudian pemeriksaan fisiknya ada radang paru-paru. Hasil laboratorium leukosit meningkat ini cenderungnya ke arah infeksi bakteri,” jelas Azwar.

Akan tetapi, Azwar memastikan infeksi di paru-paru maupun selaput otak tersebut menyebar karena faktor eksternal dan bukan karena penyakit bawaan lahir.

“Kabut asap bisa jadi faktor resiko, tapi bukan penyebab utama. Kabut asap bisa memperparah infeksi, tapi tidak bisa kita pastikan. Kalau infeksinya sudah terlanjur berat juga tanpa kabut asap bisa memburuk. Faktor cuaca kering, dan banyak lainnya. Istilah ISPA itu kurang spesifik,” jelas Azwar.

Baca juga: Bayi Meninggal Diduga Terkena ISPA, Gubernur Sumsel Sarankan Autopsi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com