Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi: 15 Tahun Lalu Kita Berenang di Danau Toba Tenang-tenang Saja, Sekarang...

Kompas.com - 17/09/2019, 12:24 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti prihatin dengan menurunnya kualitas air Danau Toba.

“10 tahun yang lalu, 15 tahun yang lalu, kita berenang di Danau Toba masih tenang-tenang saja. Sekarang katanya banyak orang yang mengingatkan, jangan, karena ada gatal-gatal," kata Susi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (17/9/2019).

Hal itu disampaikan Susi saat melakukan kunjungan kerja di Sumatera Utara, Minggu (15/9/2019).

Dalam kesempatan itu, Menteri Susi Pudjiastuti beserta rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyapa masyarakat di Pantai Pasir Putih, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir.

Kedatangan mereka disambut oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Bupati Toba Samosir Darwin Siagian, Ephorus HKBP Pdt Dr Darwin Lumban Tobing; dan masyarakat sekitar.

Baca juga: Gubernur Maluku Curhat ke Menteri PPN: Ibu Susi Hanya Ngomong, Tak Ada Bukti

Susi mengatakan, pihaknya juga mendengar bahwa kematian ikan dari KJA-KJA di Danau Toba juga sering sekali terjadi.

Hal itu menunjukkan bahwa daya dukung Danau Toba sudah tidak kuat dan tidak bagus lagi.

Penurunan kualitas air Danau Toba tak hanya disebabkan limbah dari kegiatan budidaya ikan, tetapi juga dari peternakan babi dan peternakan ayam yang limbah kotorannya dibuang ke Danau Toba.

Susi mengatakan, pihaknya tak melarang kegiatan industri atau peternakan yang dilakukan masyarakat, namun harus dilakukan dengan tata kelola yang baik dan terukur.

Ia juga mengimbau agar peternakan di sekeliling Danau Toba, rumah tangga masyarakat, dan pelaku pariwisata agar tidak membuang limbah/sampah ke Danau Toba.

“Kalau perlu, aliran-aliran sungai ditutup pakai jaring Pak Bupati supaya plastiknya tidak masuk ke Danau Toba,” kata Susi dalam siara pers yang diterima Kompas.com, Selasa (17/9/2019).

Menteri Susi juga mengingatkan masyarakat agar menjaga kelestarian sumber daya ikan, utamanya ikan-ikan asli (endemik) Danau Toba seperti ikan batak, pora-pora, dan asa-asa. Pasalnya ikan-ikan ini sudah cukup sulit ditemukan. Oleh karena itulah, KKP juga memberikan bantuan restocking ikan endemik ini.

“Ikan-ikan ini harus dikembalikan supaya masyarakat umum di sini, baik orang miskin, orang kaya, menengah, semua bisa makan ikan. Tapi kalau ikannya ikan budidaya yang dijualnya mahal nanti tidak bisa makan masyarakat. Makanya Danau Toba harus direvitalisasi, di-restocking kembali ikan-ikannya,” paparnya.

Dalam tata kelola ini, Menteri Susi menilai, watak orang Batak yang terkenal keras dapat dimanfaatkan dengan baik untuk tujuan yang baik.

Kerasnya watak orang Batak, menurutnya, dapat digunakan untuk memaksa seluruh masyarakar berdisiplin, mengubah sesuatunya menjadi lebih baik dengan lebih cepat.

“Antusiasme masyarakat adalah sebuah modal besar untuk membangun daerahnya, selain APBN, selain CSR dari perusahaan-perusahaan, selain bantuan pemerintah. Enthusiasm, kesemangatan, dan kegembiraan masyarakat itu adalah modal yang paling besar, aset utama dalam menggerakkan rakyatnya membangun daerahnya,” imbuhnya.

Baca juga: Gubernur Maluku: Ibu Susi Harus Paraf Perpres, kalau Pura-pura Tuli ya Terpaksa…

Ia kembali merangkum, PR-PR kecil tadi harus dibereskan, yaitu sampah plastik, polutan air, polutan alam, dan upaya penghijauan.

Menurutnya, hutan alam di sekitar Danau Toba tidak boleh ditebang karena dapat mengakibatkan turunnya air danau.

Jika airnya turun, tak hanya kegiatan budidaya dan penangkapan ikan yang terganggu, tetapi juga aktivitas turbin listrik yang digunakan untuk penerangan masyarakat sekitar.

“Pohon-pohon alam asli di atas 2 meter mestinya dibuat, sudah jangan boleh ditebang tanpa izin. Kalau tidak, nanti semua dibabat, babat, babat, babat. Pembangunan yang tidak mengindahkan daya dukung lingkungan itu tidak akan membuat baik tapi justru akan menghancurkan masyarakat itu sendiri.”

Laut sudah berdaulat, kini pemerintah ingin danau juga lestari dan produktif. Lestari bukan berarti tidak boleh dimanfaatkan, namun pemanfaatannya harus diatur agar sumber ikannya tetap terjaga dan banyak. Tersedia terus menerus demi masa depan generasi saat ini dan generasi selanjutnya.

“Cukup untuk dimakan, cukup untuk diperdagangkan, cukup untuk menjadikan orang Toba sehat dan kaya. Sehat saja tidak punya uang ya tidak bisa apa-apa. Bosan hidup. Punya uang banyak tapi tidak sehat juga tidak nikmatnya. Kalau kita tidak jaga lestari lingkungannya yaitu salah satunya pasti tidak jalan. Kaya tidak sehat, sehat tidak kaya, tidak nikmat itu dua-duanya. Yang nikmat itu adalah sehat dan kaya, bisa bergembira kita nanti,” katanya.

Mina padi

Dalam kesempatan itu, Susi juga mengajak masyarakat untuk lebih kreatif menanam ikan di sawah atau mina padi.

“Orang Batak rajin-rajin luar biasa. Ayo lebih kreatif lagi. Tanamlah ikan di sawah (mina padi) juga, karena ada airnya. Kemudian tanamlah di galangan-galangan itu palawija, kacang panjang, dan lain-lain," kata Susi.

Susi yakin jika kreativitas itu dilakukan, gizi masyarakat akan tercukupi. Vitamin untuk makanan sudah cukup dari sayuran. Lalu karbohidratnya berasal dari singkong dan jagung.

"Proteinnya dari ikan 70 persen, yang 30 persen dari ayam dan dari telur atau sapi atau lembu,” ujarnya.

Baca juga: Utusan Susi Pudjiastuti Puji Diplomasi Ala Ikan Bakar Gubernur Maluku

Ajakan Menteri Susi untuk budidaya mina padi ini bertujuan sebagai komplementer budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba yang dinilai sudah terlalu padat. Untuk itu, perlu dicarikan dukungan lain yang lebih ramah lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com