Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Terkini Bencana Kabut Asap, 6.025 Warga Terserang ISPA hingga Balita Diungsikan

Kompas.com - 17/09/2019, 12:21 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Berdasar catatan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harrison, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah mengakibatkan sedikitnya 6.025 warga menderita infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA).

Harrison menjelaskan, penderita ISPA di Kalbar menyasar hampir di semua rentang usia, yang meliputi bayi di bawah 5 tahun, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia.

Sejumlah bayi pun terpaksa diungsikan oleh orangtuanya karena menderita batuk, flu, sesak napas dan muntah akibat kabut asap. 

Selain di Pulau Kalimantan, kabut asap juga melanda wilayah Sumatera, antara lain di Palembang dan Pekanbaru. 

Baca fakta lengkapnya terkait nasib para bayi korban bencana kabut asap:

1. Bayi-bayi terserang penyakit karena kabut asap

Warga menggunakan masker saat berada di objek wisata bantaran Sungai Kahayan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (15/9/2019). Kota Palangkaraya kembali diselimuti kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Kalimantan Tengah sehingga menimbulkan aroma yang menyengat dan menggangu aktivitas warga.ANTARA FOTO/RENDHIK ANDIKA Warga menggunakan masker saat berada di objek wisata bantaran Sungai Kahayan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (15/9/2019). Kota Palangkaraya kembali diselimuti kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Kalimantan Tengah sehingga menimbulkan aroma yang menyengat dan menggangu aktivitas warga.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di posko pengungsian di Kantor DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Riau di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru, Senin (16/9/2019) malam, beberapa bayi masih mengalami sakit.

"Bayi saya usia 23 hari alami batuk, sesak napas, flu dan hidung tersumbat," kata salah satu orangtua bayi, Dania (27) kepada Kompas.com. Warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, ini sejak, Jumat (13/9/2019) masuk ke posko pengungsian.

"Kami sekeluarga mengungsi, karena semuanya sakit karena dampak asap. Anak-anak, suami dan ibu saya di sini ngungsi," akui Dania.

Dia mengatakan, tiga hari yang lalu kondisi kesehatan bayinya sempat memburuk, yang membuat dirinya cemas.

"Kemarin itu sesak napas, lalu dirujuk ke rumah sakit. Tapi masih rawat jalan, jadi kembali lagi ke posko. Karena di sini lebih nyaman dan udara segar. Dan, kondisi bayi saya juga udah sedikit membaik," kata Dania.

Baca juga: 4 Fakta Baru Bencana Kabut Asap di Riau, Udara Semakin Pekat hingga Klaim Menhub

2. Kabut asap semakin parah, warga mulai mengungsi

Warga melihat kebakaran lahan gambut dari balik jendela rumah di desa Pengayuan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu (14/9/2019). Kebakaran lahan gambut di kawasan tersebut mengakibatkan satu tempat usaha warga dan sebagian dinding rumah warga ikut terbakar.ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S Warga melihat kebakaran lahan gambut dari balik jendela rumah di desa Pengayuan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu (14/9/2019). Kebakaran lahan gambut di kawasan tersebut mengakibatkan satu tempat usaha warga dan sebagian dinding rumah warga ikut terbakar.

Kondisi kabut asap yang semakin parah, membuat sejumlah warga di Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, ini mengaku mengungsi sejak, Sabtu (14/9/2019).

"Saya bawa bayi mengungsi, karena sakit akibat kena dampak asap. Di sini kami mengungsi satu keluarga," kata Nora.

Dia juga belum memastikan kapan bisa kembali ke rumah. Untuk saat ini, masih memilih bertahan di posko.

"Belum tahu kapan. Karena asap sudah masuk ke rumah," akui Nora.

Hal seruoa diungkapkan oleh Mimi (35), warga Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Bayinya berusia dua bulan menderita sesak napas dan batuk.

"Yang kecil batuk dan sesak napas. Kalau kakaknya udah kayak gak tahan sakit kepalanya. Setelah dibawa ke posko, udah mulai mendingan. Di sini kami sekeluarga mengungsi," kata Mimi kepada Kompas.com, Senin malam.

Baca juga: Saat Bayi-bayi Terpapar Kabut Asap di Pekanbaru Diungsikan

3. Sebanyak 6.025 warga di Kalbar terserang ISPA

Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya mematikan api yang melanda kawasan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09). Tagar #IndonesiaDaruratAsap mulai muncul pada Sabtu (14/09) dan sudah ada 16.300 cuitan menggunakan tagar ini hingga pukul 15.40 WIB dok BBC Indonesia Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya mematikan api yang melanda kawasan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09). Tagar #IndonesiaDaruratAsap mulai muncul pada Sabtu (14/09) dan sudah ada 16.300 cuitan menggunakan tagar ini hingga pukul 15.40 WIB

Menurut catatan Harrison, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengakibatkan sedikitnya 6.025 warga menderita infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA).

Dia merinci, penderita ISPA tersebut meliputi bayi di bawah 5 tahun, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia.

"Data ini jumlah penderita ISPA di seluruh Kalbar, dalam rentang waktu minggu ke-37 sejak bencana karhutla," kata Harrison, Senin (16/9/2019).

Baca juga: Sebanyak 6.025 Warga Kalbar Tercatat Menderita ISPA

4. Seorang balita meninggal diduga terpapar kabut asap

Ngadirun (34) ayah dari Elsa Pitalokas bayi berumur empat bulang yang meninggal diduga akibat terpapar kabut asap kebakaran hutan dan lahan ketika berada di rumah duka di Dusun III, Desa Talang Bulu, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (15/9/2019).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Ngadirun (34) ayah dari Elsa Pitalokas bayi berumur empat bulang yang meninggal diduga akibat terpapar kabut asap kebakaran hutan dan lahan ketika berada di rumah duka di Dusun III, Desa Talang Bulu, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (15/9/2019).

Elsa Pitaloka, seorang bayi berusia 4 bulan mengalami pilek, batuk, dan perut kembung.

Putri pasangan Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27), warga Dusun III Desa Talang Bulu, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin diduga terpapar kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang melanda kampung mereka dalam tiga hari terakhir.

Elsa pun kemudian dibawa ke puskesmas. Namun, oleh petugas puskesmas, Elsa disarankan dibawa ke rumah sakit.

Elsa dan ibunya dibonceng oleh Ngadirun mengguna sepeda motor menuju RS Ar Rasyid Palembang. Sampai di rumah sakit, Elsa langsung diinfus. Setelah tujuh jam dirawat kondisi Elsa kian memburuk.

Elsa dinyatakan meninggal sebelum sempat dirujuk ke Rumah Sakit Muhammad Hoesin.

"Dokter bilang ada gangguan pernafasan, karena terkena ISPA. Saya sudah ikhlas menerimanya," jelas Ngadirun.

Baca juga: Ini Penyebab Bayi 4 Bulan di Sumsel Meninggal, Sesak Napas Diduga Terpapar Kabut Asap

5. Kematian Elsa mendapat sorotan Gubernur Sumsel

Gubernur Sumsel Herman Deru saat berada di Griya Agung Palembang, Selasa (4/9/2019).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Gubernur Sumsel Herman Deru saat berada di Griya Agung Palembang, Selasa (4/9/2019).

Kematian Elsa membuat Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru angkat bicara.

Menurut Herman, meninggalnya Elsa tak bisa dikaitkan langsung dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan. Herman menilai, belum tentu karhutla menjadi penyebab bayi itu menderita ISPA.

"Meninggal, wafat, dengan wabah mengakibatkan orang meninggal kita pisahkan dulu. Jadi kalau wabah itu dalam jumlah yang cukup banyak. Saya baca (berita) dokter spesialisnya masih bilang begini, mungkin itu ada penyakit parunya atau apa. Kecuali hasil aotopsi, tapi saya dengar tidak autopsi," kata Herman, saat berada di Griya Agung Palembang, Senin (16/9/2019).

Baca juga: Bayi Meninggal Diduga Terkena ISPA, Gubernur Sumsel Sarankan Autopsi

Sumber: KOMPAS.com (Aji YK Putra, Rachmawati, Idon Tanjung)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com