Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Demo Ibu-ibu Buka Baju, Tuding Pengembangan Wisata Danau Toba Rampas Tanah Rakyat

Kompas.com - 14/09/2019, 06:27 WIB
Rachmawati

Editor

Delima juga mengatakan akan membawa kasus pemukulan staf KSPPM ke ranah hukum. Ia juga mempertanyakan aparat yang melakukan pengawalan saat alat berat masuk ke desa.

Menurutnya pembangunan untuk kebaikan masyarakat seharusnya tidak perlu melibatkan aparat.

Baca juga: Edy Rahmayadi Tegur Kelompok Mahasiswa yang Berunjuk Rasa Anarkis soal Danau Toba

 

Hak masyarakat adat

Sekretaris Eksekutif Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Manambus Pasaribu mengecam tindakan represif yang dilakukan polisi dan Satpol PP kepada masyarakat adat Sigapiton.

Ia menilai BPODT telah melanggar prinsip-prinsip internasional yang tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Internasional (UNDRIP) yang diadopsi PBB pada 13 September 2007.

Pada pasal 10-nya tegas menyatakan bahwa masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayahnya.

Selain itu tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar, tanpa paksaan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan ganti kerugian yang adil dan memuaskan, serta jika memungkinkan dengan pilihan untuk kembali lagi

"Kami juga meminta pemerintah mengakui hak-hak masyarakat adat Sigapiton atas tanah adatnya," imbuhnya.

Baca juga: 3 Hari di Sumut, Ini Catatan Penting dari Jokowi untuk Danau Toba yang Berkelas

Presiden Jokowi dan rombongan saat mengunjungi The Kaldera Toba Nomadic Escape di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada Selasa (30/7/2019)Antaranews Presiden Jokowi dan rombongan saat mengunjungi The Kaldera Toba Nomadic Escape di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada Selasa (30/7/2019)

Dilansir dari Kompas.com, Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo mengatakan, pihaknya telah melakukan penelaahan untuk hak-hak masyarakat yang ada di atas Lahan Zona Otorita Danau Toba, Sumatera Utara.

Penelaahan itu dilakukan oleh Tim Terpadu Penanggulangan Dampak Sosial Kemasyarakatan, yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan melibatkan beberapa unsur.

“Salah satu tugas tim tersebut adalah melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi tanaman tegakan milik masyarakat di atas lahan tersebut,” terang Arie dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Menurutnya lahan berstatus hutan yang sebagian besarnya ditanami tanaman budidaya milik masyarakat, seperti kopi.

Baca juga: BOPDT Memeriksa Hak Masyarakat di Lahan Zona Otorita Danau Toba

Proses penghitungan jumlah tanaman untuk lahan 279 hektar (ha) itu telah dilakukan dan saat ini sedang memasuki tahap penilaian oleh konsultan penilai publik.

Selain itu, BOPDT bersama Pemerintah Kabupaten Toba Samosir telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum dimulainya pembangunan.

“Tadi pagi pukul 08.00 WIB bertempat di Kantor Kepala Desa Pardamean Sibisa, kami bersama Bupati, Camat Ajibata, dan Kepala Desa sudah bertemu dengan masyarakat pemilik tanaman yang terdampak pembangunan jalan ini,” imbuh dia.

Ia juga membenarkan aksi unjuk rasa yang terjadi pada Kamis (12/9/2019).

Baca juga: Tiga Hari Blusukan di Sekitar Danau Toba, Ini Janji Jokowi...

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com