Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 7 Surat Ibunda BJ Habibie, Ungkapkan Kerinduan hingga Nasihat

Kompas.com - 13/09/2019, 06:27 WIB
Dewantoro,
Khairina

Tim Redaksi

 

MEDAN, KOMPAS.com - Tujuh surat penting  tersimpan di Museum Sejarah Al Qur'an Medan. Surat tersebut didapatkan oleh seorang sejarawan Ichwan Azhari saat masih belajar di Jerman, sekitar tahun 1997.

Sejak lama dia ingin menyerahkannya secara langsung kepada pemiliknya, namun tak kesampaian.

Tujuh surat dalam bentuk aerogram, yakni selembar kertas yang berfungsi sebagai kertas surat sekaligus bisa menjadi amplop itu adalah milik Bacharudin Jusuf Habibie.

Baca juga: Menteri Basuki Sedih Belum Sempat Laporkan Rampungnya Jembatan Habibie

Kamis sore (13/9/2019), di Museum Sejarah Al Qur'an, Ichwan menceritakan kisahnya mendapatkan surat tersebut.

"Surat ini saya temukan di Stuttgart, Jerman saat pameran internasional prangko dan benda filateli," katanya.

Dikatakannya, selama di Jerman ia hobi mengumpulkan benda filateli dari Indonesia. Saat musim liburan dia selalu mendatangi pusat pameran filateli.

Di Jerman, setiap pameran filateli selalu ada prangko dari Indonesia dan juga dari seluruh dunia.

"Itu menjadi kesempatan saya mencari prangko dan surat dari Indonesia, baik yang dikirim ke Jerman dan Belanda," katanya.

Jerman, kata dia, merupakan negara yang memiliki kolektor prangko di dunia. Di sana, ada 3 juta kolektor sehingga filateli hidup di sana dan tiap bulan selalu ada pameran di sana.

Pada tahun 1997, Ichwan yang saat itu tinggal di Hamburg, pergi ke kota Stuttgartt karena pameran besar di sana.

Saat itu, ada pedagang prangko yang mengenalinya dan mengatakan dia memiliki surat-surat dari Indonesia, dari Habibie.

Menurutnya, Habibie adalah orang terkenal dan dia pernah mendengar namanya.

Ichwan terkejut karena ada begitu banyak. Dia lalu memilih dan mencari. Sebagai mahasiswa, lanjut dia, waktu itu dia uangnya tak begitu banyak sehingga hanya 10 surat yang dibelinya.

"Tak terhitung, banyak sekali suratnya. Tapi tak semua dalam bentuk aerogram. Saya pilih aerogram karena langka, waktu edarnya singkat dan saya rasa ini koleksi yang cukup mengesankan," katanya.

Baca juga: Ilham Habibie: Bapak Meninggal dalam Kebahagiaan, Wajahnya Tersenyum...

Dia mengumpulkan surat, untuk mencari data sejarah. Contohnya, dia pernah menemukan surat dari seorang pejuang Indonesia yang kepada dunia internasional untuk membatu perjuangan Republik Indonesia kepada sahabatnya. 

Kepada pedagang surat tersebut, dia mengatakan dari mana dia mendapatkan begitu banyak surat Habibie.

"Dia katakan Habibie kan lama tinggal di Jerman. Di Hamburg. Dia dapat dari rumah lelang. Dia dapatnya  dari, kalau di sini botot (loak) lah," katanya.

Dia menduga, sebelum surat-surat itu sampai ke tangannya, loak itu dipanggil si pemilik rumah yang ingin mengosongkan keller atau ruang bawah tanah dari barang-barang yang sudah menumpuk.

"Saya menduga, Pak Habibie atau Bu Ainun ini menyimpannya dengan rapi lalu meletakkannya di keller itu. Lalu telepon loak untuk mengosongkannya, lalu dari dia disortir sesuai barangnya," katanya.

Kemudian, surat-surat itu sampai ke tangan filatelis keliling di pameran-pameran, dan di situlah dia mendapatkannya.

Dia pun terkejut saat membaca surat-surat itu. Surat itu selalu diawali dengan penyebutan nama Habibie, Ainun, Ilham, dan Thareq.

"Awalnya kesulitan karena ada bahasa Belanda, Jawa, dan Indonesia campur Belanda lagi. Isinya cerita kerinduan kepada Rudi, panggilan Habibie. Dia menanyakan keadaan keluarga, kesehatan Rudi. Dia juga menyapa Ainun," katanya.

Menurutnya, surat-surat itu keluruhannya adalah spirit kerinduan seorang ibunda di Bandung, RA Habibie kepada anaknya di Hamburg, Jerman.

Surat itu, kata dia, ditulis 1967-1970. Saat itu, Habibie tidak lagi mahasiswa. Surat menggambarkan betapa sayangnya ibu kepada anaknya, seorang nenek kepada cucunya. Juga digambarkan bagaimana Ilham dan Thareq sakit, lalu si nenek memberikan nasehat. 

"Ini adalah surat yang mengharukan dan terasa menggetarkan dengan tinta biru di aerogram," katanya

Ichwan mengaku waktu itu pernah memfotokopi dan mengirimkannya ke Habibie yang saat itu sudah jadi Wakil Presiden. Dia yakin surat itu diterima ajudannya namun dia tak tahu apakah sampai ke tangan Habibie.

"Saya katakan saya temukan surat ini, dan saya ingin menyerahkan ke pak Habibie secara langsung. Mudah-mudahan surat lain ditemukan. Tapi lama tak dihubungi," katanya.

Baca juga: Putra Habibie: Mimpi Bapak yang Belum Terwujud, Terbangkan N-250 dan R-80

Sepulangnya ke Indonesia, Ichwan masih terus berusaha mengembalikannya ke Habibie. Waktu itu ada wartawan Kompas dan menuliskan dirinya di halaman Sosok.

Namun, ia masih belum juga dihubungi sehingga dia meminta dihubungkan dengan sekretaris Habibie.

Dia mendapatkan nomornya dan menyampaikan niatnya menyerahkan surat itu secara langsung.

Kemudian, datang lagi seseorang yang akan membuat film Habibie Ainun yang ingin mengambil surat itu untuk dijadikan latar film saat adegan ibunda Habibie menulis surat. Dia mengatakan hanya Habibie yang bisa mengizinkannya.

"Sejak itu, saya masih tak dihubungi. Hingga kemarin saya sedih seki ketika mendengar Pak Habibie wafat dan surat-surat ini belum sempat saya serahkan. Surat ini ingin saya serahkan ke Pak Ilham dan Pak Thareq yang saya dengar akan buat Museum Habibie di waktu yang tidak lama," katanya.

 Di akun Facebook-nya, Ichwan mengunggah foto surat-surat tersebut dan menuliskan kisahnya.

Perihal tiga surat lainnya, dia berikan kepada sahabatnya, seorang filatelis Jerman bernama  Dr. Herbert Kaminski karena selalu berupaya dapat memilikinya untuk kemudian diberikan kepada istrinya yang tak lain adalah guru SD Ilham dan Thareg di Hamburg.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com