Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPDN: Pemilihan Sekda Mutlak Wewenang Wali Kota Bandung

Kompas.com - 10/09/2019, 22:56 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sadu Wasistiono, dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam sidang sengketa Sekda Kota Bandung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jalan Diponegoro, Selasa (10/9/2019).

Dalam kesaksiannya, Sadu mengatakan bahwa Wali Kota Bandung Oded M Danial selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), memiliki kewenangan penuh dalam pengangkatan pejabat birokrasi di lingkungan Pemkot Bandung. Bahkan, wewenang atribusi itu tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun.

Menurut Sadu, hal itu karena wewenang wali kota sebagai PPK didapatkan langsung dari Presiden.

Baca juga: Saksi Ahli Sebut Pelantikan Ema Sumarna Sebagai Sekda Kota Bandung Sesuai Prosedur

 

Sehingga, penetapan ataupun pengangkatan pejabat di lingkungan pemkot termasuk pengangkatan Sekretaris Daerah (Sekda) Ema Sumarna sudah diserahkan oleh presiden kepada wali kota.

“PPK kabupaten kota itu memperoleh delegasi langsung dari presiden, dan presiden itu oleh undang-undang memperoleh kewenangan atribusi sebagai pembina kepegawaian. Oleh undang-undang, presiden kemudian mendelegasikan kepada bupati wali kota untuk kabupaten kota. Jadi, untuk mengangkat ini merupakan kewenangan penuh mereka,” ucap Sadu, Selasa siang.

Sadu menuturkan, diubahnya nama Benny Bachtiar sebagai Sekda Kota Bandung terpilih lewat jalur lelang jabatan terbuka diganti Ema Sumarna, tidak melanggar.

Sebab, menurut dia, sudah ada aturan yang memperbolehkan hal tersebut. Terlebih, hal itu dilakukan oleh Oded sebagai PPK Pemkot Bandung.

Sementara, lanjut Sadu, sosok Benny Bachtiar dipilih oleh Ridwan Kamil yang jabatannya sebagai PPK di Kota Bandung sudah berakhir ketika dilantik menjadi gubernur Jawa Barat.

Menurut dia, pada waktu itu penunjukan Benny Bachtiar sebagai sekda oleh Ridwan Kamil baru sebatas rekomendasi.

“Pergantian itu dimungkinkan sebelum turun SK, karena untuk ini ada pergantian PPK. Yang mengusulkan awal kan Pak RK, (Ridwan Kamil) kemudian menjadi gubernur, lalu Pak Oded sebagai PPK yang baru dan kemudian mereka (Kemendagri) menjawab kalau ada pergantian nama ya dimungkinkan,” jelasnya.

Perihal koordinasi yang diarahkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam proses pergantian nama sekda tersebut, Sadu menerangkan bahwa makna koordinasi ini konteksnya dalam rangka memberikan informasi. Sehingga penjelasannya hanya bersifat melaporkan.

Sadu menjelaskan perihal koordinasi ini merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 yang menerangkan posisi otonomi daerah. Yakni posisi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota tidak terikat secara hierarki, dan pertanggungjawaban kepala daerah sepenuhnya kepada rakyat yang memilihnya secara demokratis.

“Jadi pertama, berbicara tentang Undang-undang Dasar 45, di situ negara kita adalah negara unitaris yang berdesentralisasi. Kemudian pasal 18 ayat 1 sampai 7 itu, bentuk desentralisasi itu tidak bertingkat," kata Sadu.

"Provinsi itu bukan atasan kabupaten kota, gubernur itu bukan atasan bupati atau wali kota. Ini penting, karena bahasa yang disampaikan itu tadi kan bahasa koordinasi seperti mengharapkan, tidak memerintahkan, kalau bahasa memerintahkan itu bahasa hirarkis. Dengan koordinasi itu sifatnya tidak mengikat karena sifatnya hanya mengingatkan, memberitahu,” tuturnya.

Selain pergantian nama yang sudah memenuhi prosedur, Sadu menyatakan pengangkatan Ema Sumarna menjadi Sekda definitif Kota Bandung juga telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Seperti halnya yang tertera dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sebab, Ema menjadi salah satu kandidat dari tiga nama calon hasil penjaringan oleh tim Panitia Seleksi (Pansel)

“Begitu ada hasil tiga nama dari Pansel kemudian memberikan kebebasan kepada PPK untuk memilih antara tiga calon. Tidak bisa mengambil dari luar tiga itu. Misalnya wali kota memilih dari luar tiga itu KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) langsung menegur, dan bahkan SK-nya bisa dibatalkan itu sudah pasti,” jelasnya.

Sadu kembali memaparkan bahwa Kemendagri dan KASN bertanggung jawab mengawasi proses seleksi agar berjalan secara objektif.

Setelah terpilih tiga nama calon, sepenuhnya kewenangan untuk memilih sekda secara mutlak berada di tangan PPK yang dapat menentukan dengan pertimbangan subjektif.

“Pada saat seleksi penilaian objektif itu dari pansel, pemilihan subjektif kepala daerah karena harus ada chamestry atau kecocokan antara kepala daerah dengan pejabat. Apalagi jabatan sekda itu tangan kiri kepala daerah yang akan menerjemahkan visi misi politik ke bahasa anggaran, makanya ini menjadi sangat penting,” jelas Sadu.

Baca juga: Sidang PTUN, Saksi Sebut Benny Bachtiar Sudah Sah untuk Dilantik Jadi Sekda Kota Bandung

Apabila terdapat kesalahan prosedur dalam proses penjaringan calon, pemilihan nama sampai pelantikan sekda, Sadu menegaskan bahwa hal itu akan memancing reaksi, baik dari pemerintah pusat maupun dari lembaga legislatif.

“Kalau seandainya ada yang menyimpang tentu Menteri Dalam Negeri akan menolak usulan perubahan, begitu keluar SK pasti SK-nya akan dibatalkan. Nah, yang terjadi sekarang juga tidak, kemudian DPR juga bereaksi, kalau prosesnya tidak sah ketika memimpin TAPD bisa saja ditolak. Jadi secara faktual ini diterima karena tidak ada masalah,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com