Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Hoaks Kasus Pencabulan Pimpinan Pesantren, Polisi Buru 1 DPO dan Tangkap 4 Tersangka

Kompas.com - 10/09/2019, 06:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pada 29 Juli 2019 dan 6 Juli 2019, lima orangtua melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialami anaknya yang menjadi santri di salah satu pesantren di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

Mereka menyebut pelaku pelecehan adalah seorang pimpinan pesantren yang berinisial Al (45) dan seorang guru berinisial MY (26).

Jumlah korban bertambah. Teridentifikasi ada 15 korban pencabulan yang dilakukan pimpinan pesantren dan seorang guru.

Baca juga: Polisi Buru Penyebar Hoaks soal Penyelidikan Kasus Pencabulan di Pesantren Aceh

 

Sebut pencabulan pimpinan pesantren adalah fitnah

Pencabulan pimpinan pondok pesantren tersebut menyeret kasus baru. Polisi mengamankan tiga orang dalam kasus penyebaran berita bohong alias hoaks.

Menurut polisi, ketiganya menulis di media sosial bahwa penangkapan pimpinan pesantren dan guru berinisial Al dan MY adalah fitnah.

Mereka adalah HS (29) seorang petani berasal dari Kabupaten Bireuen,  IM (19) dan NA (21) yang berasal dari Kota Lhokseumawe.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lhokseumawe AKP Indra T Herlambang mengatakan, ketiganya menimbulkan kegaduhan dan pendapat berbeda-beda di kalangan masyarakat.

“Mereka ini menulis di media sosialnya bahwa penanganan kasus pimpinan pesantren dan guru dalam kasus pelecehan seksual itu fitnah, sehingga ketiganya kami tangkap,” ujar Indra dalam konferensi pers di Mapolres Lhokseumawe, Rabu (17/7/2019).

Baca juga: Keluarga Santri Korban Pencabulan Pimpinan Pesantren Minta Pelaku Dihukum Kebiri

Polisi membawa NA (21) salah satu tersangka dalam kasus penyebaran berita bohong di Mapolres Lhokseumawe, Aceh, Rabu (17/7/2019)KOMPAS.com/MASRIADI Polisi membawa NA (21) salah satu tersangka dalam kasus penyebaran berita bohong di Mapolres Lhokseumawe, Aceh, Rabu (17/7/2019)

HS bertugas mengunggah berita bohong tersebut ke dalam media sosial Facebook. Kemudian, pelaku IM bertugas menyebar berita tersebut ke dalam grup WhatsApp.

Seperti IM, NA yang merupakan seorang wanita juga menyebarkan berita bohong tersebut ke grup WhatsApp.

Dalam konten yang mereka unggah di media sosial, disebutkan bahwa polisi seakan salah tangkap terkait kasus pelecehan seksual di Pesantren AN Kota Lhokseumawe.

Menurut Indra, dampak dari berita bohong itu bisa menggiring opini masyarakat dan menganggu proses penyelidikan yang sedang berlangsung di Mapolres Lhokseumawe.

“Sekecil apapun berita bohong yang tersebar, itu akan kita tindak,” pungkasnya.

Baca juga: Mungkinkah Pimpinan Pesantren di Aceh Utara yang Cabuli 15 Santri Divonis Kebiri?

 

Masuk daftar pencarian orang

Tersangka penyebar hoaks tersebut bertambah. Polisi menangkap J (21) asal Kabupaten Bireiun pada Senin (22/7/2019)

Menurut polisi, J menyebarkan informasi seakan-akan penanganan kasus pelecehan seksual di Pesantren AN sebagai fitnah dan rekayasa polisi.

Selain itu, polisi juga memburu seorang pria yang berinisial MS dalam kasus tersebut.

Pada Minggu (8/9/2019), Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Lhokseumawe, AKP Indra T Herlambang, mengatakan MS diduga sebagai dalang dari penyebaran informasi itu.

"MS masih terus diburu sampai ketemu," kata Indra.

Polisi juga menyebar foto MS ke jajaran polisi di Polda Aceh.

Baca juga: Jaksa Minta Polisi Lengkapi Berkas Kasus Pimpinan Pesantren Cabuli Santri

Penyidik Polres Lhokseumawe kembali menangkap wanita berinisial J (21) asal Kabupaten Bireuen dalam dugaan penyebaran informasi bohong alias hoaks, Kamis (18/7/2019).KOMPAS.com/MASRIADI Penyidik Polres Lhokseumawe kembali menangkap wanita berinisial J (21) asal Kabupaten Bireuen dalam dugaan penyebaran informasi bohong alias hoaks, Kamis (18/7/2019).

Saat ditanya apakah tersangka MS masih berada di Aceh, Kepala Hubungan Masyarakat Polres Lhokseumawe, Salman enggan menjawab.

Ia hanya menyebutkan tersangka masih di dalam negeri.

“Yang jelas tersangka masih dalam negeri, di Indonesia. Belum ke luar negeri,” terangnya.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 15 jo Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana subsider.

Kemudian Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 11/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 19/2016 tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE).

Ancaman hukuman pasal ini maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Baca juga: Kasus Pencabulan Santri, Pimpinan Baru: Jangan Hakimi Pesantren Kami

SUMBER: KOMPAS.com (Masriadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com