Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Tukang Becak Raih Gelar Doktor di Usia 27 Tahun, Ini Faktanya

Kompas.com - 09/09/2019, 08:19 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan tidak membuat Lailatul Qomariyah menyerah dan patah semangat untuk meraih prestasi.

Lailatul, gadis berusia 27 tahun asal Pamekasan tersebut, baru saja dinobatkan menjadi doktor teknik kimia di Fakultas Teknologi Industri di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Anak sulung dari pasangan Saningrat (43) dan Rusmiati (40) itu pun menjadi doktor termuda setelah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan para pengujinya, Rabu (4/9/2019) lalu.

Seperti diketahui, Lailatul memilih disertasi dengan judul "Controllable Characteristic Silica Particle and ITS Composite Production Using Spray Process".

Berikut ini sederet fakta inspiratif dari sosol Lailatul:

1. Orang miskin juga memiliki kesempatan yang sama

Bagi Lailatul, orang dengan keterbatasan ekonomi, sama-sama memiliki kesempatan yang besar untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Tidak ada orang bodoh jika keinginan untuk belajar sangat kuat.

"Kata siapa orang miskin tidak bisa sukses? Saya sudah membuktikannya. Ayah saya tukang becak dan ibu saya buruh tani. Namun, tekad yang kuat untuk mengangkat martabat kedua orangtua saya, saya menjawabnya dengan prestasi pendidikan," ujar dia.

Seperti diketahui, Saningrat, ayah Laila, bekerja sehari-hari sebagai tukang becak dan ibunya bekerja sebagai butuh tani.

Baca juga: Cerita Anak Tukang Becak Raih Gelar Doktor di Usia 27 Tahun

2. Lulus dengan IPK 4.0

Lailatul merupakan satu dari 80 mahasiswa lebih yang mengikuti program doktoral. Namun, hanya Lailatul Qomariyah yang siap mengikuti sidang terbuka dan dinyatakan lulus dengan nilai IPK 4.0.

Sementara itu, Lailatul satu-satunya mahasiswa di kampusnya yang mampu menyelesaikan kuliah secara singkat, dari jenjang S2 ke S3, hanya dalam jangka waktu tiga tahun.

Lulus S1 Fakultas Tekhnologi Industri, Laila kemudian melanjutkan ke program pasca-sarna S2 di fakultas yang sama.

Di jenjang ini, perempuan yang selalu meraih ranking 1 sejak SD hingga SMA ini, hanya menjalani studi selama tiga bulan melalui program fast track.

"Selama S2, ada target IPK harus 3,5 jika mau dinyatakan lulus dalam program fast track. Alhamdulillah, IPK saya melampaui ketentuan itu karena IPK saya 4.0 sehingga S2 saya hanya tiga bulan," terang Laila, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/9/2019).

Baca juga: Kronologi Baku Tembak Polisi dan Pencuri Sapi, Sempat Kejar-kejaran hingga Pelaku Kabur ke Hutan

3. Hobi nonton debat berbahasa Cina dan studi di Jepang

Perempuan yang memiliki hobi menonton debat berbahasa Cina di TV itu mendapatkan beasiswa untuk melakukan riset ke Jepang dalam rangka persiapan riset disertasi yang diajukannya.

Saat itu, dirinya mengajukan riset tentang pemanfaatan aplikasi silika solar sel sebagai pengganti energi yang dihasilkan dari minyak bumi dan batubara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com