Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Rencana Kontroversi Gubernur NTT Tutup Pulau Komodo

Kompas.com - 08/09/2019, 09:10 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Suasana pagi itu cukup ramai. Berkumpul puluhan pengusaha muda Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), di lantai empat gedung Graha Pena Timor Expres, Jawa Pos Grup.

Udara dalam ruangan terasa sejuk, lantaran hembusan pendingin ruangan terasa kuat hingga menembus tulang.

Hari itu, Rabu (16/1/2019), digelar kegiatan diskusi tentang ekonomi, yang menghadirkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai pembicara.

Selain orang nomor satu di provinsi kepulauan, ada juga sejumlah pembicara lainnya yang turut hadir.

Sebut saja Kepala Bank Indonesia Perwakilan NTT Naek Tigor Sinaga, Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Prof Fredrik Lukas Benu dan Anggota DPD RI Abraham Paul Liyanto.

Kehadiran Viktor, memang sangat dinantikan oleh para pengusaha muda, karena memang latar belakang politisi partai Nasdem itu adalah seorang pengusaha sukses di Tanah Air.

Selain itu, gaya bicara Viktor yang ceplas ceplos yang kerap menjadi kontroversi, membuat sosok itu sebagai magnet tersendiri bagi warganya.

Viktor kemudian bicara tentang ekonomi nasional dan potensi ekonomi di NTT.

Puncaknya, dalam pembicaraan itu, Viktor sempat menyinggung soal rencana ingin menutup Pulau Komodo di Kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

"Kami akan tutup Pulau Komodo. Kami menyiapkan dana sebesar Rp 100 miliar untuk membenahi Pulau Komodo dan kami akan mendesainnya lebih bagus lagi," tegas Viktor.

Baca juga: Warga Tolak Direlokasi dari Pulau Komodo, Ini Kata Gubernur NTT

Menurut Viktor, dana itu disiapkan jika pengelolaan Taman Nasional Komodo diserahkan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi NTT.

"Kalau dikelola oleh Pemerintah Pusat, tentu akan sedikit bermasalah karena rentang kendalinya jauh. Kalau diserahkan ke provinsi, maka Tahun 2019 kita langsung anggarakan Rp 100 miliar," tegas Viktor.

Viktor mengaku, jika diserahkan pengelolaan ke provinsi, pihaknya akan langsung menutupnya.

Setelah ditutup dan tidak dikunjungi wisatawan, maka pihaknya tetap bersyukur karena Taman Nasional Komodo, tidak boleh sembarang dikunjungi orang.

Dana ratusan miliar itu kata Viktor, disiapkan untuk menata Taman Nasional Komodo, termasuk makanan untuk komodo, yang kata Viktor, selama ini kurang tersedia.

"Nanti setelah ditutup, lalu kita akan ribut dan tentu presiden akan turun tangan supaya punya daya magis," ujar Viktor.

Setelah membuat pernyataan tersebut, seminggu kemudian, Viktor lalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat soal rencana besarnya itu, karena pengelolaan Taman Nasional Komodo adalah kewenangan pemerintah pusat.

"Tapi pandangan ibu Menteri Lingkungan Hidup, secara pribadi beliau sangat setuju karena kita ingin agar ada revitalisasi dan konservasi Pulau Komodo," tegas Viktor Laiskodat kepada sejumlah wartawan di Kupang, Selasa (22/1/2019).

Viktor menyebut, revitalisasi dan konservasi menjadi alasan utama dirinya menutup Taman Nasional Komodo.

"Pulau Komodo ini kita revitalisasi sehingga menjadi taman yang indah, kemudian rantai makan seperti kerbau dan rusa itu selalu tersedia dan banyak," ucap dia.

Untuk revitalisasi, Pemprov NTT akan memperbaiki ketersediaan makanan untuk komodo. Juga, akan menata taman bunga di wilayah Taman Nasional Komodo secara baik.

Viktor secara tegas menyebutkan bahwa Pulau Komodo ada ditutup per 1 Januari 2020 mendatang.

Hanya Pulau komodo yang akan ditutup selama setahun. Sedangkan sejumlah pulau lainnya di Kawasan Taman Nasional Komodo seperti Pulau Rinca, Pulau Padar dan sejumlah pulau lainnya tetap dikunjungi.

Lapor ke Presiden Jokowi

Komitmen Viktor untuk menutup Pulau Komodo tetap kuat. Buktinya pada Senin (8/4/2019), Viktor pun langsung menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo, saat kampanye pemilihan presiden di Kupang.

"Saya kemarin bicara serius dengan Presiden Jokowi tentang Pulau Komodo. Saya sampaikan bahwa Bapak harus tutup dan beliau sepakati untuk tutup," ucap Viktor, saat berbicara dalam dialog dengan pimpinan lembaga keagamaan NTT, di Hotel Aston Kupang, Selasa (9/4/2019).

Jokowi, kata Viktor, menyampaikan bahwa memang lebih baik Pulau Komodo ditutup selama satu tahun agar ditata ulang.

Di hadapan Presiden Jokowi, Viktor menyampaikan Pulau Komodo masuk kategori wisata kelas mewah, karena itu wisatawan pun harus kelas menengah ke atas.

"Kita butuh 50.000 orang kaya yang tersebar di dunia untuk berkunjung ke Pulau Komodo, tentu dengan catatan setiap orang per tahunnya 1.000 dollar AS," ujar dia.

Sedangkan untuk pembiayaan Pulau Komodo, lanjut Viktor, Jokowi mengaku akan berbicara dengan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Kontroversi

Rencana penutupan Pulau Komodo, menjadi kontroversi yang panjang. Ada yang menolak, ada pula yang mendukung.

Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia atau Association of The Indonesian Tours dan Travel Agencies (Asita) cabang Kabupaten Manggarai Barat, menolak keras rencana itu.

"Kami sudah melakukan pertemuan dengan seluruh pelaku pariwisata di Manggarai tentang rencana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang disampaikan Gubernur NTT untuk menutup Taman Nasional Komodo selama setahun. Hasil pertemuan itu, Asita Manggarai Barat dan seluruh pelaku pariwisata menolak rencana itu," kata Ketua Pelaksana Harian Asita Cabang Manggarai Barat, Donatur Matur kepada Kompas.com, Selasa (22/1/2019).

Matur mengatakan, pernyataan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat di publik tentang rencana menutup TN Komodo selama setahun, membuat pelaku pariwisata di Manggarai Barat serta Asita cabang Manggarai Barat tidak tenang.

Wisatawan asing dan agen perjalanan wisata dunia terus bertanya kepada Asita Manggarai Barat tentang rencana tersebut.

"Kami mendapatkan surat elektronik melalui email dan pesan WhatsApp yang berkaitan dengan rencana penutupan Taman Nasional Komodo tersebut. Banyak wisatawan mancanegara yang membatalkan perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo. Sebaiknya pemimpin NTT membuat kajian-kajian terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan di publik," kata dia.

Matur mengatakan, awal tahun 2019 ini, ada tiga pernyataan Gubernur NTT tentang Manggarai Barat.

Pertama, rencana menaikkan tarif masuk ke TN Komodo. Kedua, rencana tidak memberikan izin untuk membangun hotel melati di Labuan Bajo.

Ketiga, rencana penutupan TN Komodo selama setahun. Pernyataan-pernyataan ini, memberikan dampak yang merugikan masyarakat Manggarai Barat, pelaku pariwisata, dan lembaga pariwisata.

Menurut Matur, sebaiknya Gubernur NTT sebagai pemimpin harus fokus dalam memberikan pernyataan publik. Satu pernyataan belum dilaksanakan, muncul pernyataan berikutnya.

Pihaknya berharap, pernyataan publik seorang pemimpin memberikan kesejukan kepada rakyat dan pelaku pariwisata di Manggarai Barat.

Baca juga: Polemik Suku Komodo di Pulau Komodo, Dianggap Penduduk Liar hingga Wacana Relokasi

"Pemimpin NTT sebaiknya membuat kajian-kajian terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan di publik," harap dia.

Matur meminta Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat untuk datang ke Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat untuk duduk bersama dengan masyarakat, pelaku pariwisata, Pemkab Manggarai Barat dan pengelola Taman Nasional Komodo.

Gubernur NTT sebaiknya meminta kajian dari Pemkab Mabar dan pelaku pariwisata serta lembaga pariwisata yang sudah lama mempromosikan pariwisata di Manggarai Barat.

Matur berharap, Gubernur Viktor membuat kajian-kajian terkait rencana buat pengelolaan Taman Nasional Komodo yang akan dikelola oleh Pemprov Nusa Tenggara Timur.

"Mengelola TN Komodo tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang dipertimbangan untuk mengelola TN Komodo," ujar dia.

Tanggapan berbeda, justru datang dari Asita Provinsi NTT.

Ketua Asita NTT Abed Frans mengatakan, pihaknya mendukung penutupan pulau yang berada di Kabupaten Manggarai Barat itu.

Menurut Abed, dirinya senang dengan rencana penutupan itu karena sudah ada kejelasan, dibandingkan dengan sebelumnya yang belum diputuskan oleh pemerintah.

Jika sudah disepakati untuk penutupan Pulau Komodo, lanjut Abed, maka pihaknya akan menyesuaikan dengan mengatur paket perjalanan wisata ke TNK secara berimbang.

"Kami tidak keberatan dengan rencana penutupan Pulau Komodo, karena tujuannya untuk penataan menjadi lebih baik lagi," ucap Abed melalui telepon selulernya kepada Kompas.com, Senin (11/2/2019) pagi.

Abed mengatakan, dengan rencana itu pihaknya masih ada waktu 10 bulan untuk menjelaskan kepada wisatawan asing maupun domestik.

"Yang mau kami jelaskan kepada wisatawan itu bahwa bukan penutupan TNK, melainkan hanya Pulau Komodo. Karena itu, kami bisa tawarkan paket kepada wisatawan untuk ke Rinca, Padar, atau Pink Beach, dan obyek wisata lainnya di TNK," sebut Abed.

Abed berharap, dengan penutupan Pulau Komodo, TNK bisa menjadi lebih baik lagi dari saat ini.

Respons Gubernur Viktor

Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, saat diwawancarai sejumlah wartawan di Hotel Sasando Kupang, Jumat (5/4/2019)KOMPAS.com/SIGIRANUS MARUTHO BERE Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, saat diwawancarai sejumlah wartawan di Hotel Sasando Kupang, Jumat (5/4/2019)

Terkait tanggapan sejumlah pihak, Gubernur Viktor kembali mengatakan soal pentingnya perhatian dan tanggung jawab besar terhadap kelangsungan hidup satwa komodo di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Menurut Viktor, komodo itu binatang purba yang hanya dimiliki oleh NTT.

Pihaknya, kata Viktor, harus melihat cukupnya ketersediaan makanan dan keberadaan habitat yang baik, sehingga mereka dapat berkembang-biak dengan baik pula.

Saat ini, lanjut Viktor, salah-satu permasalahannya adalah minimnya ketersediaan makanan, seperti rusa yang selalu dicuri.

Hal ini menyebabkan menurunnya ketersediaan makanan, yang berdampak bagi komodo.

"Kami akan menertibkan mereka yang mencuri rusa dan juga yang mencuri komodo," ucap Viktor, kepada sejumlah wartawan, Selasa (21/5/2019).

"Kami juga mau agar tidak ada manusia yang tinggal di Pulau Komodo. Mereka yang sekarang tinggal di sana akan kami pindahkan ke Pulau Rinca atau Pulau Padar. Tentunya, dalam urusan memindahkan penduduk ke tempat yang lain itu tidak gampang. Menjadi tugas pemerintah, untuk mengatur hidup mereka agar lebih baik dan lebih layak. Kami akan buat kajian tentang itu," lanjut dia.

Pihaknya mau menciptakan Taman Nasional Komodo sebagai alam liarnya komodo.

Atraksi itu akan menarik bagi wisatawan, bagaimana satwa tersebut mengejar, menangkap dan memakan hewan lain.

"Jadi, kita bukan memanjakan dengan memberinya makan dan komodo menjadi malas," ujar dia.

Viktor mengatakan, kuota pengunjung pun perlu dibatasi. Viktor ingin menjaga kuota maksimum 50.000 orang pengunjung dalam satu tahun.

Setiap pengunjung, kata dia, harus tercatat sebagai member dengan biaya 1.000 dollar AS untuk satu tahun.

Viktor menyebut, awal dari kebijakan penutupan TNK ini banyak yang menolak, tetapi kini banyak yang sudah setuju termasuk Presiden.

Baca juga: Jokowi: Turis ke Pulau Komodo Akan Dibatasi

Pihaknya juga membentuk tim dari pemerintah provinsi dan pusat, untuk mendiskusikan langkah-langkah yang akan dibuat dan juga besaran anggaran yang digunakan.

"Selama ini, kita tidak tahu secara jelas jumlah komodo atau makanan komodo itu sendiri, termasuk juga kondisi habitat alamnya. Makanya, kita akan gunakan teknologi detektor untuk mengetahui kondisi TNK, di antaranya jumlah komodo, makanan dan juga kondisi tempat tinggalnya. Dengan begitu, kita bisa mengambil langkah yang tepat seperti konservasi dan kecukupan makanan bagi mereka seperti rusa dan babi," ujar Viktor.

Kunjungan Jokowi

Terkait polemik itu, pada Rabu (10/7/2019), Presiden Joko Widodo berkunjung ke Labuan Bajo, Manggarai Barat

Orang nomor 1 di Indonesia itu, selama dua hari berada di wilayah paling barat Pulau Flores.

Presiden Jokowi berkomitmen untuk menjaga kelestarian Pulau Komodo dan memprioritaskan konservasi di pulau tersebut.

Untuk mendukung hal tersebut, dalam waktu dekat pemerintah akan mendesain rancangan besar yang mengatur semua aspek, termasuk kuota wisatawan dan integrasi antara Pulau Komodo dengan Pulau Rinca.

“Kita ingin nanti misalnya Pulau Komodo betul-betul lebih ditujukan untuk konservasi sehingga turis di situ betul-betul kita batasi, ada kuota, bayarnya mahal. Kalau enggak mampu bayar enggak usah ke sana. Misalnya seperti itu, tapi mau lihat Komodo juga masih bisa di Pula Rinca,” kata Presiden Jokowi, saat mengunjungi Pulau Rinca, Kamis (11/7/2019) pagi.

Jokowi tidak ingin mengorbankan Pulau Komodo hanya untuk mengejar jumlah turis.

“Jangan sampai kita loss, bukan hanya urusan turisme tapi tidak juga melihat bahwa ini adalah kawasan konservasi,” kata dia.

Sementara itu, Presiden Jokowi memandang wacana penetapan Pulau Komodo menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, tidaklah perlu.

“Enggak mungkin kita buka silakan, silakan, enggak ada seperti itu,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menargetkan pembenahan Pulau Komodo yang terintegrasi dengan Pulau Rinca akan selesai dalam jangka waktu 2-3 tahun.

“Jadi saat bandaranya jadi, runway-nya jadi, hotel-hotel mulai jadi, di sini juga siap,” kata Jokowi.

Protes warga

Foto : Warga Pulau Komodo melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Bupati Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (17/7/2019). 

Nansianus Taris Foto : Warga Pulau Komodo melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Bupati Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (17/7/2019).

Rencana penutupan Pulau Komodo oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, menuai protes dari masyarakat setempat.

Sebagai bentuk protes, masyarakat menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Bupati Manggarai Barat, Kantor DPRD, dan Kantor Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Rabu (17/7/2019).

Dalam aksi itu, masyarakat menolak pemindahan penduduk keluar dari pulau seperti yang diwacanakan Gubernur NTT.

Koordinator aksi, Ihsan Abdul Amir mengungkapkan, sebagai masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional, sudah lama mendukung usaha-usaha konservasi dan pembangunan pariwisata.

Ia mengatakan, warga Pulau Komodo juga akan menolak segala program pembangunan yang mengabaikan keberadaan masyarakat penduduk setempat.

Warga, kata dia, menginginkan agar pembangunan pariwisata dan konservasi yang memperhitungkan keberadaan mereka sebagai penduduk Pulau Komodo dan model pembangunan yang lebih memenuhi hak-hak dasar mereka sebagai warga negara yang berdaulat.

"Kami sudah lama terlibat dalam pariwisata berbasis konservasi. Penutupan sewenang-wenang Pulau Komodo akan menghilangkan mata pencaharian kami," kata Ihsan, Kompas.com, Rabu (17/7/2019).

Warga Pulau Komodo telah melewati sebuah proses yang sangat panjang sebelum bergantung pada sektor pariwisata.

"Harga yang sangat mahal mesti kami bayar. Kami telah merelakan tanah kami untuk dijadikan sebagai bagian dari kawasan TNK. Lantas, ketika kami telah bergantung pada sektor pariwisata, pemerintah secara sepihak mengambil keputusan menutup Pulau Komodo dari aktivitas pariwisata yang dengan jelas amat merugikan kami secara ekonomi," tambah Ihsan.

Karena itu, pihaknya menyampaikan beberapa pernyataan sikap, antara lain;

Pertama, menuntut gubernur NTT untuk segera membatalkan rencananya menutup Pulau Komodo dan memindahkan sebagian atau pun seluruh penduduk.

Kedua, menuntut Presiden Jokowi untuk segera mencabut kembali pernyataan dukungannya terhadap recana penutupan Pulau Komodo.

Ketiga, menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas model pengembangan pariwisata di Kampung Komodo yang berpihak pada kepentingan masyarakat.

Keempat, menuntut pihak BTNK untuk juga berpihak pada kepentingan masyarakat Komodo di samping menjalankan tupoksinya sebagai badan konservasi.

Warga pun kembali menggelar aksi menolak rencana pemerintah untuk memindahkan mereka keluar dari wilayah tersebut.

"Kami warga Komodo sebagai warga negara dan pemilik kedaulatan atas tanah dan laut di kawasan Pulau Komodo, dengan ini menyatakan menolak rencana pemerintah untuk memindahkan kami keluar dari tanah air leluhur kami," ujar Akbar, koordinator warga Komodo dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (16/8/2019).

Terkait rencana pemerintah untuk menutup sementara Pulau Komodo, warga Komodo menyampaikan 6 tuntutan kepada pemerintah.

Baca juga: Pemerintah Diminta Pikirkan dengan Matang Rencana Relokasi Warga Pulau Komodo

Pertama, warga menuntut pemenuhan hak-hak agraria sebagai warga negara, yaitu pengakuan legal dan sertifikat atas tanah dan rumah milik warga di Pulau Komodo.

Kedua, warga menuntut pengakuan Pemerintah Indonesia mulai dari pusat sampai daerah atas status kawasan Komodo sebagai "man and the biosphere heritage" dan "cultural and natural reserve" sebagaimana yang sudah dilakukan oleh UNESCO.

Ketiga, warga menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengembalikan sebagian dari wilayah daratan dan lautan untuk ruang pemukiman dan ruang penghidupan yang layak bagi warga Komodo.

Keempat, warga mendesak KLHK dan Kementerian Pariwisata untuk mengakui dan memfasilitasi peran aktif warga dalam usaha-usaha konservasi dan pariwisata.

Dalam point empat ini, warga Komodo menuntut pengakuan lembaga adat di Komodo sebagai Dewan Pertimbangan dan/atau Dewan Pengarah dalam struktur Taman Nasional Komodo (TNK).

Kemudian, menolak segala bentuk pembangunan hotel, resort, restauran, rest area, dan sarana wisata lainnya di dalam kawasan TNK.

Kemudian, menuntut pemerintah untuk tidak memberikan izin apapun kepada perusahaan yang hendak membuat bangunan fisik di dalam taman nasional, karena mengancam ruang hidup alami Komodo dan habitatnya.

Kelima, warga menuntut pemerintah untuk memperhatikan pembangunan untuk masyarakat seperti perbaikan pelayanan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana transportasi.

Kemudian, perbaikan layanan pendidikan, termasuk penambahan sekolah SMA dan guru-guru PNS

Keenam, warga menuntut Gubernur NTT Viktor Laiskodat untuk menarik kembali dan meminta maaf atas pernyataannya yang menyebut warga sebagai penduduk liar dan mau menggusur warga keluar dari tanah air Komodo.

"Kami juga menuntut KLHK untuk meminta maaf atas kelambanan dalam menyikapi pernyataan-pernyataan Gubernur Laiskodat," kata Akbar.

Anggota DPRD Provinsi NTT, Boni Jebarus meminta pemerintah memikirkan kembali dengan matang rencana untuk merelokasi warga Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.

"Terkait rencana relokasi penduduk Pulau Komodo, menurut saya itu mesti dipikirkan kembali dengan perencanaan yang matang. Butuh duduk bersama dengan mengedepankan rasionalitas dan kepentingan umum. Kita tunggu kajian tim bersama itu," kata Boni kepada Kompas.com saat dihubungi, Selasa (20/8/2019).

Menurut Boni, hal ini sudah masuk kewenangan Taman Nasional Komodo (TNK) secara penuh. Soal pengelolaan, Pemprov NTT dan Pemkab Manggarai Barat bisa minta ke pemerintah pusat.

"Ada dua hal berbeda, kepemilikan dan pengelolaan. Bisa kok, dikelola pemprov. Tergantung lobi pemprov ke pemerintah pusat. Atau juga pengelolaan bersama," ujar dia.

Boni menyarankan agar jumlah penduduk yang menempati Pulau Komodo dibatasi.

"Bayangkan jumlah penduduk Komodo sekarang berapa. Lonjakan 5 sampai 10 tahun lagi berapa. Lama-lama mereka buat pemukiman baru di hutan Komodo. Itu bisa berbahaya, karena arena habitat komodo sempit. Karena itu kami minta Dukcapil Mabar periksa KTP, masyarakat asli boleh. Pendatang dan atau kawin mawin silakan jadi diaspora," saran Boni.

Terkait rencana penutupan pulau itu, menurutnya, demi ekosistem Komodo, rencana penutupan pulau itu untuk sementara itu didukung.

Penataan Pulau Komodo perlu dilakukan seiring penetapan Labuan Bajo jadi pariwisata premium.

"Dari dulu pariwisata di Komodo begitu begitu saja, pola konvensional dan tradisional. Orang datang, lihat lalu pulang. Jutaan yang datang, tapi tidak berdampak pada multiplier ekonomic. Yang dapat untung hanya pelaku wisata tour. Apalagi untuk PAD Kabupaten Manggarai Barat kecil sekali. Bahkan, Pemprov NTT tidak dapat apa-apa," tutur Boni.

"Saya secara khusus meminta pemerintah pusat untuk pengelolaan bersama TNK, Pemprov NTT, dan Pemda Mabar. Hal dimaksudkan agar pemprov dan pemda mendapat PAD dari pengelolaan itu. Misalnya, ketika ke Komodo, berapa persen untuk TNK, pemprov dan pemda. Jadi, naik kan tiket adalah alternatif. Untuk itu penutupan pulau Komodo dalam rangka konvervasi dan juga evaluasi menjadi keharusan," tambah anggota DPRD dari Dapil Manggarai Raya itu.

Baca juga: 8 Ekor Rusa Diselundupkan dari Pulau Komodo, 7 Dalam Kondisi Mati

Sementara itu, Viktor Bungtilu Laiskodat kembali menanggapi penolakan sejumlah warga Pulau Komodo di Kabupaten Manggarai Barat yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka keluar dari wilayah tersebut.

"Di mana-mana semua orang pasti begitulah (menolak) dan itu adalah hal biasa," ujar Viktor saat diwawancarai Kompas.com, di Hotel Sasando Kupang, Jumat (16/8/2019) malam.

Menurut Viktor, prinsipnya pemerintah tidak pernah berniat untuk mencelakakan warganya sendiri.

Yang dilakukan oleh pemerintah, lanjut Viktor, hanya sebatas penertiban dan demi kepentingan pembangunan kawasan itu menjadi konservasi serta untuk masa depan NTT.

"Untuk warga semua akan diperhatikan, baik itu anak sekolah, air bersih, listrik kita disiapkan. Bahkan sertifikat tanah pun akan disiapkan," kata Viktor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com