Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Rencana Kontroversi Gubernur NTT Tutup Pulau Komodo

Kompas.com - 08/09/2019, 09:10 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Dalam aksi itu, masyarakat menolak pemindahan penduduk keluar dari pulau seperti yang diwacanakan Gubernur NTT.

Koordinator aksi, Ihsan Abdul Amir mengungkapkan, sebagai masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional, sudah lama mendukung usaha-usaha konservasi dan pembangunan pariwisata.

Ia mengatakan, warga Pulau Komodo juga akan menolak segala program pembangunan yang mengabaikan keberadaan masyarakat penduduk setempat.

Warga, kata dia, menginginkan agar pembangunan pariwisata dan konservasi yang memperhitungkan keberadaan mereka sebagai penduduk Pulau Komodo dan model pembangunan yang lebih memenuhi hak-hak dasar mereka sebagai warga negara yang berdaulat.

"Kami sudah lama terlibat dalam pariwisata berbasis konservasi. Penutupan sewenang-wenang Pulau Komodo akan menghilangkan mata pencaharian kami," kata Ihsan, Kompas.com, Rabu (17/7/2019).

Warga Pulau Komodo telah melewati sebuah proses yang sangat panjang sebelum bergantung pada sektor pariwisata.

"Harga yang sangat mahal mesti kami bayar. Kami telah merelakan tanah kami untuk dijadikan sebagai bagian dari kawasan TNK. Lantas, ketika kami telah bergantung pada sektor pariwisata, pemerintah secara sepihak mengambil keputusan menutup Pulau Komodo dari aktivitas pariwisata yang dengan jelas amat merugikan kami secara ekonomi," tambah Ihsan.

Karena itu, pihaknya menyampaikan beberapa pernyataan sikap, antara lain;

Pertama, menuntut gubernur NTT untuk segera membatalkan rencananya menutup Pulau Komodo dan memindahkan sebagian atau pun seluruh penduduk.

Kedua, menuntut Presiden Jokowi untuk segera mencabut kembali pernyataan dukungannya terhadap recana penutupan Pulau Komodo.

Ketiga, menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas model pengembangan pariwisata di Kampung Komodo yang berpihak pada kepentingan masyarakat.

Keempat, menuntut pihak BTNK untuk juga berpihak pada kepentingan masyarakat Komodo di samping menjalankan tupoksinya sebagai badan konservasi.

Warga pun kembali menggelar aksi menolak rencana pemerintah untuk memindahkan mereka keluar dari wilayah tersebut.

"Kami warga Komodo sebagai warga negara dan pemilik kedaulatan atas tanah dan laut di kawasan Pulau Komodo, dengan ini menyatakan menolak rencana pemerintah untuk memindahkan kami keluar dari tanah air leluhur kami," ujar Akbar, koordinator warga Komodo dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (16/8/2019).

Terkait rencana pemerintah untuk menutup sementara Pulau Komodo, warga Komodo menyampaikan 6 tuntutan kepada pemerintah.

Baca juga: Pemerintah Diminta Pikirkan dengan Matang Rencana Relokasi Warga Pulau Komodo

Pertama, warga menuntut pemenuhan hak-hak agraria sebagai warga negara, yaitu pengakuan legal dan sertifikat atas tanah dan rumah milik warga di Pulau Komodo.

Kedua, warga menuntut pengakuan Pemerintah Indonesia mulai dari pusat sampai daerah atas status kawasan Komodo sebagai "man and the biosphere heritage" dan "cultural and natural reserve" sebagaimana yang sudah dilakukan oleh UNESCO.

Ketiga, warga menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengembalikan sebagian dari wilayah daratan dan lautan untuk ruang pemukiman dan ruang penghidupan yang layak bagi warga Komodo.

Keempat, warga mendesak KLHK dan Kementerian Pariwisata untuk mengakui dan memfasilitasi peran aktif warga dalam usaha-usaha konservasi dan pariwisata.

Dalam point empat ini, warga Komodo menuntut pengakuan lembaga adat di Komodo sebagai Dewan Pertimbangan dan/atau Dewan Pengarah dalam struktur Taman Nasional Komodo (TNK).

Kemudian, menolak segala bentuk pembangunan hotel, resort, restauran, rest area, dan sarana wisata lainnya di dalam kawasan TNK.

Kemudian, menuntut pemerintah untuk tidak memberikan izin apapun kepada perusahaan yang hendak membuat bangunan fisik di dalam taman nasional, karena mengancam ruang hidup alami Komodo dan habitatnya.

Kelima, warga menuntut pemerintah untuk memperhatikan pembangunan untuk masyarakat seperti perbaikan pelayanan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana transportasi.

Kemudian, perbaikan layanan pendidikan, termasuk penambahan sekolah SMA dan guru-guru PNS

Keenam, warga menuntut Gubernur NTT Viktor Laiskodat untuk menarik kembali dan meminta maaf atas pernyataannya yang menyebut warga sebagai penduduk liar dan mau menggusur warga keluar dari tanah air Komodo.

"Kami juga menuntut KLHK untuk meminta maaf atas kelambanan dalam menyikapi pernyataan-pernyataan Gubernur Laiskodat," kata Akbar.

Anggota DPRD Provinsi NTT, Boni Jebarus meminta pemerintah memikirkan kembali dengan matang rencana untuk merelokasi warga Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.

"Terkait rencana relokasi penduduk Pulau Komodo, menurut saya itu mesti dipikirkan kembali dengan perencanaan yang matang. Butuh duduk bersama dengan mengedepankan rasionalitas dan kepentingan umum. Kita tunggu kajian tim bersama itu," kata Boni kepada Kompas.com saat dihubungi, Selasa (20/8/2019).

Menurut Boni, hal ini sudah masuk kewenangan Taman Nasional Komodo (TNK) secara penuh. Soal pengelolaan, Pemprov NTT dan Pemkab Manggarai Barat bisa minta ke pemerintah pusat.

"Ada dua hal berbeda, kepemilikan dan pengelolaan. Bisa kok, dikelola pemprov. Tergantung lobi pemprov ke pemerintah pusat. Atau juga pengelolaan bersama," ujar dia.

Boni menyarankan agar jumlah penduduk yang menempati Pulau Komodo dibatasi.

"Bayangkan jumlah penduduk Komodo sekarang berapa. Lonjakan 5 sampai 10 tahun lagi berapa. Lama-lama mereka buat pemukiman baru di hutan Komodo. Itu bisa berbahaya, karena arena habitat komodo sempit. Karena itu kami minta Dukcapil Mabar periksa KTP, masyarakat asli boleh. Pendatang dan atau kawin mawin silakan jadi diaspora," saran Boni.

Terkait rencana penutupan pulau itu, menurutnya, demi ekosistem Komodo, rencana penutupan pulau itu untuk sementara itu didukung.

Penataan Pulau Komodo perlu dilakukan seiring penetapan Labuan Bajo jadi pariwisata premium.

"Dari dulu pariwisata di Komodo begitu begitu saja, pola konvensional dan tradisional. Orang datang, lihat lalu pulang. Jutaan yang datang, tapi tidak berdampak pada multiplier ekonomic. Yang dapat untung hanya pelaku wisata tour. Apalagi untuk PAD Kabupaten Manggarai Barat kecil sekali. Bahkan, Pemprov NTT tidak dapat apa-apa," tutur Boni.

"Saya secara khusus meminta pemerintah pusat untuk pengelolaan bersama TNK, Pemprov NTT, dan Pemda Mabar. Hal dimaksudkan agar pemprov dan pemda mendapat PAD dari pengelolaan itu. Misalnya, ketika ke Komodo, berapa persen untuk TNK, pemprov dan pemda. Jadi, naik kan tiket adalah alternatif. Untuk itu penutupan pulau Komodo dalam rangka konvervasi dan juga evaluasi menjadi keharusan," tambah anggota DPRD dari Dapil Manggarai Raya itu.

Baca juga: 8 Ekor Rusa Diselundupkan dari Pulau Komodo, 7 Dalam Kondisi Mati

Sementara itu, Viktor Bungtilu Laiskodat kembali menanggapi penolakan sejumlah warga Pulau Komodo di Kabupaten Manggarai Barat yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka keluar dari wilayah tersebut.

"Di mana-mana semua orang pasti begitulah (menolak) dan itu adalah hal biasa," ujar Viktor saat diwawancarai Kompas.com, di Hotel Sasando Kupang, Jumat (16/8/2019) malam.

Menurut Viktor, prinsipnya pemerintah tidak pernah berniat untuk mencelakakan warganya sendiri.

Yang dilakukan oleh pemerintah, lanjut Viktor, hanya sebatas penertiban dan demi kepentingan pembangunan kawasan itu menjadi konservasi serta untuk masa depan NTT.

"Untuk warga semua akan diperhatikan, baik itu anak sekolah, air bersih, listrik kita disiapkan. Bahkan sertifikat tanah pun akan disiapkan," kata Viktor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com