Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Bocah Zulkifli: Tinggal di Rumah Reyot, Seminggu Bolos Sekolah karena Tak Punya Uang Jajan

Kompas.com - 06/09/2019, 15:14 WIB
Masriadi ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

ACEH UTARA, KOMPAS.com - Jam baru menujukkan pukul 10.00 WIB, Jumat (6/9/2019) pagi.

Zulfikri (14), ditemani orangtuanya, Asmuzi (45) dan Sakdiah (40), sedang berada di halaman rumah panggung di Desa Ampeh, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara.

Sepekan terakhir, Zulfikri tidak masuk sekolah di Madarasah Ibtidaiyah Negeri Blang Jruen karena tidak punya uang untuk jajan. Maklum, meski tubuhnya relatif tinggi sekitar 150 centimeter, murid kelas lima MI itu tetap seperti anak kebanyakan. Butuh uang jajan di sekolah.

Sayangnya, kedua orangtua Zulkifli tak mampu memenuhi keinginan bocah itu, bahkan sekadar untuk jajan sekalipun.

Baca juga: Kisah Ibu 6 Anak Penghuni Gubuk Reot, Saat Dibantu TNI Perbatasan RI-Timor Leste

 

Sehari-hari, orangtuanya bekerja sebagai buruh tani. Menangguk upah harian dari pemilik sawah.

“Itu pun di musim turun ke sawah. Selebihnya saya mengambil sayuran, genjer, kangkung, daun pisang dan lainnya dijual di pasar,” kata Asmuzi.

Per hari, orangtua Zulkifli memperoleh pendapatan tak seberapa dari menjual sayuran itu. Maksimal Rp 50.000.

Selain kekurangan uang, keluarga ini juga tinggal di rumah tidak layak. Enam tahun terakhir, keduanya menetap di rumah panggung yang sebagian tidak beratap. Hanya sebagian rumah memiliki atap, yakni dapur dan satu kamar.

Dilengkapi dengan dinding lapuk dibalut karton bekas. Tempias hujan menemani hari-hari mereka. Jika matahari terik, sinar matahari menerabas hingga ke dalam rumah.

“Saya tak punya biaya buat rehab. Dulu, saya menetap di rumah kakak saya. Dia pun punya keluarga, rumahnya pun bantuan pemerintah. Jadi, tak mungkin juga lama-lama di sana. Walau rumah tak layak, kami harus bertahan,” tambah sang istri, Sakdiah.

Pagi itu, ketiganya sedang mengatur sayuran untuk diikat. Sayur tersebut dipetik dari rawa-rawa dekat dengan rumah Asmuzi, dan dijual Rp 1.000 per ikat.

Asmuzi berharap putranya bisa sekolah kembali.

Dia mengakui memang terdaftar menjadi peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dari Dinas Sosial Aceh Utara. Namun, uang untuk anak sekolah itu terpaksa dipakai untuk menyambung hidup.

“Memang uang itu buat anak sekolah. Tapi mau bagaimana, terpaksa kami gunakan buat belanja, sebagian buat sekolah anak. Ini sudah seminggu tidak sekolah dia (Zulfikri). Maklumlah namanya anak-anak, kan butuh jajan juga. Kalau dia sekolah tanpa jajan, sedih juga dia kan,” terang Sakdiah.

Baca juga: Kisah Pilu Mbah Kasirah, Tak Punya E-KTP, Hidup Sebatang Kara dan Sakit Tanpa Bantuan Pemerintah

Asmuzi berharap bantuan dari pemerinah ataupun dermawan sehingga anaknya, Zulkifli bisa bersekolah kembali dan rumahnya direnovasi hingga layak ditempati.

“Semoga ada yang menyampaikan ke bupati dan beliau mau membantu saya dan keluarga,” harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com