Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Populasi, Monyet Ekor Panjang Ingin Diekspor ke China dan Amerika

Kompas.com - 05/09/2019, 13:31 WIB
Markus Yuwono,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengajukan kuota pengurangan populasi monyet ekor panjang hingga ribuan ekor di Kabupaten Gunungkidul.

.Jika nantinya diizinkan, monyet ekor panjang akan diekspor ke Amerika dan Cina.

Permintaan ini dilatarbelakangi konflik antara monyet ekor panjang dan manusia di sebagian wilayah Kabupaten Gunungkidul.

"Kita mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat terkait monyet ekor panjang yang merusak lahan pertanian," kata Petugas Balai KSDA Gunungkidul Agus Sunarto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/9/2019).

Agus mengatakan, dari pemetaan awal diketahui monyet ekor panjang yang terlibat konflik dengan manusia berada di 11 kecamatan pada tahun 2019.

Paling banyak terjadi wilayah Kecamatan Girisubo dan Panggang. Dari hitungan kasar di wilayah Kecamatan Girisubo, ada lima koloni monyet ekor panjang yang masing-masing koloni dihuni sekitar 50 sampai 100 ekor. 

Ini diduga karena semakin meningkatnya populasi monyet ekor panjang dan semakin sedikitnya makanan karena musim kemarau panjang. 

Baca juga: Agar Dagangan Tak Dijarah Monyet, Pedagang Simpan Boneka Anjing di Depan Warung

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi populasi. Meski tergolong mengganggu dan hama, tetapi monyet itu tidak bisa dihilangkan sama sekali.

Ini karena dapat mengganggu ekosistem yang ada.

Balai KSDA Yogyakarta sudah mengirimkan petugas untuk pengajuan pengurangan populasi ke Dirjen Konservasi Sumber daya Alam, Kementerian kehutanan sebanyak 1.200 ekor yang 60 sampai 70 persennya dari Gunungkidul.

"Sudah dilakukan pembahasan kemarin (terkait pengurangan populasi di Jakarta). Ada kesempatan (untuk pengurangan populasi) kita ambil," ucapnya. 

Pengurangan populasi nantinya dilakukan oleh pihak ketiga. Hal itu juga pernah dilakukan pada medio 2010 lalu.

Waktu itu pengurangan populasi oleh pihak ketiga dengan mendatangkan warga dari Suku Baduy untuk menangkap ratusan ekor monyet.

"Jadi kita hanya mengajukan, nantinya yang menangkap dari perusahaan yang memiliki izin ekspor. Mereka punya kuota 20.000 ekor perempat tahun. Monyet akan diekspor ke China dan Amerika," ujarnya.  

Agus menjelaskan, selain pengurangan populasi, kawanan monyet ekor panjang juga diberikan ruang untuk berkembang biak.

Salah satunya di kawasan suaka margasatwa di Kecamatan Paliyan. Di sana monyet bisa hidup bebas di lahan seluas 400 hektar. Ada ratusan monyet ekor panjang yang hidup di sana. 

Untuk pakan, pihak Balai KSDA menanam ratusan pohon buah-buahan. Harapannya bisa mengurangi konflik antara manusia dan monyet yang menyerbu permukiman dan lahan pertanian.

"Ada 14 jenis pohon buah yang kita tanam di sekitar SM (Suaka Margasatwa) Paliyan," ucapnya.

Diakuinya upaya menanam pohon ini sering menemui kendala yakni adanya masyarakat yang memotong dahan pohon buah.

Baca juga: Saat Monyet Kecil Disuruh Curi Makanan, Monyet Dewasa Berjaga di Luar...

Untuk itu pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar ikut menjaga ekosistem. 

Sebelumnya, sejumlah wilayah di Gunungkidul monyet ekor panjang mendekati permukiman.

Salah satunya di Kecamatan Semin. Hal itu diceritakan salah seorang perwakilan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Desa Pundungsari, Sudiyono di hadapan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat kunjungan kerja ke Desa Rejosari, Kecamatan Semin, 22 Juli lalu.

Dia mengatakan, selama beberapa tahun terakhir warga yang mengelola lahan di pegunungan Desa Pundungsari dan Karangsari tidak bisa menanam tanaman karena hampir setiap hari didatangi monyet ekor panjang. 

Saat ini warga hanya menanam pohon keras, seperti jati. Sementara untuk palawija sudah tidak berani.

"Keranya (Monyet) menyebar, lalu masyarakat di sekitarnya kesulitan untuk menghalau, banyak lahan yang tidak bisa ditanami karena diserang (monyet) ekor panjang," katanya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com