KOMPAS.com - Tanaman kratom (Mitragyna speciosa) dikenal sebagai daun ajaib asal Kalimantan yang menjadi komoditas ekspor besar dengan Amerika Serikat sebagai konsumen utamanya.
Sayangnya, kurangnya uji klinis membuat banyak pihak yang ragu akan manfaatnya.
Dilansir dari dw.com, tanaman kratom banyak ditemukan di daerah pedalaman Kalimantan, dan sudah dikonsumsi selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini.
Permintaan kratom terus meningkat, hingga banyak petani di Kalimantan beralih menanam kratom.
Baca juga: Dilema Petani Kratom: Mengangkat Perekonomian dan Wacana Larangan Pemerintah
Beriku fakta dari petani kratom di Kalimantan:
Desa Sambus adalah daerah penghasil kratom terbesar di Kapuas Hulu. Dari 278 kepala keluarga atau sekitar 800 jiwa, 90 persen di antaranya merupakan petani kratom.
Warga Sambus bahkan menananm kratom di pekarangan rumahnya atau menjadi pembantu sat memanen daun kratom.
Masa tanam relatif cepat, membuat banyak warga beralih menanam kratom.
Tanaman kratom siap panen setelah 6-9 bulan, dengan siklus panennya setiap 30-40 hari. Untuk kualitas pertumbuhan, kratom sendiri tidak memerlukan perawatan yang rumit.
Baca juga: 7 Fakta Kratom, Bikin Kecanduan hingga Legalitas di Berbagai Negara
"Kami mulai aktif menanam kratom setelah harga karet anjlok," terang dia.
Ia menanam kratom pertama kali di lahan seluas 2 hektare dengan 2.000 batang kratom.
Untuk menanam kratom, petani cukup memberikan pupuk organik dan rutin merapikan rumput. Selebihnya dibiarkan begitu saja.
"(Kratom) jelas lebih cepat menghasilkan dibanding karet. Jika tak ada halangan, 6 bulan setelah ditanam sudah bisa panen," terang dia.
Baca juga: Menurut Pakar Adiksi, Perlu Kajian Sebelum BNN Larang Daun Kratom
Sumantri, petani kratom mengatakan sejak beralih ke kratom, perekonomian warga Sambus mengalami peningkatan.