Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Desa Terpencil Ini, Umat Beragama Hidup Berdampingan, Gotong Royong Membangun Tempat Ibadah

Kompas.com - 03/09/2019, 09:37 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Desa Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ditetapkan menjadi Desa Sadar Kerukunan.

Desa terpencil yang berjarak sekitar 40 kilometer arah tenggara dari ibu kota kabupaten Purwokerto ini menjadi satu dari lima desa di Jawa Tengah, yang menjadi percontohan kerukunan antarumat beragama.

Sejak puluhan tahun silam, umat Islam, Budha, Kristen dan kepercayaan di desa tersebut hidup berdampingan.

Di desa yang berada di ketinggian 300 mdpl terdapat beberapa rumah ibadah, yaitu masjid, gereja dan vihara.

Baca juga: Siswa SMK di Banyumas Ciptakan Mobil Listrik Tenaga Surya, Melaju hingga 40 Km Per Jam

Kepala Desa Banjarpanepen Mujiono mengatakan, di desanya terdapat 1.853 kepala keluarga (KK) atau hampir 6.000 jiwa.

Sekitar 80 persen beragama Islam, kemudian Kristen 13 persen, Budha lima persen dan sisanya adalah penganut kepercayaan.

"Di sini itu unik, misal ada kepala keluarga yang beragama Islam, istrinya Kristen. Kita terbiasa dengan toleransi dan kerukunan," kata Mujiono, di sela acara grebeg suran di komplek wisata Watu Jonggol desa setempat, Senin (2/9/2019).

Menurut Mujiono, kerukunan antarumat beragama tercermin dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pembuatan rumah ibadah.

Apabila umat Islam membangun atau merenovasi masjid, umat agama lain turut membantu dan sebaliknya.

"Desa kami tidak punya PAD (Penghasilan Asli Desa) apapun, jadi untuk membangun desa perlu kerja sama yang kuat, saling gotong royong. Kami satukan melalui kegiatan grebeg suran ini, semua umat beragama berkumpul," ujar Mujiono.

Mitro, salah satu tokoh agama Islam desa setempat mengatakan, kerukunan antarumat beragama juga tercermin saat perayaan hari besar keagamaan.

Warga terbiasa bergotong royong dalam persiapan perayaan hari besar.

"Bagi kami yang Muslim dasarnya adalah Lakum Dinukum Waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku). Kalau Lebaran, umat agama lain juga menyediakan makanan di rumah umat Islam yang datang untuk saling meminta maaf," kata Mitro.

Turimin, salah satu tokoh penganut kepercayaan menuturkan kehidupan beragama di desa tersebut tidak pernah ada persoalan. Bahkan, anggota keluarganya terdiri dari beberapa keyakinan.

"Kakak saya kepercayaan, ada yang Islam, kemudian adik saya ada yang Kristen. Walaupun berbeda agama, kami asalnya satu, jadi harus selalu rukun, kerukunan antarwarga tidak memandang agama," ujar Turimin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com