Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rumah Baca Bintang, Pelopor Literasi di Desa Terpencil dengan Kondisi Memprihatinkan

Kompas.com - 30/08/2019, 08:19 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - Kerja keras Yulianto (29), pemuda asal Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dalam menyebarkan virus literasi di kampung halamannya patut diapresiasi.

Berjuang dengan segala keterbatasan tak menyurutkan langkahnya untuk membiasakan generasi muda akrab dengan buku-buku bacaan.

Baginya, pendidikan adalah modal penting bagi anak-anak untuk bisa menembus dinding peradaban yang penuh keniscayaan.

Pada Kamis (29/8/2019), Kompas.com berkesempatan berkunjung ke "Rumah Baca Bintang" yang dikelola Yulianto secara pribadi di Dusun Jajar, RT 03/RW 03. 

Rumah Baca Bintang ini sekaligus merupakan kediaman Yulianto bersama kedua orang tuanya.

Lokasi Rumah Baca Bintang dapat ditempuh dari Kota Purwodadi, Grobogan, sekitar 1,5 jam.

Yulianto merintis Rumah Baca Bintang di pertengahan 2011.

Namun, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam mengawali upaya positifnya tersebut.

Baca juga: Cerita Pembagian Air Bersih, sampai Malam hingga Warga Bawa Golok karena Tak Kebagian

Dilarang orangtua hingga bongkar kamar pribadi

Orangtua Yulianto tidak menghendaki dibangunnya Rumah Baca Bintang.

Penolakan itu muncul lantaran tempat belajar untuk anak-anak itu harus merampas sebagian ruangan di dalam rumah.

Apalagi, rumah orang tua Yulianto hanya berukuran sekitar 6x12 meter.

Ayah dan Ibunya khawatir aktivitas internal di dalam rumah tangga nantinya menjadi terbatasi karena harus berbagi dengan rutinitas Rumah Baca Bintang.

Meski sedikit jengkel, Musmin (58) yang seorang buruh bangunan dan Soni Hindarti (51) yang hanya sebagai ibu rumah tangga itu pun akhirnya menyerah dengan keinginan kuat putranya tersebut.

"Kami tak habis pikir maunya anak itu apa. Rumah kami kan kecil. Tapi tak apalah, kami pun coba ikuti alurnya," ujar Musmin.

Setelah menangkap sinyal lampu hijau dari orangtuanya, Rumah Baca Bintang terealisasi dengan menempati sebagian ruang tamu seluas 3x4 meter. Saat itu, koleksi buku untuk anak-anak yang terpajang sekitar 150 buku.

Keseluruhan buku itu dikumpulkan oleh Yulianto dari hasilnya menabung sejak kecil.

Perlahan, jumlah anak-anak yang berdatangan ke Rumah Baca Bintang kian banyak. 

Pada awal 2015, Yulianto terpaksa mengikhlaskan kamar pribadinya dibongkar untuk memperluas ukuran Rumah Baca Bintang.

Kini, Rumah Baca Bintang seluas 5x6 meter tersebut memiliki koleksi buku anak-anak sekitar 2.500 buku.

Rumah Baca Bintang mulai ramai disesaki anak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama saat sore pukul 15.00 WIB atau waktu pulang sekolah.

Rumah Baca Bintang tutup pada malam hari pukul 21.00 WIB.

Saat ini, dalam sehari jumlah anak-anak yang datang ke Rumah Baca Bintang bisa mencapai 40 orang.

"Saya sisihkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli buku anak-anak. Saya hanya ingin anak-anak terbiasa belajar, membaca dan mencintai pendidikan. Itu kan bekal masa depan mereka," tutur anak bungsu dari dua bersaudara ini.

Selama bertahun-tahun merintis Rumah Baca Bintang secara mandiri, lulusan Sarjana Ilmu Perpustakaan (S1) Universitas Terbuka di Purwodadi, Grobogan, ini meyakini bahwa apa yang dia upayakan untuk menggairahkan atmosfer belajar di kalangan anak-anak akan berbuah manis kelak.

"Banyak yang menganggap saya gila. Kenapa sih tidak mencari pekerjaan yang mapan? Dalam hati saya menjawab jika ini adalah pilihan hidup saya. Cita-cita saya, mendampingi anak-anak supaya aktif dan gemar membaca di sela aktivitas saya sebagai pendongeng," ujar Yulianto.

Suasana Rumah Baca Bintang di Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2019) sore.KOMPAS.COM/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO Suasana Rumah Baca Bintang di Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2019) sore.
Kondisi memprihatinkan

Secara kasatmata, Rumah Baca Bintang kondisinya cukup memprihatinkan.

Konstruksinya hanya berdinding papan kayu usang yang menyisakan lubang di mana-mana.

Lantainya hanya beralaskan semen yang sudah banyak retakan.

Yulianto pun mengakalinya dengan menutupi lantai lapuk itu menggunakan tikar seadanya.

Ventilasi udara di Rumah Baca Bintang pun kurang begitu memadai, sehingga terkadang suhu terasa panas saat berada di dalam.

Hanya ada satu jendela kayu lawas serta bagian atapnya yang tak berplafon.

Bahkan, saat hujan turun, air masuk dari berbagai celah.

Karena belum ada anggaran yang lebih, Rumah Baca Bintang pun terpaksa menyulap kardus dan kotak kayu bekas wadah telur sebagai rak buku.

Ada sekitar 40 rak buku yang terbuat dari barang rongsokan, yang dibeli Yulianto dari para pemulung tersebut.

Rumah Baca Bintang adalah salah satu pelopor literasi di pelosok desa yang bertahan dengan kesederhanaannya. Jauh dari kesan mewah dan apa adanya, rumah baca ini hanya berbekal asa yang melambung tinggi dengan tujuan mulia.

"Inginnya sih dibangun lebih bagus. Tapi mau bagaimana lag,i tak punya uang lebih. Pun demikian tak ada bantuan dari pemerintah maupun donatur. Yang penting anak-anak bisa rajin membaca dan belajar sudah lebih dari cukup," ujar elaki kelahiran Juli 1990 tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com