KOMPAS.com - Ridwan Saidi mengeluarkan pernyataan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan fiktif. Pernyataan tersebut dia keluarkan di kanal YouTube Macan Idealis.
Budayawan asal Betawi tersebut mengklaim telah 30 tahun mempelajari bahasa kuno untuk menyelisik jejak-jejak keberadaan Kerajaan Sriwijaya.
Dia juga mengaku telah menelusuri jejak-jejak kerajaan tersebut seorang diri, tanpa guru, dan tanpa kolega,
"Saya sudah 30 tahun mempelajari bahasa-bahasa kuno. Banyak kesalahan mereka (arkeolog), prasasti di Jawa dan Sumatera adalah bahasa Melayu, tapi sebenarnya bahasa Armenia," ujar Ridwan ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (28/8/2019).
Baca juga: Ridwan Saidi: Kerajaan Sriwijaya Fiktif Sudah Pernah Dibukukan
Menurutnya, Bahasa Armenia memberi pengaruh besar pada Bahasa Melayu.
Ia mengganggap prasasti yang selama ini menjadi dasar keberadaan Kerajaaan Sriwijaya ditafsirkan secara keliru.
Jika dibaca menggunakan Bahasa Armenia, prasasti tersebut tidak menjelaskan adanya Kerajaan Sriwijaya.
"Oleh arkeolog dipukul rata itu bahasa Sanskerta. Itu yang harus dikoreksi, masa enggak boleh dikoreksi. Bantahlah argumentasi saya bahwa menggunakan prasasti Kedukan Bukit (sebagai bukti adanya Kerajaan Sriwijaya) salah. Karena yang mereka (arkeolog) andalkan itu. Maka, saya katakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif," kata Ridwan.
Ridwan juga mengatakan telah mendatangi beberapa situs di Palembang termasuk mengunjungi prasasti Kedukan Bukit.
Baca juga: Ridwan Saidi Klaim Sudah 30 Tahun Cari Jejak Kerajaan Sriwijaya
Hal tersebut juga dia sampaikan pada video wawancaranya yang diunggah ke YouTube.
"Yang heboh kok Sriwijaya saja, enggak ada Tarumanagara yang saya bilang fiktif juga. Tarumanegara kan juga saya bilang fiktif," ujar pria 77 tahun itu.
Hipotesa terkait Sriwijaya dan Tarumanagera tersebut menurut Ridwan Saidi sudah pernah ia sampaikan melalui buku karangannya yang berjudul "Rekonstruksi Sejarah Indonesia dan Kedatangan Islam."
Dikutip dari akses katalog daring Perpustakaan Nasional RI, buku "Rekonstruksi Sejarah Indonesia dan Kedatangan Islam" sudah diterbitkan beberapa kali.
Baca juga: Akan Dilaporkan ke Polisi soal Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Ini Kata Ridwan Saidi
Cetakan ketiganya yang dirilis Yayasan Renaissance pada 2016 lalu, tersimpan 3 jilid di gedung Perpustakaan Nasional.