Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Ridwan Saidi Sebut Sriwijaya Fiktif, Akan Dipolisikan hingga Dianggap Cari Sensasi

Kompas.com - 28/08/2019, 12:26 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Video budayawan asal Betawi, Ridwan Saidi, yang menyebut Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif menjadi viral di media sosial dan menuai protes para sejarawan. 

Salah satunya seorang peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Sumsel) Retno Purwati. Baginya, pernyataan Ridwan hanyalah sekedar lelucon yang tak memiliki dasar kuat.

“Saya kira begini era medsos itu kan kita juga harus kritis, kita lihatlah yang berkomentar itu siapa, kalau yang berkomentar bukan sejarawan, bukan arkeolog ya sudah anggap saja itu sebagai lelucon, enggak usah ditanggapin,” kata Retno. 

Sementara itu, Yayasan Tandi Pulau yang berisi para budayawan di Sumatera Selatan akan menempuh jalur hukum terkait pernyataan Ridwan yang diunggah di kanal YouTube 'Macan Idealis'.

Baca juga: Begini Penjelasan Arkeolog Soal Kerajaan Sriwijaya yang Disebut Fiktif oleh Ridwan Saidi

Selain itu, Retno menjelaskan sederet bukti sejarah yang menegaskan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, antara lain:

1. Asal muasal muncul nama Sriwijaya

Avanzanation Journey kunjungi Candi Muara Takus di Riau, jejak keemasan Kerajaan Sriwijaya.TAM Avanzanation Journey kunjungi Candi Muara Takus di Riau, jejak keemasan Kerajaan Sriwijaya.

Retno menjelaskan, nama Sriwijaya sempat diduga adalah nama seorang raja. Namun, setelah ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di Palembang, baru diketahui jika Sriwijaya adalah sebuah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-7.

Dari temuan prasasti kedukan bukit, prasasti-prasasti lain yang menyangkut kerajaan Sriwijaya juga akhirnya ditemukan, baik dalam keadaan utuh maupun pecahan.

“Belum arcanya, belum situs-situsnya yang kemudian kami lakukan carbon dating atau C-14 itu hasilnya hampir 7 semua, itukan bukti-bukti (kerajaan Sriwijaya) langsung,” katanya kepada Kompas.com, Selasa (27/8/2019).

Baca juga: Berburu Benda Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dengan "Metal Detector"...

2. Penelitian dari sejarawan luar negeri

Ilustrasi buku lama Ilustrasi buku lama

Retno juga menunjukkan bahwa seorang penulis asal Jepang, Takashi Suzuki, telah dua kali menerbitkan buku tentang Kerajaan Sriwijaya.

Buku pertama Takashi terbit pada tahun 2012, dengan judul ‘The History of Srivijaya Under The Tributary Trade System of China’ dan buku kedua berjudul ‘The History of Srivijaya Angkor and Champa’ yang terbit pada 2019.

“Kalau fiktif (Kerajaan Sriwijaya), untuk apa Takashi sampai menulis buku sampai dua kali?,” ucapnya.

Sementara itu, pada tahun 2014 lalu, sejumlah arkeolog dari India, Inggris, Jepang, Singapura juga sempat berdatangan ke Palembang untuk mengikuti seminar internasional soal kerajaan Sriwijaya. Hal itu juga memperkuatkan jika kerajaan itu bukan fiktif.

Baca juga:  4 Fakta Kunjungan Jokowi di DIY, Shalat Jumat di Masjid Peninggalan Bung Karno hingga Bertemu Sri Sultan

3. Akan dilaporkan ke polisi 

Ketua Yayasan Tandi Pulau Erwan Suryanegara memberikan penjelasan soal ucapan Budayawan Betawi Ridwan Saidi yang menyebutkan Kerajaan Sriwijaya fiktif.KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Ketua Yayasan Tandi Pulau Erwan Suryanegara memberikan penjelasan soal ucapan Budayawan Betawi Ridwan Saidi yang menyebutkan Kerajaan Sriwijaya fiktif.

Ketua Yayasan Tandi Pulau, Erwan Suryanegara, mengatakan, tayangan Youtube yang disebarkan pada 23 Agustus 2019 tersebut, menduga ada unsur kesengajaan dari pihak pengelola akun untuk mendapat pundi-pundi rupiah dengan menyebarkan video itu.

Pengunggah video, menurut Erwan, ingin mendapatkan viewer tinggi serta subscriber yang banyak dengan membuat pernyataan kontroversial tentang kerajaan Sriwijaya.

"Karena ini ada kejahatan digolongkan ITE, karena ada menyebarkan berita bohong, hoaks,yang tanpa data-data ilmiah, data valid. Kita lihat ada celah ke sana, tentunya dengan ke ranah hukum, tujuan kita adalah agar video yang tidak benar itu nanti dihapus oleh pihak YouTube,"kata Erwan, usai menggelar rapat bersama Dinas Kebudayaan Palembang, Selasa (27/8/2019).

Baca juga: Sebut Sriwijaya Kerajaan Fiktif, Budayawan Betawi Ridwan Saidi Terancam Dipolisikan

 

4. Perburuan benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Seorang pemburu benda zaman Kerajaan Sriwijaya yang tergabung dalam Komunitas Petualang Metal Detektor Indonesia, Arya, nampak tengah mendeteksi benda bersejarah di pinggir Sungai Musi.Antara News Sumsel/Arya/Aziz Munajar/19 Seorang pemburu benda zaman Kerajaan Sriwijaya yang tergabung dalam Komunitas Petualang Metal Detektor Indonesia, Arya, nampak tengah mendeteksi benda bersejarah di pinggir Sungai Musi.

Pada bulan Juni 2019, salah satu pemburu benda bersejarah Kerajaan Sriwijaya yang tergabung dalam Komunitas Petualang Metal Detektor Indonesia, Arya mengatakan, sudah mengumpulkan 100 koleksi jejak Kerajaan Sriwijaya.

Benda-benda itu berupa koin, kalung, manik-manik, tombak dan cincin. Dirinya mengaku selain secara manula, dia juga menggunakan metal detektor untuk melacak peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Menurutnya, kebanyakan jejak peninggalan tersebut ditemukan di wilayah Mariana, Kedukan Bukit, Ujung Borang, dan Ujung Kenten, mayoritas lokasi penemuan berada di pinggiran dan di dalam Sungai Musi.

"Dalam memastikan itu peninggalan zaman Sriwijaya atau bukan, saya bertanya dan belajar pada dosen-dosen sejarah di Palembang, atau bertanya pada pemburu lain. Jika asli maka akan saya simpan di rumah," katanya, Selasa (25/6/2019).

Baca juga: Fakta Lengkap Istri Bakar Jasad Suami dan Anak, Mengaku Menyesal hingga Sewa Eksekutor Rp 500 Juta

5. Dianggap cari sensasi 

Budayawan Ridwan Saidi saat diwawancarai, diunggah di akun YouTube Macan Idealis. Ridwan Saidi mengatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif. Hal itu menuai reaksi keras warganet. Dok. YouTube/Macan Idealis Budayawan Ridwan Saidi saat diwawancarai, diunggah di akun YouTube Macan Idealis. Ridwan Saidi mengatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif. Hal itu menuai reaksi keras warganet.

Bagi sejumlah sejarawan, pernyataan Ridwan tersebut tidak memiliki bukti kuat. Retno bahkan menganggap hal itu hanyalah sekedar mencari sensasi. 

Mungkin cari sesuatu (sensasi) atau apalah, nggak usah ditanggapi terlalu serius. Apalagi pernyataan itu kan nggak lengkap ya, jadi saya pikir kalau ditanggapi buat capek aja. Kalau tidak mengakui sejarah , sama saja tidak mengakui Indonesia kita dong. Ini juga menghilangkan sejarah Indonesia,” jelas Retno.

Sumber: KOMPAS.com (Aji YK Putra, David Oliver Purba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com