KOMPAS.com - Video budayawan asal Betawi, Ridwan Saidi, yang menyebut Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif menjadi viral di media sosial dan menuai protes para sejarawan.
Salah satunya seorang peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Sumsel) Retno Purwati. Baginya, pernyataan Ridwan hanyalah sekedar lelucon yang tak memiliki dasar kuat.
“Saya kira begini era medsos itu kan kita juga harus kritis, kita lihatlah yang berkomentar itu siapa, kalau yang berkomentar bukan sejarawan, bukan arkeolog ya sudah anggap saja itu sebagai lelucon, enggak usah ditanggapin,” kata Retno.
Sementara itu, Yayasan Tandi Pulau yang berisi para budayawan di Sumatera Selatan akan menempuh jalur hukum terkait pernyataan Ridwan yang diunggah di kanal YouTube 'Macan Idealis'.
Baca juga: Begini Penjelasan Arkeolog Soal Kerajaan Sriwijaya yang Disebut Fiktif oleh Ridwan Saidi
Selain itu, Retno menjelaskan sederet bukti sejarah yang menegaskan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, antara lain:
Retno menjelaskan, nama Sriwijaya sempat diduga adalah nama seorang raja. Namun, setelah ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di Palembang, baru diketahui jika Sriwijaya adalah sebuah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-7.
Dari temuan prasasti kedukan bukit, prasasti-prasasti lain yang menyangkut kerajaan Sriwijaya juga akhirnya ditemukan, baik dalam keadaan utuh maupun pecahan.
“Belum arcanya, belum situs-situsnya yang kemudian kami lakukan carbon dating atau C-14 itu hasilnya hampir 7 semua, itukan bukti-bukti (kerajaan Sriwijaya) langsung,” katanya kepada Kompas.com, Selasa (27/8/2019).
Baca juga: Berburu Benda Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dengan "Metal Detector"...
Retno juga menunjukkan bahwa seorang penulis asal Jepang, Takashi Suzuki, telah dua kali menerbitkan buku tentang Kerajaan Sriwijaya.
Buku pertama Takashi terbit pada tahun 2012, dengan judul ‘The History of Srivijaya Under The Tributary Trade System of China’ dan buku kedua berjudul ‘The History of Srivijaya Angkor and Champa’ yang terbit pada 2019.
“Kalau fiktif (Kerajaan Sriwijaya), untuk apa Takashi sampai menulis buku sampai dua kali?,” ucapnya.
Sementara itu, pada tahun 2014 lalu, sejumlah arkeolog dari India, Inggris, Jepang, Singapura juga sempat berdatangan ke Palembang untuk mengikuti seminar internasional soal kerajaan Sriwijaya. Hal itu juga memperkuatkan jika kerajaan itu bukan fiktif.