Hal senada juga dijelaskan Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih.
Baca juga: Putuskan Kebiri Kimia Pemerkosa 9 Anak, Hakim Sebut Tidak Langgar HAM
Daeng mengatakan, menjadikan kebiri sebagai hukuman berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku.
"Jika dilakukan dalam perspektif rehabilitasi justru si predator seksual akan bisa sembuh karena output dari rehabilitasi memang untuk kesembuhan. Kalau perspektifnya hukuman kan tidak ada output kesembuhan," ujar Daeng, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuman fisik yang dilarang dalam konvensi antipenyiksaan yang telah diratifikasi.
"Dalam konteks hak asasi manusia, itu enggak boleh, itu hukuman fisik apalagi sampai permanen kayak gitu menyalahi konvensi antipenyiksaan yang sudah kita ratifikasi sebagai UU," kata Choirul kepada Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Ia juga menjelaskan bahwa sistem pemidanaan di Indonesia selama 10 tahun terakhir sudah mengarah pada penghapusan hukuman-hukuman fisik.
Baca juga: Kebiri Kimia, Hukuman bagi Pedofilia yang Tuai Kontroversi
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri mempersilahkan pihak medis yang menolak hukuman ekskusi kebiri kimia.
Dikutip dari Kompas.com, pihaknya hanya menjalankan hukuman yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Itu kan haknya mereka, tapi ini kan kita melaksanakan putusan hakim yang secara formal diatur itu dalam UU, dalam Perppu 01 tahun 2016," ungkap Mukri, Senin (26/8/2019).
Perppu kebiri ditandatangani Presiden pada Mei 2016 dan disahkan DPR menjadi UU pada Oktober 2016.
Selain mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, perppu ini juga memuat ancaman hukuman mati bagi pelaku.
Baca juga: Kejagung soal Kebiri Kimia: Ini Kan Melaksanakan Putusan Sesuai UU...
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Rudy Hartono mengatakan, pihaknya sedang menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung untuk pelaksanaan eksekusi.
Eksekusi kebiri kimia akan dilaksanakan berdasarkan arahan dari Kejaksaan Agung.
"Hari ini kami sudah kirimkan surat ke Kejaksaan Tinggi untuk meminta petunjuk terkait eksekusi. Lewat surat ke Kejaksaan Tinggi, kami menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung," ungkap Rudy, Senin (26/8/2019).
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Mojokerto, Rasyid Salim mengatakan pihaknya masih menunggu penjelasan lebih rinci terkait proses eksekusi untuk hukuman kebiri kimia.
Baca juga: Vonis Kebiri Kimia di Mojokerto, Jaksa Pastikan Akan Lakukan Eksekusi
Menurutnya pelaksanaan kebiri kimia memang berpotensi melanggar kode etik profesi dokter. Namun, jika hal itu merupakan perintah undang-undang, kode etik tersebut masih memungkinkan untuk dilanggar.
"Kami masih butuh penjelasan soal itu. Tapi kalau seumpama, (aturannya) harus ikut, ya kita ngikut. Kode etik bisa dilanggar ketika itu merupakan perintah undang-undang," kata Salim, saat dikonfirmasi, Senin (26/8/2019) malam.
SUMBER: KOMPAS.com (Achmad Faizal, Gloria Setyvani Putri, Devina Halim, Moh. Syafií)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.