Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarawan Bantah Ridwan Saidi Jika Kerajaan Sriwijaya Fiktif: Prasasti Kota Kapur Bukti Nyatanya

Kompas.com - 28/08/2019, 11:56 WIB
Heru Dahnur ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Sebuah prasasti di Kota Kapur Bangka, Kepulauan Bangka Belitung yang berangka 608 Saka atau 686 Masehi adalah salahsatu bukti kuat tentang keberadaan dan nama kedatuan Sriwijaya. 

Hal itu disampaikan sejarawan Pangkalpinang Akmad Elvian kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019). Hal ini menjawab pernyataan budayawan Ridwan Saidi sebelumnya yang mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan fiktif di akun YouTube Macan Idealis. 

Ia mengatakan, sebelum prasasti ditemukan pada 1892 oleh JK Meulen, para ahli sejarah menyebut kedatuan besar yang menguasai Nusantara dan seluruh Asia Tenggara dengan sebutan Shih-li-fo-shih atau Fo-shih, berdasarkan berita perjalanan musafir I-Tsing.

"Beberapa ahli sejarah menganggap Kata "Sriwijaya" adalah nama seorang raja karena kebiasaan raja- raja di Nusantara menggunakan kata Sri di depan Abhiseka atau gelar yang berarti mulia," kata Elvian kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: Begini Penjelasan Arkeolog Soal Kerajaan Sriwijaya yang Disebut Fiktif oleh Ridwan Saidi

Alumni Ilmu Sejarah IKIP Jakarta ini menuturkan, kekaburan historisitas Sriwijaya menemukan titik terang karena adanya sumber berbahasa Melayu kuno dengan huruf Pallawa pada baris ke-2, baris ke-4, dan baris ke 10 prasasti Kota Kapur Bangka.

Pada baris ke-2 Prasasti Kotakapur tercantum kalimat "....manraksa yam kadatuan Criwijaya kita..." yang berarti Kedatuan Sriwijaya (kerajaan Sriwijaya).

Selanjutnya pada baris ke-4 tercantum tulisan ".... Ya mulam datu Criwijaya..." yang berarti Datu Sriwijaya atau Raja Sriwijaya. Selanjutnya pada baris ke-10, tercantum tulisan "....yam mala Criwijaya kaliwat..." yang berarti bala Sriwijaya atau tentara Sriwijaya. Keberadaan prasasti Kotakapur Bangka mempertegas, bahwa nama kerajaan yang berkuasa hampir di seluruh wilayah Nusantara dan Asia Tenggara pada abad 7 sampai abad 13 Masehi adalah kerajaan atau kedatuan Sriwijaya.

Baca juga: Fakta Viral Pernyataan Ridwan Saidi, Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif hingga Dibantah Ahli

"Hal menarik lagi dari prasasti Kota Kapur Bangka, yaitu pada baris ke-10 isi prasasti Kota Kapur terdapat kalimat " Bumi jawa tidak tunduk kepada Sriwijaya". Para sejarawan sepakat, bahwa yang dimaksud dengan bumi Jawa di kalimat ini adalah kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat," ujar penulis buku "Kampoeng di Bangka" itu.

Berdasarkan berita Cina, bahwa To-lo-mo atau Tarumanegara dalam Tahun 669 M masih mengirimkan utusannya ke kaisar di Tiongkok.

Menurut Elvian, Kota Kapur Bangka adalah wilayah pusat peradaban tua di pulau Bangka. Berdasarkan temuan arkeologis sisa struktur bangunan candi

"Fragmen arca Wisnu dan benteng tanah menunjukkan Kota Kapur sebagai peradaban tua (abad 5 Masehi), bahkan lebih tua Dua abad sebelum kejayaan Sriwijaya," bebernya.

Baca juga: Bantah Budayawan Ridwan Saidi, Sejarawan Sumsel Pastikan Kerajaan Sriwijaya Nyata

Pada abad 7 Masehi Kota Kapur adalah salah satu Mandala dari Sriwijaya dan merupakan salah satu kota sekaligus pelabuhan dagang Sriwijaya (feeder point) yang melayani entry port Sriwijaya.

Pada baris awal prasasti Kota Kapur dijelaskan juga tentang pemberontakan dari bangsawan Kandra Kayet, seorang bangsawan berpengaruh di kedatuan Sriwijaya yang drohaka atau durhaka kepada datu atau raja Sriwijaya, Dapunta Hyang Srijayanaga.

Untuk menghadapi pemberontakan tersebut Dapunta Hyang Srijayanaga mengirimkan panglima perang bernama Tandrun Luah.

Akan tetapi Tandrun Luah berhasil dikalahkan oleh Kandra Kayet sehingga Dapunta Hyang harus menghadapi sendiri dan berhasil meringkus Kandra Kayet.

Baca juga: Berburu Benda Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dengan Metal Detector...

 

Berita tertulis tentang Kandra Kayet dan Tandrun Luah dituliskan dalam prasasti Kota Kapur antara lain untuk mengingatkan bahwa sebagai mandala Sriwijaya, Kotakapur Bangka jangan sekali kali drohaka atau memberontak kepada Sriwijaya.

Oleh sebab itu prasasti Kota Kapur sering juga disebut dengan piagam konstitusi karena berisi tentang aturan aturan kenegaraan serta aturan aturan kemasyarakatan.

Terkait belakangan ini ada yang menilai Sriwijaya adalah cerita fiktif, Akmad Elvian enggan mengomentari.

Ia meminta masyarakat merujuk pada sumber sejarah dan bukti-bukti yang telah ditemukan.

"Dari sumber yang ditemukan, Sriwijaya memang benar adanya," ucap Elvian yang pernah bertugas sebagai kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pangkal Pinang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com