Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Saksi di Pengadilan, Djarot: Saya Akan Perjuangkan Hak Saya

Kompas.com - 27/08/2019, 21:44 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk bersaksi dalam sidang lanjutan perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Terdakwa adalah Dewi Budiati (54), warga Jalan Karya Sembada Nomor 44, Kelurahan Padangbulan, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan.

Namun, sidang yang diketuai majelis hakim Sri Wahyuni Batubara hanya dibuka sebentar. Jaksa Penuntut Umum Haslinda Hasan tidak dapat menghadirkan terdakwa.

Tim penasihat hukum mengatakan terdakwa sedang sakit, tanpa menyerahkan surat keterangan dokter sebagai bukti.

Tim meminta agar jadwal persidangan diubah menjadi Rabu, karena setiap Senin dan Selasa adalah waktu terdakwa menjalani terapi.

Hakim lalu melempar pertanyaan kepada terdakwa apakah bisa hadir pada Rabu pekan depan, sigap dijawab pria berkacamata itu dengan anggukan.

"Tapi saya minta dipastikan, sakitnya terdakwa tidak diprogram," kata Djarot, Selasa (27/8/2019).

Baca juga: Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Mata Sutiyoso, Ahok, dan Djarot

Mendengar jawaban itu, hakim lalu meminta agar jaksa dan penasihat hukum berkomitmen menghadirkan terdakwa pada persidangan selanjutnya.

Sebelum mengetuk palu, hakim meminta jaksa agar memberitahukan beberapa hari sebelum sidang dibuka untuk terdakwa tidak bisa hadir.

Di luar persidangan, Djarot yang dimintai komentarnya mengaku kecewa dengan ketidakhadiran terdakwa.

Pasalnya, mantan calon gubernur Sumut pada Pilkada 2018 lalu yang berdomisili di Jakarta ini menyempatkan diri menghadiri persidangan di Medan.

Hal itu untuk menunjukkan dirinya punya niat yang baik menegakkan kebenaran, bukan untuk menjatuhkan orang perorang. 

"Pilkada akan terus berlangsung, 2020 ada pilkada serentak, 2024 juga ada. Ini sebagai pembelajaran kita. Di dalam sistem demokrasi selalu ada ruang untuk toleransi, janganlah menghalalkan segala macam cara untuk menang dengan menebarkan fitnah," katanya.

Dia mengaku tidak mengenal terdakwa, begitu juga dengan terdakwa.

"Ini yang harus kita lawan! Lawan berita-berita fitnah dan bohong. Kalau ada berita bohong yang menyangkut siapa saja, laporkan lewat jalur hukum karena ini adalah negara hukum. Saya akan memperjuangkan hak saya," ujarnya.  

Perkara bermula dari status akun Facebook Legros Aliyah yang menuding Djarot telah menyuap beberapa kepala desa di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Dalam postingan bertanggal 6 Juni 2018 pukul 19.35 WIB, tertulis barang bukti tudingan tersebut adalah sobekan kertas pengikat uang dengan nominal Rp 10 juta yang tercecer di lantai.

Pada 7 Juni sekira pukul 03.36 WIB, terdakwa mengunggah status dengan kalimat serupa. Selang satu jam kemudian, terdakwa kembali membuat status di media sosialnya dengan tambahan tulisan, "Berita Djarot dan Kades Asahan bukan hoak, kejadiannya pada 5 Juni pukul 21.00 WIB di kantor Apdesi Asahan".

Baca juga: Edy Rahmayadi Ingin Libatkan Arsitek untuk Bangun Infrastruktur Sumut

Berdasarkan keterangan Djarot, sejumlah saksi dan saksi ahli, jaksa mendakwa Dewi telah membagikan postingan orang lain yang berisi berita bohong dan menghinaan yang menyemarkan nama baik.

Tujuan terdakwa melakukan perbuatannya agar Djarot yang saat itu mencalonkan diri menjadi gubernur Sumatera Utara dipandang kotor dan tidak dipercayai masyarakat.

Terdakwa didakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com