Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Penjelasan Arkeolog Soal Kerajaan Sriwijaya yang Disebut Fiktif oleh Ridwan Saidi

Kompas.com - 27/08/2019, 19:22 WIB
Aji YK Putra,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Peneliti dari  Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Sumsel) Retno Purwati bereaksi keras atas pernyataan seorang budayawan asal Betawi Ridwan Saidi yang menyebutkan jika kerajaan Sriwijaya fiktif.

Ia pun menjelaskan kronologi awal mula penemuan kerajaan tersebut.

Retno mengatakan, kerajaan Sriwijaya pertama kali ditemukan oleh sejarawan asal Perancis George Coedes pada 1918.

Saat itu, nama Sriwijaya muncul setelah ditemukannya prasasti Kota Kapur.

Seorang ahli epigrafi bangsa Belanda bernama H Kerm akhirnya membahas temuan itu.

Baca juga: Bantah Budayawan Ridwan Saidi, Sejarawan Sumsel Pastikan Kerajaan Sriwijaya Nyata

Awalnya, diduga nama raja

Mulanya, nama Sriwijaya sempat diduga adalah seorang raja.

Setelah ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di Palembang, baru diketahui jika Sriwijaya adalah sebuah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-7.

Dari temuan prasasti kedukan bukit, prasasti-prasasti lain yang menyangkut kerjaan Sriwijaya juga akhirnya ditemukan, baik dalam keadaan utuh maupun pecahan.

“Belum arcanya, belum situs-situsnya yang kemudian kami lakukan carbon dating atau C-14 itu hasilnya hampir 7 semua, itukan bukti-bukti (kerajaan Sriwijaya) langsung,” kata Retno kepada Kompas.com, Selasa (27/8/2019).

Retno mengungkapkan, pernyataan Ridwan Saidi yang menyebutkan Sriwijaya sebagai kerajaan fiktif sangat tidak mendasar lantaran tidak disertai dengan bukti yang kuat.

Baca juga: Bantah Budayawan Ridwan Saidi, Sejarawan Sumsel Pastikan Kerajaan Sriwijaya Nyata

Bukti dari arkeolog luar negeri

Selain itu, banyak dari arkelog dari negara luar yang juga telah paham soal kerajaan Sriwijaya, bahkan sampai membuat buku yang menceritakan kerajaan hindu terbesar pada masa tersebut.

Penulis asal Jepang Takashi Suzuki bahkan telah dua kali menerbitkan buku tentang kerajaan Sriwijaya.

Buku pertama yang terbit pada tahun 2012 berjudul ‘The History of Srivijaya Under The Tributary Trade System of China’ dan buku kedua berjudul ‘The History of Srivijaya Angkor and Champa’ yang terbit pada 2019.

“Kalau fiktif (kerajaan Sriwijaya), untuk apa Takashi sampai menulis buku sampai dua kali?,” ucapnya.

Arkelog dari India, Inggris, Jepang, Singapura juga sempat berdatangan ke Palembang pada tahun 2014 lalu untuk mengikuti seminar internasional soal kerajaan Sriwijaya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com