Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dampaknya bagi Kota Bogor Jika Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur

Kompas.com - 27/08/2019, 17:50 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokow)i resmi mengumumkan ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim) beberapa waktu lalu. 

Menurut Jokowi, lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Jokowi menyatakan, keputusan itu dilakukan setelah pemerintah melakukan kajian intensif.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim pun berkomentar soal pemindahan ibu kota. Sebab, Kota Bogor menjadi salah satu daerah penyangga Jakarta selama ini.

Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini membeberkan dampak yang akan terjadi pada Kota Bogor sebagai penyanga Jakarta, jika Ibu Kota pindah ke Kaltim. 

Baca juga: Kalimantan Timur Jadi Ibu Kota, Ada Ancaman Penebangan Hutan hingga Peningkatan Ekonomi

Dampak positif dan negatif

Menurutnya, ada dampak positif maupun negatif yang akan dirasakan oleh Kota Bogor jika nantinya ibu kota pindah ke Pulau Borneo.

Dampak positifnya, kata Dedie, yakni berkurangnya beban lingkungan karena tingginya jumlah penduduk yang selama ini menjadi daerah penyangga Jakarta.

"Jadi beban berat kepada lingkungan akibat pergerakan manusia di seputar Jabodetabek bakal berkurang," ungkap Dedie, Selasa (27/8/2019).

Negatifnya, sambung dia, adalah berkurangnya nilai ekonomi terhadap para pengusaha layanan jasa atau kuliner yang selama ini menggantungkan hidupnya dari keberadaan instansi pemerintah.

Baca juga: Tahun 2020, Peletakan Batu Pertama Jalan untuk Ibu Kota Indonesia di Kalimantan Timur

Ciptakan keseimbangan baru

Meski begitu, Dedie meyakini dampak dari pemindahan ibu kota tidak berpengaruh besar terhadap daerah-daerah penyangga Jakarta.

"Secara keseluruhan tidak akan terlalu berpengaruh kepada Jabodetabek karena perkiraan ibukota baru hanya akan dihuni 1,5 juta penduduk seperti Ibu Kota Brasil di tengah hutan Amazon," jelas dia.

Lanjut dia, tentunya pemerintah pusat sudah melakukan berbagai kajian dan pertimbangan terkait dampak dari pemindahan tersebut.

"Kita bukan dalam kapasitas setuju tidak setuju, karena kajian yang dilakukan sudah cukup komperehensif meliputi berbagai aspek. Intinya, pemindahan ini akan menciptakan titik keseimbangan baru," tutup dia.

Baca juga: Wali Kota Airin Dukung Pemindahan Ibu Kota, Berharap Ada Pemerataan

Ridwan Kamil: ibu kota baru boros lahan, terancam sepi

Sebagai arsitek, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyoroti soal desain dan asumsi pembangunan kota baru yang dinilai terlalu boros lahan.

Walaupun begitu, dia mendukung rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Kalau sudah jadi pertimbangan pemerintah pusat dan DPR saya kira kita dukung. Cuma sebagai arsitek saya melihat desain dan asumsi kota baru banyak hal-hal kurang tepat. Asumsinya lahannya terlalu luas, 200.000 hektar untuk 1,5 juta penduduk. Menurut saya boros lahannya," kata Emil, sapaan akrabnya di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Senin (26/8/2019).

Ridwan Kamil mengatakan, Indonesia harus bercermin dengan kondisi ibu kota Brasilia di Brasil atau Myanmar yang kini sepi aktivitas lantaran lahannya yang terlalu luas. Kondisi itu akan membuat penduduk tak betah.

"Ibu kota yang baik di dunia, banyak mengalami kesalahan. Contohnya Brasil di Brasilia sampai sekarang tanahnya terlalu luas, manusia tidak betah. Myanmar juga sama sepi," ujarnya.

Baca juga: Fakta Ridwan Kamil Kritik Desain Ibu Kota Baru, Boros Lahan hingga Jangan Ulangi Kesalahan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com