Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Birokrasi Lumpuh, Pemerintah Provinsi Papua Minta Pemblokiran Layanan Internet Dicabut

Kompas.com - 26/08/2019, 10:44 WIB
Rachmawati

Editor

"Membuat informasi jadi kacau. Jika besok masyarakat banyak yang turun dan terjadi chaos, yang disalahkan masyarakat bukan orang-orang yang memainkan isu itu," tukasnya.

Baca juga: Duduk Perkara Oknum Polisi Beri Miras kepada Mahasiswa Papua di Bandung


Tunggu rekomendasi aparat keamanan

Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto, menyebut pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat dilakukan dengan dalih kondisi yang "sudah tidak kondusif" dan "atas nama keamanan".

Pasalnya, aksi unjuk rasa itu berubah menjadi pengerusakan toko, mobil, dan gedung DPRD.

Namun hampir sepekan setelah pemblokiran itu, Kemenkominfo menyatakan tidak akan mencabutnya selama belum ada rekomendasi dari aparat keamanan yang melapor ke Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan terkait situasi di Papua dan Papua Barat.

"Ya nanti dilihat, kalau sudah reda, masyarakat tidak emosi, tidak ada gerakan-gerakan yang... ya BIN, Polri, Kodam, aparat keamanan akan pantau kalau dikatakan aman, hidup sudah normal, pasti akan dibuka (akses internet)," ujar Henri Subiakto.

Baca juga: Polisi: Penetapan 10 Tersangka Kerusuhan di Timika Papua Berdasarkan Gelar Perkara dan CCTV

"Jadi mohon maaf ada masyarakat yang tidak nyaman dengan komunikasi yang agak lambat itu, tapi itu untuk upaya besar kepentingan NKRI," sambungnya.

Dari pantauan Kemenkominfo pula, konten-konten video yang diklaim berisi provokasi masih beredar luas di media sosial seperti Facebook maupun aplikasi pesan WhatsApp. Pemilik akun yang membagikan konten tersebut, kata Henri, sebagian besar orang Papua yang menetap di luar negeri.

"Isinya membodoh-bodohkan orang Papua bahwa kenapa diam saja. Orang Papua tidak akan sejahtera sampai kapan pun selama di bawah Indonesia. Papua itu setengah dijajah. Jadi seakan-akan begitu," ujar Henri.

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Kemenkoinfo, jumlah konten seperti itu ada 849 yang disebarkan ke ratusan ribu pemilik akun media sosial Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube.

Warga melakukan konvoi saat aksi di Mimika, Papua, Rabu (21/08). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang. dok BBC Indonesia Warga melakukan konvoi saat aksi di Mimika, Papua, Rabu (21/08). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

Sementara itu, juru bicara Polda Papua, Ahmad Mustofa Kamal, menyatakan kondisi di seluruh wilayah di Papua cukup kondusif, kendati aparat polisi masih melakukan patroli ke kampung-kampung warga. Kata dia, komunikasi yang baik menjadi peran penting saat ini.

"Kami selalu beri penjelasan ke masyarakat bahwa setiap warga agar mengamankan lingkungannya. Partisipasi aktif, sehingga dari waktu ke waktu situasi akan lebih cair. Karena komunikasi yang penting dibangun antara polisi dan warga Papua," ujar Mustofa Kamal.

Patroli, kata dia, tidak hanya terjun ke kampung-kampung warga, tapi juga di dunia maya. Dari pantauannya, selama internet di Papua diblokir, tak ada konten-konten berupa "provokasi" yang bertebaran di media sosial. Namun demikian, ia khawatir situasi akan berubah jika akses internet dibuka kembali.

Baca juga: Polda Jabar Periksa Oknum Polisi yang Diduga Berikan Miras ke Mahasiswa Papua

"Karena ini kan masalahnya belum tuntas seluruhnya baik yang di Papua dan luar Papua. Jadi begitu ada hal-hal di Papua yang dikirim ke luar Papua dan informasi yang tidak benar di luar Papua dikirim ke sini, akan bias. Maka itu, apakah setiap orang bisa jamin postingannya akan bermanfaat atau sebaliknya?" tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com