Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf Pergub Kaltim Siapkan 200 Ribu Hektar untuk Lahan Ibu Kota Negara

Kompas.com - 23/08/2019, 12:10 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Diam-diam, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah menyiapkan draf Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penataan Kawasan Khusus Non Komersial di lokasi ibu kota negara, Bukit Soeharto.  

Kurang lebih 200 ribu hektar lahan di kawasan itu telah siap. Lahan itu menjurus ke sisi timur Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sisi barat Kabupaten Kutai Kertanegara, termasuk luas Taman Hutan Raya Bukit Soeharto 64.814,98 hektar.

Baca juga: Gubernur Kalimantan Timur Buat Pergub Halau Broker Tanah di Lokasi Ibu Kota Negara

Lewat Pergub, luasan lahan tersebut tak bisa diperjualbelikan oleh siapapun. Sebab, semua kawasan adalah lahan milik negara.

“Kami akan teken, begitu lokasi pasti ditentukan Presiden,” ungkap Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Kamis (22/8/2019) saat ditemui awak media di kediamannya, Jalan Adipura, Samarinda.  

Isran mengatakan, draf Pergub sudah ada. Namun, belum dicantumkan lokasi pasti karena belum ada penentuan.

“Begitu diumumkan, kami tinggal masukkan titik koordinat,” kata Isran lagi.

Baca juga: Hindari Broker Tanah, Gubernur Kaltim Dilarang Sebut Lokasi Pasti Pemindahan Ibu Kota Negara

Jika luasan lahan tersebut ditemukan overlap dengan izin konsesi tambang batu bara atau perkebunan, maka menunggu hingga izin selesai. Tak akan diperpanjang lagi.

Isran menegaskan,semua kawasan yang ada di Bukit Soeharto adalah milik negara.

Jika ada warga yang bermukim di sana, diberi pilihan pindah atau tetap menetap namun ditata kembali.

“Di kawasan itu semua hutan. Kawasan di PPU dan Bukit Soeharto memang ada masyarakat yang tinggal di sana. Tinggal diberi pilihan tetap di sana atau ditata. Karena semua itu milik negara,” jelasnya.  

Pergub ini akan menghalau para broker tanah.

 
Kumpulkan kepala daerah

Isran Noor mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan bupati dan wali kota yang terdampak ibu kota negara guna meluruskan rencana tata ruang.  

“Perlu ada review tata ruang. Masing-masing kota di sekitarnya harus merevisi ulang RTRW misalnya ada RTH bisa berubah. Jadi harus ada pertimbangan. Jangan sampai ada pelanggaran tata ruang,” ungkapnya.  

Revisi tata ruang tersebut mestinya harus dilaksanakan secara disiplin. Karena, sering kali pembangunan tak sesuai dengan tata ruang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com