Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Siswa SMP Kelas Jauh Menangis Minta Bangunan Sekolah

Kompas.com - 21/08/2019, 12:54 WIB
Ari Maulana Karang,
Khairina

Tim Redaksi

 

GARUT, KOMPAS.com – Perayaan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di Garut, sempat diwarnai dengan viralnya sebuah rekaman video yang berisi curahan hati sejumlah siswa kelas jauh SMPN 1 Talegong, Garut.

Dalam video tersebut, seorang siswa yang jadi juru bicara yang lain, meminta kepada Presiden Jokowi hingga bupati dan kepala desa agar segera membangunkan gedung sekolah untuk mereka. Sambil menahan tangis, sang siswa menyampaikan permohonannya.

Video tersebut, mulai ramai tersebar di media sosial dan grup-grup WhatsApp di Garut hingga menuai keprihatinan banyak pihak dan mendapat respon cukup tinggi dari para pengguna media sosial.

Baca juga: Viral Ikan Terperangkap Kantong Plastik, Begini Kisah di Baliknya

Kelas jauh tersebut berada di Desa Sukamaju, Kecamatan Talegong. Biasanya, para siswa kelas jauh belajar menumpang ruang kelas di SDN 3 Sukamaju yang ada di Kampung Datar Jeruk, Desa Sukamaju. Hal itu berlangsung sejak kelas jauh tersebut pertama didirikan tahun 2005.

Namun, sejak satu bulan lalu, para siswa kelas jauh harus pindah sekolah ke SDN 1 Sukamaju yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari SDN 3 Sukamaju.

Untuk sampai ke Desa Sukamaju, Kecamatan Talegong sendiri, perlu persiapan yang cukup, terutama menyangkut kendaraan yang digunakan.

Dari Kota Garut, perjalanan ke Desa Sukamaju, memakan waktu hingga lebih dari 5 jam.

Kontur perbukitan membuat jalan yang harus ditempuh berliku-liku dan naik turun tajam. Untungnya, kondisi jalan relatif sudah cukup baik.

Baca juga: Kisah Bocah Pemulung Viral, Dikira Meninggal Padahal Tidur Pulas

Kompas.com sempat melihat langsung aktivitas para siswa kelas jauh SMPN 1 Talegong, pada Selasa (20/08/2019), hingga bertemu dengan sang siswa yang jadi juru bicara dalam rekaman video yang viral tersebut.

Esty Yulianty (14) namanya. Siswa kelas IX SMPN 1 Talegong kelas jauh tersebut, saat ini seperti menjadi pahlawan bagi kawan satu sekolahnya karena berani menyuarakan kepentingan mereka hingga didengar oleh pemerintah daerah.

Salah satu buktinya, satu hari sejak video tersebut tersebar, Bupati Garut Rudy Gunawan langsung menugaskan seorang pejabat di bidang sarana dan prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Garut untuk melihat langsung ke Desa Sukamaju dan melakukan kajian kemungkinan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB).

“Iya betul, hari Minggu (18/8/2019) ada pejabat dari Disdik datang langsung ngecek, sekalian lihat tanah yang akan dibangun sekolah,” jelas Yeyet, Kepala Desa Sukamaju, saat ditemui Selasa (20/8/2019) pagi di SDN 3 Sukamaju.

Menurut Yeyet, video tersebut dibuat oleh para siswa saat melakukan pawai memperingati HUT ke-74 RI di desanya pada Sabtu (17/8/2019).

Video yang direkam oleh seorang guru tersebut, menurutnya dibuat sepengetahuan dirinya karena memang isu soal pembangunan sekolah baru di desanya telah cukup lama disuarakan.

“Tiap tahun saat pawai para siswa juga menyampaikan aspirasinya, biasanya lewat tulisan-tulisan di karton, tahun ini dibuat video dan disebarkan, ternyata viral,” katanya.

Baca juga: Viral Retakan Tanah di Cilacap Bikin Kolam Terbelah hingga Ikan Tersedot di Dalamnya, Ini Penjelasan BPBD

Esty Yulianty, sang siswa yang jadi juru bicara dalam video tersebut saat ditemui di SDN 1 Sukamaju mengakui, aspirasi soal pembangunan sekolah sudah sering disampaikan para siswa, termasuk dalam pawai 17-an. Namun, sampai saat ini belum juga ada realisasinya.

“Kemarin itu, saya nangis sampai tiga kali setiap membacakan keinginan siswa, makanya ada guru yang akhirnya menyarankan divideokan,” katanya.

Esty pun tidak keberatan. Akhirnya, rekaman video curahan hati para siswa pun dibuat dengan Esti sebagai juru bicara, sementara beberapa teman lainnya membawa karton bertuliskan harapan mereka untuk mendapat sekolah baru.

Setelah video tersebut viral, Esty mengaku keluarganya sempat menanyakan apa yang dilakukannya. Namun, setelah dijelaskan akhirnya mereka paham dan mendukungnya.

Kedua orangtuanya baru tahu belakangan karena tidak bisa menggunakan smartphone.

“Bibi yang tahu, sempat nanya tidak akan ada apa-apa, tapi sekarang sudah ngerti,” katanya.

Esty mengaku, berani menyampaikan curahan hatinya dalam rekaman video tersebut karena sudah merasa lelah dan malu belajar menumpang di SDN 3 Sukamaju.

Padahal, berbagai upaya telah dilakukan oleh para gurunya agar keinginan para siswa mendapat sekolah baru bisa terwujud.

“Malu, kesal, belajar juga tidak tenang, karena numpang di sekolah lain,” katanya.

Perasaan yang sama juga dirasakan oleh para guru. Setidaknya hal ini disampaikan oleh Titin (32) guru PKN di kelas jauh SMPN 1 Talegong yang juga merangkap sebagai guru di SDN 3 Sukamaju.

Dirinya yang sejak 2008 mengajar di kelas jauh, sangat merasakan betul apa yang dirasakan para siswa.

“Ya sama para guru juga malu sebenarnya numpang di sekolah orang, tapi mau bagaimana lagi, kita juga sering minta para siswa bersabar saja,” katanya saat ditemui di SDN 1 Sukamaju, Selasa (20/08/2019) siang.

Para siswa kelas jauh, menurut Titin, belajar setelah ruang kelas SD selesai digunakan para siswa. Makanya, jam masuk sekolah dimulai pukul 12.30 siang setiap harinya.

Meski sekolah siang hingga sore, semangat para siswa untuk belajar cukup tinggi, hal ini bisa terlihat dari prestasi yang dicapai para siswa dalam bidang akademik maupun kegiatan ekstrakurikuler.

“Tahun ini nilai tertinggi ujian dari siswa kelas jauh, bukan siswa sekolah induk (SMPN 1 Talegong), ekstrakurikuler voli juga juara,” katanya membanggakan.

Baca juga: Viral, Sejoli di Kebumen Gelar Upacara HUT RI pada Hari Pernikahannya

Kelas jauh SMPN 1 Talegong di Desa Sukamaju yang didirikan sejak tahun 2005, menurut Imas (32) dan Neneng (42), guru di kelas jauh lainnya, sudah mengeluarkan lulusan hingga 13 angkatan.

Dalam satu tahun, rata-rata jumlah murid baru bisa mencapai 2 kelas. Para siswa, adalah lulusan dari SDN Sukamaju 1 hingga SDN Sukamaju 3.

“Rata-rata satu kelas 30 orang, 90 persen lebih lulusan SDN Sukamaju meneruskan sekolahnya di kelas jauh,” katanya.

Keberadaan kelas jauh di Desa Sukamaju sendiri, menurut Yeyet, memang sangat penting. Karena, sejak ada sekolah jauh, tingkat angka putus sekolah dari SD ke SMP sudah tidak ada lagi.

Padahal, sebelumnya banyak orangtua kesulitan meneruskan pendidikan anaknya jika harus ke SMPN 1 Talegong.

“Kalau sampai tidak ada kelas jauh, bangkrut pendidikan anak-anak di Desa Sukamaju, makanya dipertahankan oleh semua,” kata Yeyet.

Cerita sulitnya melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Talegong, setidaknya pernah dirasakan oleh para guru-guru yang saat ini mengajar di kelas jauh.

Titin dan Imas misalnya, mereka yang besar di Desa Sukamaju, sebelum ada kelas jauh harus melanjutkan SMP ke SMPN 1 Talegong.

“Sebelum ada ini saya sekolah ke SMPN 1 Talegong, berangkat jam 5 pagi bawa obor dan bekal nasi di kresek, setelah kumpul sama yang lain, baru berangkat, bisa sampai 30 orang, karena harus nyebrang sungai, sampai sekolah jam 7 pagi,” kata Imas dan Titin mengenang masa lalunya.

Jarak dari Desa Sukamaju ke SMPN 1 Talegong sendiri, mencapai kurang lebih 6 kilometer. Karena kontur di Kecamatan Talegong, jalan naik turun bukit harus ditempuh para siswa berjalan kaki. Makanya, lama perjalanan ke sekolah bisa lebih dari satu jam.

Meski mengalami masa-masa sulit sebelum ada kelas jauh, Titin, Imas, Neneng dan para guru lainnya, berharap anak-anak di Desa Sukamaju bisa lebih beruntung dari dirinya dengan bisa memiliki sekolah baru yang dekat dengan tempat tinggalnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com