Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyelamatan Kopral Margono di Teluk Wondama Tahun 196i, Diabadikan Menjadi Nama Bandara

Kompas.com - 21/08/2019, 07:03 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com – Dibalik sejarah panjang kemerdekaan Indonesia, terselip kisah heroik perjuagan orang Wandamen (sebutan orang asli Telukwondama) yang menyelamatkan nyawa anggota TNI dalam Operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat dari kekuasaan Belanda pada tahun 1951.

Saat itu Mei 1961.

Pasukan TNI yang tergabung dalam Komando Mandala untuk Pembebasan Irian Barat melakukan operasi terjun payung untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda di Papua. Salah satu sasarannya adalah Kaimana.

Namun penerjunan pasukan dari udara yang kemungkinan besar dilakukan pada malam hari itu tidak berjalan mulus. Sejumlah tentara tidak bisa mendarat pada titik yang telah ditentukan.

Baca juga: Tokoh Agama di Papua Imbau Masyarakat Tenang dan Percayakan Masalah Hukum ke Polisi

Entah karena faktor apa, sebagian dari mereka ‘nyasar’ dan jatuh di kawasan hutan di sekitar Kampung Urere, pedalaman Distrik Naikere, Kabupaten Teluk Wondama.

Salah anggota pasukan yang diketemukan dalam kondisi hidup bernama Margono, seorang prajurit muda berpangkat kopral.

Ia berhasil diselamatkan oleh warga sekitar, salah satunya diselamatkan oleh Benediktus Mbari, warga Kampung Webi, Distrik Rasiei.

Pria yang saat ini berusia 74 tahun adalah orang yang pertama kali menerima informasi dari warga lokal Urere tentang penemuan Kopral Margono.

Kala itu Mbari masih berusia 17 tahun dan menjadi anggota Hansip Desa Tandia (sekarang Tandia sudah dimekarkan menjadi 3 kampung).

Baca juga: Wakil Wali Kota Malang Siap Jelaskan Pernyataan soal Mahasiswa Papua ke Mendagri

Dia bercerita saat Operasi Trikora meletus, masyarakat Wondama dalam suasana perayaan ulang tahun Ratu Juliana dari Kerajaan Belanda.

Ketika itu ada perintah dari Manokwari untuk melakukan pencarian terhadap tentara Indonesia yang tersesat saat melakukan penerjunan di wilayah Padang Urere.

“Mereka katakan ada (tentara) Indonesia jatuh di Urere. Masyarakat saat itu ketakutan setengah mati. Baru ada (tim) dari Manokwari datang dan bawa anak buah untuk pergi survei ke sana,“ cerita Mbari saat ditemui di rumahnya, Rabu (17/8/2019).

Baca juga: Wakil Wali Kota Malang Bantah Serukan Pemulangan Mahasiswa Papua

Karena ketakutan, warga dari bagian selatan hingga ke utara Wasior (saat itu belum terbentuk Kabupaten Teluk Wondama) beramai-ramai ikut bersama tim dari Manokwari menuju Urere untuk mencari tentara yang hilang.

“Yang bawa rombongan saat itu Geradus Yoteni karena dia yang tahu jalan di atas. Banyak sekali yang ikut karena komando (perintah) jadi kitong naik dari sini jalan kaki sampai ke Semba ada camp di situ, tidak sampai di Urere. Kitong tinggal di situ baru survei dorang (cari prajurit yang jatuh), kitong masuk keluar (hutan) tapi kitong tidak ketemu,“ tutur Mbari.

Baca juga: Gubernur Lukas Enembe: Jangan Sederhanakan Masalah Papua

 

Tersangkut di pohoh selama seminggu

Setelah melakukan pencarian beberapa hari, warga dan tim kembali dengan tangan hampa. Namun datang informasi tentang penemuan seorang anggota TNI oleh warga lokal Kampul Urere yang bernama Obet Sabarnao.

Anggota TNI itu adalah Kopral Margono.

Obet secara tak sengaja menemukan Margono saat dalam perjalanan berburu ke hutan. Awalnya anjing milik Obet menggonggong berulang kali saat melihat tubuh Kopral Margono tersangkut di atas pohon melinjo atau dalam bahasa lokal disebut pohon genemo.

“Dia tergantung di atas dia tidak bisa berpegangan karena dahan genemo itu lombo (lembek). Dia tergantung sampai muka ini hitam karena darah turun. Kemungkinan sudah tergantung selama satu minggu,“ kata Mbari.

Baca juga: Mahasiswa Papua Minta Penyebar Hoaks Penyebab Kerusuhan Ditangkap

Mendengar ada anjing menggonggong, Kopral Margono kemudian berteriak minta tolong. Obet mendekat dan hendak menolong. Namun dia mengurungkan niatnya lantaran melihat si tentara dalam posisi memegang senjata laras panjang. Obet takut dan memilih menjauh.

Namun hatinya tidak tega setelah mendengar teriakan minta tolong. Dia kembali lagi. Tetap saja masih ada rasa takut sehingga dia kembali mundur. Sampai kali ketiga barulah Obet memberanikan diri untuk menolong.

“Langsung Obet bilang, bapa nanti saya tolong tapi saya takut jangan tembak saya. Margono jawab, senjata ini nanti saya buang ke bawah. Langsung dia buang senjata ke bawah itu yang Obet dia berani untuk tebang genemo," cerita Mbari.

Setelah diselamatkan oleh Obet, Margono berusaha berdiri, namun dia justru pingsan. Nafasnya berhenti berdetak. Obet sempat mengira si tentara meninggal.

Baca juga: Diiringi Lagu “Tanah Papua”, Kapolres Ogan Ilir Bersilatuhrahmi dengan Mahasiswa Unsri Asal Papua

Namun beberapa saat kemudian dia siuman lantas meminta air karena merasa sangat kehausan. Tapi di dekat tempat itu tidak ada sumber air. Ada kali namun jaraknya lumayan jauh.

“Margono bilang air apa saja. Di dekat situ ada kubangan tempat babi biasa mandi. Obet ambil air bekas babi main itu untuk diberikan kepada Kopral Margono langsung dia minum dan rasa agak enakan,“ lanjut Mbari.

Obet lantas memapah Kopral Margono dan membawanya pulang ke rumah. Dia pun dirawat dengan baik layaknya keluarga sendiri.

“Dia amankan Margono sampai dirumah. Baru dia kasih tahu ke Margono, bapak kita jauh dari kota jadi tidak ada gula tidak ada beras. Tapi Margono bilang, apa yang kamu makan itu saya makan yang penting saya selamat,“ cerita Mbari.

Obet kemudian mengirim utusan turun ke Kota Wasior untuk melaporkan penemuan Kopral Margono.

Baca juga: Pesan Sultan untuk Mahasiswa Papua di Yogyakarta: Semua Anak Bangsa

Utusan yang dikirim Obet Sabarnao lantas menyampaikan pesan itu kepada Mbari yang pada saat itu merupakan anggota Hansip Desa Tandia (sekarang Tandia sudah dimekarkan menjadi 3 kampung).

“Langsung saya ke Wasior bertemu polisi Suabey, Petrus Suabey (kepala pos polisi di kota Wasior),“ ucap Mbari.

Segera setelah mendapat berita itu, Petrus Suabey membentuk tim untuk melakukan penjemputan Kopral Margono ke Urere. Tim yang dipimpin Suabey bersama beberapa orang lain termasuk Mbari sendiri kemudian berangkat ke Urere dengan berjalan kaki selama satu minggu.

“Saat tiba di sana dia (Margono) takut jadi dia angkat tangan, dia bilang jangan bunuh saya. Tapi polisi Suabey bilang kita ke mari ini bukan untuk membunuh tapi kita amankan sesuai perintah dari Soekarno, “ tutur Mbari.

Baca juga: Ganjar Pranowo Jamin Keamanan Anak Papua di Jawa Tengah

Dan akhirnya Kopral Margono dievakuasi ke Wasior dengan berjalan kaki selama lebih kurang 2 minggu.

Kitong jalan dari Urere kita bermalam di jalan. Kita bikin para-para (tandu) untuk bantu dipikul. Jalan sampai rasa capek kita istrirahat sampai tembus di Ambumi (sekarang ibu kota Distrik Kuri Wamesa). Baru bawa dengan perahu ke Wasior, “ ujar ayah 11 orang anak ini.

Setelah mendapat perawatan beberapa hari di Wasior, Kopral Margono akhirnya dijemput dengan pesawat Cessna di Bandara Wasior ke Manokwari dan selanjutnya ke Jakarta.

Sejak saat itu bandara di Teluk Wondama diberi nama Bandara Margono untuk mengenang penyelamatan sang prajurit.

Kepada warga yang telah menolong dirinya, Kopral Margono kala itu berpesan bahwa dirinya akan melapor ke Presiden Soekarno dan atasannya agar memberikan imbalan bagi warga Wondama yang telah menyelamatkan nyawanya.

Baca juga: Polda Jatim Usut Kasus Ucapan Rasialis terhadap Mahasiswa Papua

“Tapi sampai saat ini saya belum terima apapun, tapi tidak masalah yang penting kami amankan selamatkan dia saja,“ujar pria yang lahir pada 11 Agustus 1945 ini.

Kini di masa tuanya, Mbari tidak menuntut apapun atas perjuangannya menyelamatkan Kopral Margono.

Diapun tidak mempersoalkan kendati perjuangan mereka menyelamatkan nyawa prajurit Indonesia tidak pernah dikenang dalam sejarah, bahkan nama mereka pun tidak pernah diabadikan sebagai seorang pejuang.

“Saya tidak terima ada penghargaan atau yang lainnya. Saat itu kita banyak orang tapi banyak yang sudah mati. Kami tidak menuntut, pemerintah mau ingat kah tidak kah, nanti Tuhan yang kasih imbalan kepada kita, karena kita hanya ingin dia selamat, “ ucap Mbari.

Baca juga: Bupati Madiun Undang Makan Malam dan Berjoget Bersama Warga Papua

Bagi Mbari termasuk pula Obet Sabernao, apa yang mereka lakukan itu sebagai wujud kasih terhadap sesama manusia. Sekaligus sebagai bentuk rasa cinta terhadap Tanah Air Indonesia.

“Saya harap Bangsa Indonesia semakin maju dan sejahtera sehingga bisa perhatikan masyarakat kecil seperti saya ini yang hidup masih susah,“ pungkas Mbari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com