Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Filosofi Satu Tungku Tiga Batu, Penguat Toleransi di Fakfak Papua Barat

Kompas.com - 20/08/2019, 06:23 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - “Kita berasal dari satu rahim mama, jangan sampai terpecah hanya kerena perbedaan. Kekerabatan harus dijaga karena kekerabatan usianya lebih tua dibandingkan agama yang kita kenal saat ini.”

Kalimat tersebut diucapkan Abbas Bahambah (61), budayawan Fakfak saat menceritakan kuatnya toleransi di Papua Barat, tepatnya di Kabupaten Fak-fak.

Ia menceritakan masyarakat Fakfak Papua Barat memiliki filosofi satu tunggu tiga batu yang dikenalkan nenek moyang mereka sejak zaman dulu.

Baca juga: Ngobrol Santai Isu Sosial dan Radikalisme di Angkringan Toleransi Denpasar

Satu tungku tiga batu adalah dasar kerukunan di Fak-fak, Papua Barat. Tungku adalah simbol dari kehidupan, sedangkan tiga batu adalah simbol dari "kau", "saya" dan "dia" yang membuhul perbedaan baik agama, suku, status sosial dalam satu wadah persaudaraan.

Abbas menjelaskan pada zaman dahulu, orang Mbaham Matta Wuh memasak di atas tungku unik yang terdiri dari tiga batu besar yang berukuran sama lalu disusun dalam satu lingkaran dengan jarak yang sama sehingga bisa menopang kuali untuk memasak.

“Batunya harus kuat, kokoh dan tahan panas serta tidak mudah pecah. Kayu bakar diletakkan di sela-sela batu untuk memasak. Lalu kuali diletakkan di atasnya untuk memasak. Harus imbang, tidak boleh timpang. Kalau tidak, kuali akan jatuh dan pecah.

Itulah simbol. Satu tungku tiga batu itu kemudian menjadi pegangan hidup masyarakat Fakfak. Dulu hanya diwariskan secara turun temurun di keluarga baru sekitar tahun 1990-an dirumuskan secara resmi oleh pemerintah kabupaten,” jelas Abbas.

Baca juga: Melihat Toleransi Umat Beragama di Timika saat Idul Fitri

Ia bercerita sejak lama Fakfak dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, salah satunya adalah pala.

Hal tersebut yang membuat banyak pedagang yang singgah ke Fakfak, termasuk pedagang dari Tidore dan Ternate yang memeluk agama Islam untuk berniaga.

 

Filosofi etnis Mbaham Matta Wuh 

Salah satu sudut Fakfak, Papua Barat. Nama Fakfak berasal dari kata pakpak yang berarti tumpukan batu berlapis yang banyak ditemui di wilayah pelabuhan FakfakKOMPAS.COM/ IRA RACHMAWATI Salah satu sudut Fakfak, Papua Barat. Nama Fakfak berasal dari kata pakpak yang berarti tumpukan batu berlapis yang banyak ditemui di wilayah pelabuhan Fakfak
Buku Jati Diri Perempuan Asli Fakfak yang ditulis Ina Samosir Lefaan dan Heppy Leunard Lelapary menjelaskan, filosofi satu tungku tiga batu adalah pengejawantahan dari filsafat hidup etnis Mbaham Matta Wuh yang disebut Ko, on, kno mi mbi du Qpona yang artinya adalah kau, saya dengan dia bersaudara.

Filosofi ini mengarah kepada adat, agama dan pemerintah.

Etnis Mbaham Matta Wuh adalah masyarakat adat tertua yang ada di Kabupaten Fakfak Provinsi Papua. Fakfak juga menjadi salah satu kota tertua di provinsi tersebut.

Di buku itu, Lefaan dan Lelapary juga menjelaskan, Ko, on, kno mi mbi du Qpona atau yang dikenal satu tungku tiga batu mengandung arti yang sama, tiga posisi penting dalam kekerabatan etnis Mbaham Matta Wuh.

Baca juga: Melihat Toleransi Umat Beragama di Timika saat Idul Fitri

Ko, on, kno mi mbi du Qpona atau satu tungku tiga batu artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak.

Jika satu dari kaki rusak, maka tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com