Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Para Mantan Teroris Upacara Bendera 17 Agustus...

Kompas.com - 17/08/2019, 17:37 WIB
Hamzah Arfah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

LAMONGAN, KOMPAS.com - Nama Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, sempat menjadi perbincangan hangat publik nusantara awal 2000-an tatkala kasus bom Bali 1 mengguncang, yang kemudian disusul dengan ledakan kasus bom Bali 2 beberapa tahun setelahnya.

Selain pentolan aksi tersebut berasal dari wilayah Solokuro, polisi juga sempat mengamankan beberapa orang dari mereka berasal dari tempat yang sama.

Bahkan, beberapa dari mereka seperti Imam Samudra dan Amrozi, kemudian dieksekusi mati usai dihukum penjara lantaran perbuatan yang dilakukan.

Baca juga: Polisi Tembak Gas Air Mata dan Jebol Pintu Pagar Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya

 

Namun Ali Fauzi, adik kandung Amrozi yang sempat ditahan karena tergabung dalam kelompok tersebut, akhirnya mempunyai pemikiran untuk menghapus stigma negatif tentang mantan napi teroris (napiter) dengan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP).

Di bawah naungan YLP, para mantan napiter dan eks kombatan maupun anggota organisasi terlarang dirangkul untuk diajak kembali mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mengubah paradigma bahwa apa yang sempat mereka lakukan adalah sebuah kesalahan.

Sebuah pemandangan elok dan bisa menjadi pembelajaran bersama akan pentingnya NKRI, dengan para mantan napiter dan eks kombatan tersebut kini telah insaf dan kembali setia akan NKRI ditunjukkan dalam momen upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan ke-74, Sabtu (17/8/2019).

Meski bukan kali pertama mereka lakukan, namun upacara dengan melibatkan unsur kepolisian dan TNI kali tetap terasa spesial.

Hal itu dikarenakan, untuk pertama kalinya upacara dilaksanakan di wilayah mereka, halaman asrama YLP di Desa Tenggulun, dengan perangkat terkecuali inspektur upacara adalah mantan napiter atau sanak saudaranya.

"Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, baik 2017 maupun 2018. Di tahun 2019 ini, kita bisa melihat, kita melibatkan seluruh keluarga para mantan napi teroris ini. Ada mertua, istri, anak-anak, yang pada tahun lalu kita tidak melibatkannya dalam upacara kemerdekaan," ujar Ali Fauzi, selepas upacara, Sabtu (17/8/2019).

Baca juga: Warga Asmat Digegerkan Bendera Bintang Kejora Berkibar di Atas Tower

Selain unsur kepolisian dan TNI, Ali menyebut total ada sebanyak 225 orang dari pihaknya yang ikut terlibat dalam agenda kali ini. Baik mereka yang menjadi perangkat maupun hanya sekadar peserta upacara.

"Saya sebelumnya berkomunikasi pada para keluarga napi yang tergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian ini, semuanya no problem dan mereka juga antusias untuk mengikuti," ujar dia.

"Terus terang ini bagian dari upaya Polres Lamongan dan YLP, untuk membina mereka (mantan napiter dan keluarganya). Serta yang kedua ini adalah bagian dari upaya memutus mata rantai terorisme, dengan Tenggulun yang sebelumnya identik dengan bom dan pelaku teror," sambung dia.

Ia pun lantas mengajak kepada publik Tanah Air untuk tidak lagi berstigma negatif terhadap Desa Tenggulun, meski sempat memiliki rekam jejak yang kurang bagus di masa lalu.

"Nah di belakangan ini telah berubah suasana itu, yang kita tahu sekarang Tenggulun sebagai desa deradikalisasi. Saya tidak sombong soal penobatan Tenggulun sebagai desa deradikalisasi dan barometer untuk program-program deradikalisasi yang bersinergi dengan pemerintah dalam hal ini Polres Lamongan, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teror) dan yang lainnya," kata Ali.

Dalam upacara bendera kali ini, Ali bertugas sebagai pembaca teks proklamasi, dengan komandan upacara dipercayakan kepada Yoyok Edi, yang merupakan bekas anggota Jemaah Islamiyah (JI).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com