Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 Agustus: Tonil dan Perlawanan Soekarno di Ende

Kompas.com - 17/08/2019, 08:06 WIB
Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge, mengeluarkan surat pada tanggal 28 Desember 1933 untuk mengasingkan Ir Soekarno ke Ende.

Soekarno bertolak ke dari Surabaya bersama istrinya Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya, Ibu Amsi. Selama delapan hari mereka berlayar dengan kapal KM Van Riebeck dan tiba di Pelabuhan Ende pada 14 Januari 1934

Soekarno dan keluarganya dibawa ke rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja.

Di rumah milik Haji Abdullah Amburawu, Ir. Soekarno beserta keluarganya menghabiskan waktu mereka selama empat tahun.

Baca juga: Mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Dilansir dari tulisan J Pamudji Suptandar yang berjudul Rumah Tahanan Bung Karno di Ende, di buku Kisah Istimewa Bung Karno, diceritakan Bung Karno mengisi waktunya dengan berbagai macam kesibukan untuk menekan kesepian dan keasingan karena hidup jauh dari temen-temen seperjuangannya.

Bung Karno  membina grup sandiwara tonil dengan nama Klub Tonil Kalimutu, yang diambil dari nama danau yang tidak jauh dari Ende.

Sedikitnya ada 13 naskah tonil yang dibuat Bung Karno di Ende, yakni Dokter Setan, Rendo, Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945.

Tema tonil diangkat dari cerita rakyat didukung tarian adat. Selain itu tonil juga dimainkan untuk membangkitkan semangat membebaskan Indonesia dari belenggu penjajah.

 

Melatih tonil di rumah pengasingan

Kamar tidur di rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Kamar tidur di rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.
Dikutip dari Kompas.com, 14 Desember 2010, Umar Gani (93) adalah salah satu dari 47 anggota tonil yang masih hidup.

Umar bercerita saat Bung Karno tiba di Ende, usianya masih 17 tahun. Grup Tonil Kelimoetoe yang dibentuk Bung Karno mulai pentas ada tahun 1936. Total ada 47 anggota tonil.

Mereka biasa pentas di gedung Paroki Imakulata, Ende.

Menurut Umar yang mengarang naskah cerita dan sutradara adalah Bung Karno. Bukan hanya itu, Bung Karno juga membuat dekorasi panggung dan kostum sandiwara dibantu istrinya, Inggit Garnasih dan anak angkatnya, Ratna Djoeami.

Umar mengaku ikut bermain dalam sandiwara Rahasia Kelimoetoe dan Rendo.

Baca juga: Perenungan Soekarno di Ende hingga Pohon Sukun, Fakta Unik Lahirnya Pancasila

Mereka biasanya latihan malam di rumah pengasingan Bung Karno. Proses latihan biasa dilakukan sampai 40 hari, bahkan lebih untuk satu lakon.

Selama di Ende, menurut Umar, Bung Karno sangat dekat para pastor Katolik dari tarekat Serikat Sabda Allah (SVD).

”Pastor pula yang memberi tempat gedung Imakulata untuk pementasan tonil. Para pastor kalau menonton gratis,” kata Umar.

Selesai pementasan, biasanya Bung Karno akan mengajak anggota tonil dan anggota kelomok pengajian berwisata.

Umar mengaku pernah diajak berwisata di kawasan Nangapanda, Nangaba, Wolowona. Yang paling jauh, mereka wisata ke Danau Triwarna Kelimutu yang berjarak sekitar 55 kilometer dari kota Ende.

Baca juga: Cara Bung Karno Siapkan Pidato 17 Agustus, Pandang Bintang di Langit, Bermunajat, dan Tulis Tangan...

Saat tamasya, digunakan oleh Bung Karno untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat Ende yang pada waktu itu umumnya berpendidikan rendah, sebagai nelayan dan petani kelap

”Seingat saya, Bung Karno pernah mengajak piknik dua kali ke Danau Kelimutu, tapi yang satu kali tidak mendapat izin dari Pemerintah Belanda.

Bung Karno waktu itu hanya boleh jalan-jalan dengan radius sekitar tiga kilometer dari rumah, selebihnya harus mendapat izin,” Umar mengenang.

Suatu kali, di dekat aliran sungai, dekat Stadion Marilonga Ende di kawasan Wolowona, kata Umar, Bung Karno mengajarkan lagu Indonesia Raya dan Di Timur Matahari. Karena ada mata-mata yang melapor ke polisi dan raja, Bung Karno dipanggil polisi dan didenda.

Baca juga: “Kamar Suci Bung Karno” di Hotel Tempat Berlangsungnya Kongres V PDI-P

Dilansir dari buku Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan Jurnalistik Kompas diceritakan tentang Djae Bara pengikut setia Soekarno yang meninggal akhir tahun 1990-an pernah memaparkan kepada Kompas bahwa dalam satu karya tonil, Bung Karno meramalkan Indonesia akan terbebas dari penjajahan tahun 1945.

Bung Karno juga membayangkan kemerdekaan itu tidak direbut dari penjajah Belanda, melainkan dari sesama bangsa Asia.

Masih dari buku tersebut juga dijelas selama di Ende, Bung Karno dekat dengan tiga pastor Katolik, yaitu Pater Yohanes Bouma, Regional Regio SVD Ende (wilayah Sunda Kecil); pastor paroki katerdral Ende Pater Huyjink; serta Brider Conradus W Thuis yang mempersilahkan Bung Karno menggunakan Gedung Imakulata untuk pementasan tonil.

 

Delapan naskah asli tonil diduga hilang

Wisatawan mengunjungi rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Wisatawan mengunjungi rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.
Delapan naskah asli tonil karya Bung Karno, Presiden Pertama RI, yang dibuat dalam masa pembuangan politik di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, tahun 1934-1938, diduga hilang.

Dilansir dari Kompas.com, delapan naskah itu berjudul Rahasia Kelimutu, Rendo, Jula Gubi, KutKutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, dan Dr Setan.

Hal itu dinyatakan peneliti Yuke Ardhiati di Situs Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Kamis (30/7/2019), seusai bertemu dengan pengelola Situs Bung Karno, Syafrudin Pua Ita.

Di halaman 63 buku Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara (2006) tertera tanda terima naskah tonil tulisan Bung Karno selama di Ende tahun 1934-1938 dari Yusuf Ibrahim sebagai wakil kawan-kawan Bung Karno di Ende kepada Rahmawati Soekarno.

Namun, naskah tonil tidak ditemukan di Yayasan Bung Karno di Jakarta. Rahmawati Soekarno menyatakan kepada Yuke bahwa berkas naskah tonil tercecer sejak petugas yayasan yang mengelola koleksi, Bagin, meninggal beberapa tahun lalu.

SUMBER: KOMPAS.com (Adhitya Ramadhan, Firmansyah, Samuel Oktora)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com