Di Labuan, misalnya, sejumlah warga masih tinggal dan beraktivitas di area dekat bibir pantai.
Berdasarkan regulasi yang ada, batas aman jarak pemukiman dengan bibir pantai adalah 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.
Namun, seorang warga, Rofiah, berkukuh membangun kiosnya sekitar lima meter dari bibir Pantai Galau, meski pada tahun lalu, kios lamanyanya, yang letaknya hampir sejajar dengan kiosnya yang baru, hancur lebur digulung gelombang.
Baca juga: Aneka Bencana yang Mengintai Bandara YIA: Tsunami, Likuefaksi, Gempa, hingga Hujan Abu
Rofiah, yang bermukim tak jauh dari tempat dia berjualan, mengaku khawatir jika tsunami kembali menghantam daerah yang masuk ke zona merah tsunami itu.
Namun, Rofiah mengatakan tidak tahu harus pindah ke mana dan berharap pemerintah bisa membantu mereka pindah ke tempat yang lebih aman.
"Kita nomor satu pasrah sama nasib dan ikhtiar... Enggak bisa mundur ke (tanah) belakang karena sudah tanah masing-masing," ujarnya.
Ia mengatakan jika kelak terjadi gempa atau tsunami, yang akan dia lakukan adalah menyelamatkan nyawanya dan keluarganya dengan berlari secepatnya menuju tanah lapang di daratan yang lebih tinggi.
Baca juga: Masjid Terapung di Palu yang Terdampak Tsunami Dijadikan Objek Wisata
Menjelang akhir Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana), Deputi Pencegahan, BNPB, Lilik Kurniawan, mengatakan umumnya warga belum siap menghadapi bencana tsunami, dilihat dari segi tata ruang juga faktor sosial.
Sebelumnya, BNPB berencana untuk berkeliling ke 584 desa di sepanjang Pantai Selatan Jawa, yang dihuni lebih dari 600.000 jiwa, namun jumlah tersebut tidak tercapai karena sulitnya akses ke puluhan desa.
Di Selatan Jawa, kata Lilik, sejumlah jalur evakuasi tsunami berada sejajar dengan pantai, sehingga warga tidak dapat berlari ke tempat yang lebih tinggi.
Baca juga: Jokowi Minta Jajarannya Terus Mengedukasi Masyarakat soal Gempa dan Tsunami
Ada pula desa yang sudah memiliki jalur evakuasi, tapi belum efektif karena keterbatasan dana.
"Jalur evakuasi ada tapi harus lewat sungai, tapi jembatan tidak ada. Mereka tidak punya kemampuan untuk membangun jembatan," ujar Lilik.
Selain itu, beberapa daerah wisata pantai juga belum memasang tanda-tanda informasi mengenai tsunami.
Pada bulan September, BNPB berencana mengundang semua bupati yang daerahnya dilewati Eskpedisi Destana untuk segera menindaklanjuti laporan mengenai masalah-masalah tersebut.
Dari sisi sosial, Lilik mengamati bahwa warga yang tinggal di daerah yang pernah diterjang gempa dan tsunami, dalam periode waktu beberapa tahun belakangan ini, sudah memiliki kesiapan yang cukup baik.