Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang 17 Agustus: Sepenggal Cinta Soekarno di Bengkulu...

Kompas.com - 16/08/2019, 11:10 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Bung Karno menjejakkan kaki di Bengkulu 14 Agustus 1938, setelah menjalani pengasingan di Ende, Flores selama 4 tahun.

Bung Karno datang seorang diri di Bengkulu. Dia kemudian menempati Hotel Centrum sambil menunggu keluarganya yang menyusul beberapa minggu kemudian.

Soekarno dan keluarganya kemudian tinggal di rumah pengasingan milik pedagang keturunan Tionghoa, Tjang Tjeng Kwat.

Dilansir dari Kompas.com, Bengkulu dipilih sebagai tempat pengasingan karena akses yang sulit dan terpencil.

Namun dengan berjalannya waktu, rumah tersebut saat ini berada tepat di jantung Kota Bengkulu.

Baca juga: Rumah Pengasingan, Saksi Bisu Cinta Soekarno

Rumah pengasingan tersebut menjadi salah satu obyek wisata sejarah andalan selain Benteng Marlborough peninggalan Inggris.

”Rumah ini banyak dikunjungi wisatawan saat akhir pekan. Dalam sebulan, pendapatan dari retribusi rumah Bung Karno ini sedikitnya Rp 1 juta. Kalau pas hari liburan sekolah, pengunjung dari sejumlah sekolah membeludak,” kata Sugrahanudin, juru pelihara rumah pengasingan Bung Karno.

Di rumah tersebut masih ada ranjang besi yang digunakan Bung Karno dan keluarganya. Terdapat juga buku koleksi Soekarno yang mayoritas berrbahasa Belanda.

Terdapat juga seragam grup tonil Monte Carlo asuhan Bung Karno semasa di Bengkulu.

Foto-foto Bung Karno dan keluarganya juga menghiasi hampir seluruh ruangan. Dan yang tidak kalah menarik adalah sepeda tua yang dipakai Bung Karno selama di Bengkulu.

”Pakaian seragam tonil dan buku yang sejumlah 303 eksemplar ini sudah kami konservasi agar awet,” ujar Sugrahanudin.

Baca juga: Direnovasi, Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu

 

Bung Karno bertemu Fatmawati di Bengkulu

Dua foto besar Bung Karno dan Ibu Fat berada di ruang tengahKompas.com/Firmansyah Dua foto besar Bung Karno dan Ibu Fat berada di ruang tengah
Saat tinggal Bengkulu, Bung Karno bersama Inggit Garnasih menjamu keluarga Hassan Din, tokoh Muhammadiyah asal Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu

Saat itu, untuk pertamakalinya Bung Karno bertemu dengan Fatmawati, gadis belia putri Hassan Din.

Fatmawati pun ikut menumpang di rumah tersebut dan menjadi sahabat Ratna Djuami, anak angkat Soekarno.

Djuami dan Fatmawati bersekolah di sekolah yang sama yakni RK Vakschool Maria Purrisima, salah satu sekolah tertinggi di Kota Bengkulu milik sebuah yayasan Katolik. Mereka berdua pun tidur dalam satu kamar.

Baca juga: Berkunjung ke Lokasi Sepenggal Cinta Soekarno dan Fatmawati

Singkat cerita, Bung Karno pun menaruh hati pada Fatmawati dan akhirnya menikahi Fatmawati.

Dari pernikahan itu Bung Karno dikaruniai 2 putra dan 3 putri, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Fatmawati adalah Ibu Negara Indonesia yang pertama sejak tahun 1954 hungga tahun 1967.

Beliau dikenal jasanya menjahit Bendera Pusaka Sang Merah Putih yang dikibarkan saat upacara Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustu 1945.

Baca juga: Mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

 

Rumah panggung Fatimah

Rumah Fatmawati di Kota BengkuluKompas.com/Firmansyah Rumah Fatmawati di Kota Bengkulu
Fatmawati memiliki nama kecil Fatimah. Dia adalah putri pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah yang tinggal di rumah panggung kayu tidak jauh dari rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu.

Dilansir dari Kompas.com, rumah tersebut dibangun pada tahun 1920. Dengan ukuran 9 x 10 meter, rumah tersebut berbentuk panggung khas rumah Bengkulu.

Saat ini rumah tersebut menjadi tempat wisata.

Beberapa warga meyakini, rumah tersebut sudah tak asli, begitu pun tempatnya saat Fatmawati masih kecil

"Sayang tak ada pemandu sehingga banyak pertanyaan tentang rumah ini tak bisa terjawab," kata beberapa pengunjung.

Baca juga: Sandiaga Berwudu di Sumur Tua Rumah Pengasingan Bung Karno Bengkulu

Di rumah tersebut terdapat beranda dan satu pintu rumah untuk menuju ke dalam rumah yang dipenuhi foto Fatmawati bersama keluarganya termasuk foto Bung Karno dan anak-anakanya.

Di dalam ruangan sebelah kiri terdapat meja rias sederhana dan kursi kecil berbahan besi, serta tempat tidur besi.

Sementara di seberang ada ruangan yang berukuran sama dengan peraduan. Di dalamnya ada sebuah mesin jahit berwarna merah tua bercampur karat. konon dengan mesin jahit tersebut Ibu Fat menjahir Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945.

Baca juga: Cara Bung Karno Siapkan Pidato 17 Agustus, Pandang Bintang di Langit, Bermunajat, dan Tulis Tangan...

 

Perjuangan Fatmawati akan difilmkan.

Mesin jahit konon dengan alat inilah Ibu Fatmawati menjahit bendera kemerdekaan 17 Agustus 1945Kompas.com/Firmansyah Mesin jahit konon dengan alat inilah Ibu Fatmawati menjahit bendera kemerdekaan 17 Agustus 1945
Kenangan Fatmawati saat menjahit bendera Merah Putih tercatat dalam buku berjudul "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka" karya Bondan Winarno (2003).

"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu,” kenang Fatmawati, istri Proklamator Republik Indonesia.

Ungkapan tersebut dikarenakan Fatmawati sedang hamil tua dan sudah bulannya untuk melahirkan Guntur Soekarnoputra, putra sulung pasangan Bung Karno dan Fatmawati.

“Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih,” kata Fatmawati.

Ia menghabiskan waktunya menjahit bendera besar itu di ruang makan dengan kondisi fisik yang cukup rentan.

“Jadi saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit,” katanya.

Baca juga: Kisah Perjuangan Fatmawati Soekarno di Bengkulu Difilmkan

Fatmawati baru menyelesaikan jahitan bendera Merah Putih itu dalam waktu dua hari.

Adegan tersebut adalah teaser film Fatmawati garapan produser Evry Joe (Hevizon Yulis). Pembuatan film tersebut akan dilakukan di Bengkulu.

Fatmawati diperankan oleh Sylvia Fully Rahaestita yang pernah memerankan Iriana Joko Widodo dalam Film "Jokowi adalah Kita".

Evry Joe produser teaser Film Fatmawati mengatakan,  bagi dirinya ketokohan Ibu Fatmawati layak diangkat dalam film.

"Ibu Fatmawati dengan segala kisahnya, tidak kalah dengan tokoh-tokoh lain yang pernah dijadikan film. Dia bukan saja ibu dari anak-anaknya, tetapi Ibu Negeri ini. Dia yang menyatukan Merah Putih. Ini harus dikenal," sebutnya, Sabtu (29/6/2019).

Fatmawati lahir 5 Februari 1923 dan wafat pada 14 Mei 1980 di Bengkulu tepatnya Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong.

Fatmawati lahir dari pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah. Ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.

Hingga kini rumah Fatmawati menjadi salah satu andalan wisata sejarah di Provinsi Bengkulu.

SUMBER: KOMPAS.com (Adhitya Ramadhan, Firmansyah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com