Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Surut, Waduk Jatigede Sumedang Tampak Seperti Kota Mati

Kompas.com - 14/08/2019, 18:25 WIB
Aam Aminullah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com - Surutnya air Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada musim kemarau ini, merupakan hal yang wajar. Sebab, merupakan bagian dari pola operasional waduk.

Surutnya air di waduk terbesar kedua se-Asia Tenggara ini banyak menarik wisatawan dari berbagai daerah untuk berkunjung.

Warga yang berkunjung mengaku penasaran karena saat waduk yang mulai digenang pada 31 Agustus 2019 ini surut, banyak terdapat puing-puing bangunan eks perkampungan warga terdampak Waduk Jatigede.

Selain itu, jalan provinsi dan tempat pemakaman umum yang ketika Waduk Jatigede penuh tak terlihat, saat surut seperti sekarang bermunculan kembali.

Baca juga: Warga Penasaran Lihat Penampakan Permukiman Warga yang Muncul Saat Waduk Jatigede Surut

Sehingga, kondisi di wilayah Waduk Jatigede ini tampak seperti kota mati yang telah lama ditinggalkan penduduknya.

Pantauan Kompas.com, wilayah genangan yang surut mencapai ratusan hektare meliputi dua wilayah kecamatan. Yaitu Kecamatan Wado dan Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang.

Jarak antara pesisir Waduk Jatigede bila terisi penuh dengan kondisi saat sekarang ini mencapai 1 kilometer.

Salah seorang petani asal Kecamatan Darmaraja Sugita Praja (80) mengatakan, sejak digenang pada 2015, Waduk Jatigede mengalami surut parah seperti saat ini sudah dua kali.

"Sejak tergenang akhir 2015, baru dua kali surut begini. Tahun kemarin (2018), juga surut seperti ini, banyak yang datang katanya penasaran lihat puing-puing bangunan warga, jadi katanya mirip kota mati," ujar Sugita, kepada Kompas.com, di wilayah eks Desa Cibungur, Kecamatan Darmaraja.

Meski telah tergenang air Waduk Jatigede sejak 31 Agustus 2015 lalu, namun puing bangunan, tugu, dan masjid di wilayah Kecamatan Darmaraja masih berdiri, Sabtu (10/8/2019). AAM AMINULLAH/KOMPAS.comKOMPAS.COM/AAM AMINULLAH Meski telah tergenang air Waduk Jatigede sejak 31 Agustus 2015 lalu, namun puing bangunan, tugu, dan masjid di wilayah Kecamatan Darmaraja masih berdiri, Sabtu (10/8/2019). AAM AMINULLAH/KOMPAS.com

Warga Kabupaten Majalengka Hermansyah (35) mengaku, penasaran ingin melihat puing-puing bangunan yang kembali bermunculan. Seperti yang banyak ia lihat di YouTube.

"Di YouTube itu juga saya lihat ada katanya makam kramat yang kembali muncul. Karena penasaran, saya ke sini sama istri, sengaja ingin lihat langsung, sambil liburan," tutur dia.

Sementara itu, terkait surutnya Waduk Jatigede, Pelaksana Teknis Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBWS Cimanuk-Cisanggarung Yuyu Wahyudin mengatakan, air Waduk Jatigede surut karena pada musim kemarau ini, airnya lebih banyak dikeluarkan untuk mengairi saluran irigasi di wilayah hilir, yang meliputi Majalengka, Indramayu hingga Cirebon.

Baca juga: Penampakan Eks Permukiman Warga Saat Waduk Jatigede Surut Drastis Akibat Kemarau

"Air di Waduk Jatigede saat ini memang surut karena memasuki pola operasional waduk musim kering. Jadi, ada dua pola, musim kering dan musim basah," ujar Yuyu, kepada Kompas.com, saat dihubungi, Rabu (14/8/2019).

Yuyu menuturkan, pada musim kering ini, air yang dikeluarkan lebih banyak karena untuk mengairi irigasi di wilayah hilir.

Sedangkan pada musim basah atau saat musim hujan, air ditahan di Waduk Jatigede.

"Jadi, kondisi surut seperti ini akan terus terjadi saat musim kemarau seperti sekarang. Karena pola operasional waduknya memang harus seperti ini," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com