Yakin tanaman yang ditemukan bukan hanya meringankan tapi juga bisa menghilangkan sel kanker.
"Yakin, karena sudah di uji dan kita bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan," kata Anggina.
Anggina mengatakan, saat menampilkan karya ilmiah-nya di ajang kompetisi Life Science di Seoul, negara-negara luar menerima hasil penemuan tersebut.
Bahkan mereka sangat tertarik karena penyakit kanker merupakan penyakit nomor satu berbahaya dan paling ganas dan mematikan.
"Jadi kami sangat tertarik membuat penelitian ini, saya sangat-sangat ingin membantu orang banyak dengan akar Bajakah tunggal," katanya.
Ia menambahkan, setelah selesai sekolah akan meneruskan ke Universitas Indonesia, sementara Aysa akan meneruskan ke universitas di Kalimantan.
"Mau ambil jurusan ke dokteran, karena ingin menolong orang banyak dengan kearifan lokal Kalimantan," ungkapnya.
Baca juga: Kekhawatiran Guru atas Penemuan Siswa soal Obat Kanker Mujarab hingga Juarai Dunia
Pada 10 Mei 2019, guru pembimbing dan ketiga siswa sepakat untuk mengikuti perlombaan yang diadakan di Bandung.
“Kami sepakat untuk mengikuti lomba Youth National Science Fair 2019 (YNSF) yang dilaksanakan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Kami bersyukur setelah kami berhasil memenangkan perlombaan tersebut, bahkan tak disangka bahwa kami menjadi perhatian dan berhasil meraih juara, dengan memperoleh medali emas, terbaik se-Indonesia," ujarnya.
"Ini menjadi tiket kami untuk melangkah ke tingkat Internasional,” kata Yazid.
Setelah sukses di Bandung, karya ilmiah dari ketiga siswa tersebut dipilih mewakili Indonesia, untuk tampil dalam perlombaan tingkat internasional dalam ajang World Invention Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan.
Namun, dalam ajang selanjutnya Yazid tidak ikut, sehingga diwakilkan oleh dua rekannya, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani.
Baca juga: Siswa SMA di Kalimantan Tengah Jadi Juara Dunia Penyembuh Kanker
Kepala Sekolah SMAN 2 Palangakaraya M Mi'razulhadi mengatakan, ketika ada siswanya yang ikut lomba dan menjadi juara tingkat internasional mengatakan, memang ini merupakan program dari sekolah-nya, di mana mempunyai kegiatan akademik dan non akademik dan kebetulan ini masuk non akademik.
"Kebetulan perlombaan tersebut masuk dalam non akedemik. Di eskul, mereka giat sekali ikut berlatih dan ikut lomba," katanya.
Dijelaskannya, untuk waktu lamanya ekskul bisa sampai 2 minggu bahkan lebih.
"Dan kami bisa menempatkan waktu dan berkomunikasi dengan orangtua bagaimana mereka bisa seimbang dengan prestasi," ujarnya.
Baca juga: Pelaku Bullying di Thamrin City Mengaku ke Orangtua Sedang Ekskul
Sumber: KOMPAS.com (Aiman Wicaksono, Kurnia Tarigan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.