KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Karliansyah, menyebut setidaknya 12 desa di Karawang dan Bekasi serta tujuh pulau di Kepulauan Seribu, terkena dampak tumpahan minyak Pertamina.
"Itu ada Pulau Air, Pulau Untung Jawa, Bidadari, Lancang, Pulau Rambut, Pulau Damar," kata Karliansyah kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (11/08).
Dari pengamatan KLHK, tumpahan minyak di pantai sudah ditangani dengan baik oleh Pertamina dengan memasang oil boom, atau peralatan yang digunakan untuk melokalisir atau mengurung tumpahan minyak di air, sepanjang 500 meter. Petugas juga menggunakan 44 kapal untuk menghadang tumpahan minyak ke bibir pantai.
Baca juga: Polisi Minta Keterangan Sejumlah Pihak untuk Dalami Penyebab Minyak Tumpah di Karawang
"Kalau di pantai sudah dibersihkan langsung, minyaknya dikarungin langsung dibawa ke pusat limbah B3," ujarnya.
Meski begitu KLHK, kata dia, masih menghitung luasan wilayah perairan yang terkena pencemaran minyak. Begitu pula jumlah kerugian lingkungan dan yang diderita masyarakat.
"Belum (bisa dipastikan luasannya), karena berubah terus tergantung pasang gelombang laut," tukasnya.
Ia pun sangat berharap akhir Agustus ini proses penutupan sumur yang bocor itu rampung dilakukan Pertamina. Sebab, jika proses perbaikan makin lama, sebaran minyak akan meluas.
"Kalau minyak itu sampai tenggelam di laut, ada biota yang terpengaruh seperti terumbu karang bisa terpengaruh," jelasnya.
Baca juga: Warga Terdampak Tumpahan Minyak Pertamina Dapat Kompensasi, Ini Mekanismenya
Proses perbaikan, kata dia, membutuhkan waktu lama karena pengerjaannya yang sulit, di mana mereka harus mengebor satu sumur bantuan hingga kedalaman 2.700 meter atau mendekat sumur yang bocor. Nantinya, sumur yang bocor itu akan dimasukkan lumpur berat supaya tekanan gasnya hilang. Setelah itu, ditutup dengan semen.
Baca juga: Dampak Tumpahan Minyak Mentah Pertamina di Kepulau Seribu, Laut Tercemar, Ikan-ikan Mati
"Sekarang prosesnya mencapai kedalaman 1.400 meter. Kita estimasikan sekitar delapan minggu sejak dilakukan pengeboran," ujar Fajriyah Usman kepada BBC Indonesia.
Hingga saat ini, sumur YYA-1 masih mengeluarkan semburan minyak. Kendati seberapa banyak, belum bisa dipastikan. Dari analisa pandangan mata, menurut Fajriyah, minyak yang keluar dari sumur mulai berkurang.
"Dari akhir Juli, likuid yang keluar dari sumur berkurang drastis. Tidak sekuat awal-awal," ujarnya.
Kendati ia memastikan, ketika peristiwa itu terjadi, Pertamina belum sampai pada tahap eksplorasi. Tapi baru pada tahap "membuka sumur".